Progo: 22 Jam penuh cerita
Anda pernah naik kereta api ekonomi? kereta api yang aku garis bawahi kereta mendapatkan subsidi negara atas operasionalnya. Ekonomi KRL atau antar kota antar propinsi? Bila anda pernah, wah anda nambah satu prasyarat disebut rakjat. Jika belum, anda rugi! Sebagai orang Indonesia, fenomena sosial-ekonomi di kereta ekonomi apapun jenisnya sungguh unik dan akan memberikan pedalaman kita tentang dinamika hidup rakjat ketjil. Ada dua kereta ekonomi yang menarik perhatian saya, pertama adalah kereta ST12 dan Progo.
ST12 adalah kepanjangan dari Sri Tanjung (Bayuwangi-Jogja) yang menghabiskan 12-14 jam perjalanan maka aku namakan ST12 dan Progo kereta jurusan Stasiun Lempuyangan (Jogja)-Stasiun Pasar Senen (Jakarta). Kali ini aku akan kita bahas Progo dulu. ST12 belakangan sahaja, baru nggak seneng yang melo-melo.hehe.
Progo setahu saya diambil dari nama sungai/kali yang mengalir di sepanjang Jogja, hingga ada nama kabupaten yang namanya Kulon Progo karena berada di barat Kali Progo. CMIIW. Kereta ini melewati beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Seperti Wates, Kebumen, Kroya, Purwokerto, Cirebon, Karawang, Bekasi, Jakarta. Kereta Progo berangkat dari Jogja pada pukul 16.45 dan diperkirakan (garis bawahi kata perkiraan) akan sampai di jakarta pukul 03.00.
Kereta ini berangkat balik dari stasiun Pasar Senen pada pukul 21.00. dan akan landing di lempuyangan pada pukul 07.00. Ketika dirata-rata maka perjalanan Anda dengan progo akan menghabiskan waktu 22 jam Pulang-Pergi. Lalu ada apa di balik 22 jam itu? Apa saja yang terjadi? Kenapa bisa Arumi tidak pulang-pulang ke rumah? Siapa juga sebenarnya Briptu Norman? Jawabannya ada di Progo Investigasi...
Supply and Demand
Sebagai informasi awal harga tiket progo cuma Rp35.000,00 sekali jalan. Murah kan?! Coba bandingkan dengan kelas bisnis (sekitar Rp130.000,00-Rp140.000,00) yang berarti hingga 4 kalinya dan nggak apple to apple bila dibandingkan dengan kereta eksekutif pada jurusan yang sama sekitar Rp270.000,00-Rp280,00 (8x jendral!). Kapasitas normal Progo sekitar 112 orang pergerbong.
Setahu saya dan karena tidak memperhitungkan detail sepertinya ada 8-10 gerbong. So, kapasitas sekali berangkat normal adalah antara 896-1120 orang. Tentu dalam kenyataannya akan lebih dari itu karena yang numpang bukan hanya orang tapi terkadang barang. Lalu siapa dan apa saja isi Progo?
Di Progo kita bisa melihat orang dengan ciri-ciri yang berbeda-beda dan ragam profesi. Meski begitu tetap saja secara mayoritas ditumpangi oleh masyarakat yang berpendapatan menengah ke bawah. Aku mengklasifikasikan mereka dalam 6 kelompok penumpang antara lain: (1) Penumpang Biasa; (2) Penumpang Merangkap Pedagang; (3) Penumpang PJKA; (4) Penumpang Jalan-Jalan; (5) Penumpang Gedongan yang Irit dan yang terakhir (6) Penumpang Nggakbayar.
Penumpang Pertama adalah Penumpang Biasa adalah penumpang yang biasa-biasa saja, nggak aneh-aneh dan penurut [ eniwei sebenarnya nggak perlu dimasukkan klasifikasi juga ya]. Lawannya tentu seperti yang dinyanyikan Afgan: Bukan Penumpang Biasa. Mereka termasuk 5 kelompok penumpang lainnya.
