Kamis, 19 Mei 2011

Makna Rp2.000.000: Kemana Uang Saya?

Oleh: Hilmy B.

Pada tahun 1980-an sepeda motor dapat dibeli dengan harga Rp2.000.000 saja. Motor yang didapat pun sudah keren untuk ukuran zaman itu, Honda Astrea. Sekarang di tahun 2011 atau kira-kira 20 tahun kemudian jika anda pergi ke showroom sepeda motor dan membawa uang Rp2.000.000 untuk membeli motor, anda akan ditertawakan oleh SPG yang cantik-cantik itu, alih-alih memberikan sebuah sepeda motor terbaru, anda hanya akan diberikan sebuah sepeda tanpa motor. Ya benar, 20 tahun yang lalu Rp2.000.000 bisa dibelikan sepeda motor, sekarang dengan nominal yang sama anda hanya bisa membeli sepeda tanpa motor!

Kemanakah uang kita? Siapa yang mencuri uang kita? Bank? Atau pemerintah? Pada suatu malam, saya mengikuti kajian tentang ekonomi keluarga. Dalam kajian itu dibahas sedikit mengapa harga-harga barang kita naik. Si guru menjawab dengan jawaban yang sederhana namun bermakna, kita saat ini hidup di sistem ekonomi perbungaan (interest economy, maaf ini sih istilah saya sendiri). Dimana bunga bank itu tersebar dimana-mana. Misal anda meminjam uang dari bank sebesar Rp100, dan bank mengenakan bunga atas pinjaman anda sebesar 3%, maka di akhir pinjaman anda harus mengembalikan Rp100 ditambah Rp3 sebagai bunga pinjaman. Berarti jumlah uang yang tadinya Rp100 menjadi R103, terjadilah kenaikan jumlah uang beredar. Bayangkan jika ada 1.000 orang yang meminjam Rp100, maka jumlah uang beredar yang awalnya Rp100.000 naik menjadi Rp103.000. Karena jumlah uang beredar naik, maka ada pihak yang mampu untuk membeli barang konsumsi lebih banyak (ada pula yang tidak mampu membeli) yang pada akhirnya permintaan akan barang konsumsi naik. Sesuai hukum permintaan, jika permintaan naik maka harga akan naik. Secara singkat, alur kejadian di atas bisa disimpulkan sebagai berikut:

Ekonomi bunga->Jumlah uang beredar naik->Daya beli naik-->
Permintaan naik
-->Harga naik
Kenaikan harga ini akrab disebut dengan inflasi dalam literatur ekonomi. Apakah kenaikan harga ini yang menyebabkan uang anda dicuri? Oh jelas, pencurinya tidak lain adalah kenaikan harga atau adalah inflasi. Inflasi inilah yang menyebabkan anda ditertawakan oleh SPG cantik ketika datang ke showroom sepeda motor, karena anda ngotot bahwa Rp2.000.000 sudah bisa beli motor.

Izinkan saya memberi satu contoh lagi ya. Di awal tahun 2005, dengan uang Rp1000 saya bisa beli 4 biji gorengan yang besar-besar secara ukuran. Namun jika di tahun 2011 ini saya datang ke tukang gorengan dengan membawa Rp1000, yang saya dapatkan hanya 2 biji gorengan dengan kualitas ketebalan tempe yang tipiis. Ya betul, lagi-lagi inflasi yang menyebabkan saya tak sekenyang dulu jika makan gorengan!

Oh ya, dari alur kejadian di atas, saya letakkan “Ekonomi Bunga” sebagai pemicu dari kenaikan harga, kok bisa ya? Ya bisa, karena inti dari ekonomi bunga atau perekonomian yang digerakkan oleh bunga adalah anda harus menambah uang lebih dari yang anda pinjam. Saya kasih contoh terakhir ya, alkisah di sebuah negara hiduplah 3 orang, Doni, Adi, dan Jaka. Doni dan Adi adalah orang biasa dan Jaka adalah produsen barang. Suatu saat Doni butuh pinjaman Rp1.000.000 kepada Adi, namun Adi memberikan syarat bunga 5% kepada si Doni. Doni pun setuju dan diakhir periode, dia mengembalikan sebesar Rp1.050.000. Nah karena si Adi sekarang punya kelebihan Rp50.000, maka Adi bisa membeli barang lebih banyak kepada si Jaka. Karena Jaka tahu bahwa si Adi punya kelebihan uang, maka ia menaikkan harga barangnya. Adi tak masalah dengan kenaikan harga dan mampu membeli, maka secara keseluruhan harga barang di negara tersebut naik akibat jumlah uang beredar naik. Bagaimana dengan nasib Dono, ah sial sekali si Dono ini, sudahlah dia harus menambah Rp50.000 sebagai bunga pinjaman, ditambah lagi harga barang ikut naik. Inilah sistem ekonomi bunga yang saat ini berlangsung di seluruh dunia, adanya si kaya dan miskin menjadi sesuatu yang sangat lumrah bukan?

*Penulis adalah alumnus IE 2005 yang jadi pengusaha ngawur

hilmybram

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

1 Komentar:

Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...