Oleh: Aulia Rachman Alfahmy
Oke, karena berkali-kali saya melihat teman saya yang satu kuliah di 
jurusan Ilmu Ekonomi menikah dengan sesama jenisnya (maksudnya sesama 
jurusan Ilmu Ekonomi, hehehe), saya jadi tertarik membuat sebuah tulisan
 non-ilmiah (emangnya selama ini Ilmiah ya?) yang bertajuk “Jika Sesama 
Ekonom Menikah”.
Awal Mula Bertemu
Saya pesimis jika sesama ekonom kali pertama bertemu pasangan yang 
telah dinikahinya adalah cinta pertamanya. Maksudnya, seperti halnya 
teori prilaku konsumen, seorang ekonom biasanya memulai dengan kegiatan 
memilah dan memilih “kombinasi-kombinasi” terbaik. Kombinasi-kombinasi 
terbaik mana yang terbaik atau bahasa teknisnya “memberikan utilitas 
yang optimal”. Tentu saja dengan melihat kondisi internal yang dimiliki 
dalam diri ekonom tersebut.
Mana yang dipilih, si A cantik dengan nilai 90, tapi pintarnya Cuma 
65. Di sisi lain si B, cantiknya 70 tapi pintarnya 90. Nah, ekonom 
tentunya milih-milih nih, mana yang paling ‘click’ di hatinya. Jadi 
jangan percaya sama ekonom gombal yang bilang “You’re the first and the 
only one”. Gombal! (kecuali saya, bolehlah kalian percaya :P). Otak 
rasional ekonom selalu lebih menonjol.
Masalahnya adalah bagaimana kasusnya jika sesama ekonom saling 
menikah? Mungkin anekdot yang paling dekat dengan kasus ini adalah 
anekdot yang ada dalam kuliah Game Theory, di mana di teori tersebut disebutkan 
bahwa “si A berasumsi bahwa si B berasumsi si A berasumsi si B itu 
bersikap rasional”. Jadi, mereka sesama ekonom ketika akhirnya memilih 
pasangan ekonomnya, sudah benar-benar sadar bahwa mereka telah melalui 
proses “teori-teori ekonomi yang kompleks”.
Resepsi Menikah 
Idealnya, ketika memutuskan menikah dan melakukan resepsi, sesama 
ekonom akan mengkonstrusikan bahwa acara resepsi perenikahan adalah 
bagian dari investasi jangka panjang keluarganya. Biasanya akan 
dihitung-hitung berapa nih biaya yang keluar dan pendapatan yang masuk 
dari acara resepsi pernikahan baik berupa uang tunai atau barang. Mereka
 akan menghitung, jika biaya resepsi Rp50 juta, maka at least pemasukan dari acara baik berupa amplop (uang) atau hadiah barang nilai sama dengan lebih dari Rp50juta. Hehehehehe…
Tapi jika sesama ekonom yang menikah sudah memiliki budget 
yang besar, maka mereka akan kembali memfokuskan pada “optimalisasi 
utilitas” terutama dari sisi yang tidak terlihat (intangible). Seperti 
kepuasan batin, membahagiakan orang tua, dan membahagiakan segenap 
keluarga dan teman-temannya dalam semua momentum yang tidak terlupakan: 
pernikahan (terus gue kapan dong nikah! :P).
Memulai Rumah Tangga
Biasanya hal paling krusial yang mereka akan bahas adalah apakah mereka 
berdua sama-sama masuk ke dalam pasar tenaga kerja, ataukah mereka 
melakukan pembagian tugas, sang Ayah bekerja dan sang Ibu di rumah 
sebagai Ibu rumah tangga, atau mungkin sebaliknya.
Sebagai seorang ekonom, idealnya mereka tidak akan merasa “hina” jika
 dikatakan bekerja di rumah. Ini yang mungkin dikenal dengan underground economic.
 Menyapu, mengepel, membersihkan rumah, memasak dan menyediakan makanan 
di rumah juga memiliki nilai ekonomi. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang 
tidak tercatat di dalam GDP, begitu kata dosen-dosen di ruang kuliah. 
Jadi pasti ada kos yang keluar dalam setiap kegiatan di rumah. Mungkin 
proxy-nya adalah dengan melihat besarnya upah pembantu rumah tangga 
(PRT). Jika biaya kegiatan di rumah Rp1juta sedangkan bekerja di pasar 
tenaga kerja bisa mendapatkan Rp5jt, jadi surplusnya adalah Rp4jt.
Masalahnya sekarang apakah nilai Rp4jt ini adalah lebih memuaskan 
ketimbang nilai kepuasan jika salah satu istri atau suaminya ada di 
rumah. Menjaga rumah, menyambut ketika pulang, melayani kepuasan lahir 
dan batin di waktu malam (jangan mikir jorok ya! :P) bisa jadi lebih 
bernilai dari Rp4jt. Nah, di sinilah seninya, jika sesama ekonom yang 
menikah, mereka akan benar-benar menghitung mana tingkat kepuasan yang 
paling optimal buat mereka berdua. Keputusan akan berkembang sampai 
mereka memiliki anak. Apakah anak mereka dirawat oleh Ibu atau Ayah? 