Penumpang kedua adalah Penumpang Merangkap Pedagang yaitu mereka yang menggunakan jasa Progo untuk mengantarkan barang dagangannya. Kadang penumpang kayak gini yang bikin kesel dan latihan kesabaran. Bagaimana tidak, dia sudah menguasai spot-spot tertentu sehingga mengambil space duduk buat orang lain. Seperti sudah reserve dulu yang lain tak boleh ganggu. Dan kadang tanpa wajah berdosa. Iyalah suka-suka guweh gituh loh, Lohhhh- Guwehhhh-End. Tempat hajat untuk orang banyakpun ikut dikapling,titip barang dagangannya di toilet adalah hal yang lumrah. Barang yang dibawa pun semacam beras, Jahe, Kunyit, kadang melon atau semangka, souvenir pernikahan (what!), nano-nano pokoknya. Memang bener-bener toilet di progo adalah toilet serbaguna. Bahkan untuk tempat tidur! Ngorok lagi! di dekat saya lagi! Ya Allah paringana sabar. Salahku juga sih pilih tempat duduk dekat toilet, pas itu memang baru apes dan esok harinya tepar masuk angin. Tapi tidak semua Penumpang Merangkap Pedagang jelek, mereka minta izin dulu, menaruh barang pada tempat yang bukan tempat duduk, masih behave-lah ya, biasanya mereka orang Jogja [hahaha promosi].
Lanjut. Penumpang ketiga yaitu Penumpang PJKA, Pulang Jum'at Kembali Ahad karena harus berangkat dai Jakarta/Jogja pada hari jumat dan kembali ahad karena kudu ngantor pada hari senin. Kalo boleh saya sebut mereka ini dengan Progo Frequent Traveller,ini taktik PT. KAI mencoba menyaingi Garuda Frequent Flyer [ngarang]. Progo, dengan melihat mereka seperti taman orang jatuh cinta dan memendam rindu. Iya, rindu akan keluarga pulalah yang membuat para PJKA ini mau secara rutin menumpang progo. Coba kalo nggak, mana mau. Ada yang seminggu sekali, ada yang 2 minggu sekali atau sebulan sekali. Biasanya mereka sudah cukup organized dalam menaiki progo, sudah pesan jauh-jauh hari jika dari jakarta. Tiket progo dari Jakarta bisa dipesan seminggu sebelum keberangkatan jadi jika mau pulang dari Jakarta, sejak sabtu sudah bisa kita pesan. Jika dari Jogja maka diutuslah orang tersayang untuk memesankan. Biasanya bisa Istri, teman atau keluarga,mereka antri di hari jumat pagi (hanya dapat dipesan mulai H-2 untuk Jogja) untuk mengantrikan. Mereka juga terkadang berombongan.
Dari berbagai dialog yang aku lakukan terlihat banyak diantara mereka yang sudah menjalani itu bertahun-tahun. Bapak-bapak yang sudah belasan tahun bahkan ada mbah-mbah yang hampir 25 tahun. Hitungan matematisnya dalam seminggu mereka berada di kereta selama 22 jam, hampir dalam seminggu mereka kehilangan satu hari, bagaimana jika dijumlahkan hingga bilangan tahun? Benar-benar wasting time, tapi logika wasting time kayak gitu nggak jalan untuk mereka yang sedang rindu. "Bagi suami, apalah yang nggak untuk istri" kata seorang istri teman yang rela mengantri tiket progo untuk suaminya tercinta di tiap hari Jumat. Rindu ternyata mahal harganya.
Penumpang keempat adalah Penumpang Jalan-jalan, biasanya adalah anak muda yang mau backpacking mau jalan-jalan baik ke Jakarta atau ke Jogja. Mau nonton Monas dan Dufan atau sebaliknya mau ke Prambanan, Kraton dan Malioboro. Atau ada yang datang untuk menjenguk keluarga di Jakarta, cucu yang baru lahir dan motif jalan-jalan lainnya. penumpang kelima saya sebut Penumpang Gedongan yang Irit, karena ada juga lho yang mereka itu cukup berkemampuan untuk membeli tiket pada bisnis dan eksekutif namun tetap Mrogo, dengan alasan lebih murah/irit. Uniknya, pada hari seninnya mereka ke jakarta naik pesawat! sungguh kombinasi yang menawan.Taktanggung-tanggung pegawai bank besar di Indonesia yang ingin ketemu pacarnya di Jogja, eksekutif di sebuah perusahaan otomotif yang ingin tilik keluarga, dan paspampres istana kepresidenan yang mau dolan.
Hal ini paradox dengan kisah teman kostku yang bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran. Dia berasal Wates, Kulon Progo, taklebih moderen dari Bantul. Aku cukup kagum dan terheran karena dia sudah fasih Gue-Eloh, seakan hilang ke-Wates-annya. Suatu kali bercerita pada temanku yang lain bahwa pulang ke Jogja dengan menggunakan pesawat Singa Terbang. Wow! pikirku . Bukannya aku merendahkan bekerja sebagai pelayan, hanya saja jika itung-itungan normal maka pendapatan teman saya ini kurang dari teman-teman saya yang PJKA tadi (dengan asumsi dia nggak dapet warisan tanah 1000 hektar atau orang tuanya pengusaha kaya tentunya). Transportasi tak hanya terkait pendapatan, ia juga terkait selera.