Atau mereka mempercayakan pada baby sister? Atau di rawat oleh 
kakek-nenek mereka? Sesama ekonom akan tetap menghitung-hitung mana yang
 paling optimal bagi kehidupan mereka.
Pembicaraan dalam Rumah Tangga
Mungkin saja terjadi dalam satu rumah tangga sesama ekonom mereka 
memiliki “kepercayaan” atas mahzab yang berbeda-beda. Misalnya yang satu
 klasik, yang satunya lagi Keynesian atau bahkan marxis. Hehehehe. Ini 
akan berpengaruh pada filosofi-filosofi pengambilan kebijakan rumah 
tangga. Misalkan, apakah pilihan anak harus diarahkan? Ataukah 
membebaskan anak memilih jalan hidupnya? Seorang Keynesian yang percaya 
pentingnya intervensi pemerintah, mungkin lebih suka jika anaknya di 
arahkan. Yang gawat jika pasangannya adalah seorang neo-klasik sejati, 
yang percaya bahwa peran pemerintah itu terbatas bagi sebuah negara, apalagi perekonomiannya. 
Maka, alih-alih membicarakan masa depan anaknya, mungkin mereka akan 
berdebat teoretis, empiris dan filosofis mana mahzab yang paling 
mendekati kebenaran dan kasus keluarganya. Terus si anak akan bengong jadi obat nyamuk dong?
Ini juga berpengaruh pada gaya mereka dalam mengatur keuangan rumah 
tangga. Seberapa besar defisit rumah tangga? Seorang Keynesian atau 
fiskalis mungkin lebih mencintai defisit anggaran yang tinggi agar 
perekonomian rumah tangga bisa berjalan dengan kencang. Seorang mahzab 
klasik atau monetaris lebih suka defisit anggaran yang rendah atau kalau
 bisa tidak ada sama sekali. Mereka lebih suka saving yang 
dipercaya sebagai faktor kunci pertumbuhan perekonomian rumah tangga 
dalam jangka panjang. Bisa dibayangkan di malam hari sebelum tidur, 
mereka akan berdiskusi masalah rumah tangga layaknya membicarakan 
perekonomian sebuah negara. “Mah kita harus banyak nabung..karena 
menurut teori pertumbuhan jangka panjang dari Sollow.. bla bla bla”. Kata si Pria. “Nggak Pah, menurut 
Keynes dalam kondisi perekonomian seperti ini kita harus memperbanyak 
konsumsi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi…”. Capek deh.. terus 
kapan dong senang-senanganya :P
Jika Mereka Akhirnya Menjadi Pejabat Ekonomi
Ini yang paling gawat. Bayangkan jika si Ayah adalah Gubernur BI dan 
si Ibu adalah Menteri Keuangan. Si Ayah di kantor berpikir keras 
bagaimana caranya agar harga stabil, kurs stabil dan inflasi stabil 
dengan kebijakan-kebijakan yang kontraksi, seperti menjaga jumlah uang 
beredar dan lain sebagainya. Si Ibu di kantor sedang merancang bagaimana
 anggaran dialirkan sempurna sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat
 dan secara keseluruhan meningkatkan pertumbuhan sebuah negara. Pokoknya
 segala kebijakan yang ekspansif.
Nah, sang ayah ingin kebijakan kontraktif, sedangkan si Ibu 
menginginkan kebijakan ekspansif. Maka pertengkaran di rumah adalah 
pertengkaran negara. Pertengkaran antara bank sentral dan pemerintah 
juga harus terjadi di atas ranjang. Mungkinkah itu akan terjadi?
Nothing Personal, It’s Just a Good Business  
Setiap rumah tangga, pasti akan mengalami prahara. Baik bersumber 
dari masalah ekonomi rumah tangga maupun pertengkaran kecil yang tidak 
penting. Dari sekian banyak penjelasan di atas yang seolah-olah 
“menyudutkan” pasangan sesama ekonom, mungkin bright side-nya adalah kebanyakan pertengkaran mereka mungkin saja pertengkaran “profesional”. Nothing Personal, It’s Just a Good Business. Hehehehe.
Setelah mereka bertengkar, mereka akan lebih cepat saling 
sayang-menyayangi kembali. Jadi kemungkinan pertengkaran sesama ekonom 
akan lebih cepat mereda karena mereka terbiasa berbeda pendapat sejak 
mereka sama-sama masih kuliah. Jadi, kemungkinan lagi, hubungan sesama 
ekonom akan lebih langgeng dan memiliki nilai kepuasan pernikahan yang 
lebih bertahan lama. Seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, “mereka 
sesama ekonom ketika akhirnya memilih pasangan ekonomnya, sudah 
benar-benar sadar bahwa mereka telah melalui proses ‘teori-teori ekonomi
 yang kompleks’, maka mereka akan sangat yakin dengan pilihan hidup 
mereka adalah pilihan hidup yang baik dan paling optimal dalam hidup 
mereka.
Nah, sudah tahu kan kalau menikah dengan ekonom itu banyak untungnya? Wkwkwkkwkw
8 September 2011
Tulisan spesial untuk Syarif dan Kiki. Bagaimanapun tulisan ini sedikit dilebay-lebaykan :P.

thanks gan, atas sharingnya ...
BalasHapusbisa menjadi motivasi bagi pasangan yang sesama ekonom