Penumpang keenam adalah Penumpang Nggakbayar, ini ini yang kebangetan. Mereka ini adalah penumpang yang tidak beli tiket dan nekat. Mereka biasanya cerdik dengan jalan-jalan berlawanan arah kondektur ketika dimintai tiket. Mereka lihai dalam hal kucing-kucingan. Pas lagi apes ya ketangkep, dan diturunkan stasiun selanjutnya. Ini yang aku sangat kasihan, Rp35.000,00 saja tidak membayar. Okay, sudah tahu gambaran awal wajah Progo kan?
[Bersambung: Tulisan pertama dari tiga tulisan] sumber gambar
Bantul, 8 Mei 2011
Saat mendengar HP berbunyi dan bergetar tanda masuknya SMS pun sudah cukup membuat hati berdegup kencang :)
*)Pernah menjadi asisten dari asisten wakil Presiden RI Boediono. Lagi nyari jodoh :p (klo mau profil yang bener nyusul yahhhh...)
Anda pernah naik kereta api ekonomi? kereta api yang aku garis bawahi kereta mendapatkan subsidi negara atas operasionalnya. Ekonomi KRL atau antar kota antar propinsi? Bila anda pernah, wah anda nambah satu prasyarat disebut rakjat. Jika belum, anda rugi! Sebagai orang Indonesia, fenomena sosial-ekonomi di kereta ekonomi apapun jenisnya sungguh unik dan akan memberikan pedalaman kita tentang dinamika hidup rakjat ketjil. Ada dua kereta ekonomi yang menarik perhatian saya, pertama adalah kereta ST12 dan Progo.
ST12 adalah kepanjangan dari Sri Tanjung (Bayuwangi-Jogja) yang menghabiskan 12-14 jam perjalanan maka aku namakan ST12 dan Progo kereta jurusan Stasiun Lempuyangan (Jogja)-Stasiun Pasar Senen (Jakarta). Kali ini aku akan kita bahas Progo dulu. ST12 belakangan sahaja, baru nggak seneng yang melo-melo.hehe.
Progo setahu saya diambil dari nama sungai/kali yang mengalir di sepanjang Jogja, hingga ada nama kabupaten yang namanya Kulon Progo karena berada di barat Kali Progo. CMIIW. Kereta ini melewati beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Seperti Wates, Kebumen, Kroya, Purwokerto, Cirebon, Karawang, Bekasi, Jakarta. Kereta Progo berangkat dari Jogja pada pukul 16.45 dan diperkirakan (garis bawahi kata perkiraan) akan sampai di jakarta pukul 03.00.
Kereta ini berangkat balik dari stasiun Pasar Senen pada pukul 21.00. dan akan landing di lempuyangan pada pukul 07.00. Ketika dirata-rata maka perjalanan Anda dengan progo akan menghabiskan waktu 22 jam Pulang-Pergi. Lalu ada apa di balik 22 jam itu? Apa saja yang terjadi? Kenapa bisa Arumi tidak pulang-pulang ke rumah? Siapa juga sebenarnya Briptu Norman? Jawabannya ada di Progo Investigasi...
Supply and Demand
Sebagai informasi awal harga tiket progo cuma Rp35.000,00 sekali jalan. Murah kan?! Coba bandingkan dengan kelas bisnis (sekitar Rp130.000,00-Rp140.000,00) yang berarti hingga 4 kalinya dan nggak apple to apple bila dibandingkan dengan kereta eksekutif pada jurusan yang sama sekitar Rp270.000,00-Rp280,00 (8x jendral!). Kapasitas normal Progo sekitar 112 orang pergerbong.
Setahu saya dan karena tidak memperhitungkan detail sepertinya ada 8-10 gerbong. So, kapasitas sekali berangkat normal adalah antara 896-1120 orang. Tentu dalam kenyataannya akan lebih dari itu karena yang numpang bukan hanya orang tapi terkadang barang. Lalu siapa dan apa saja isi Progo?
Di Progo kita bisa melihat orang dengan ciri-ciri yang berbeda-beda dan ragam profesi. Meski begitu tetap saja secara mayoritas ditumpangi oleh masyarakat yang berpendapatan menengah ke bawah. Aku mengklasifikasikan mereka dalam 6 kelompok penumpang antara lain: (1) Penumpang Biasa; (2) Penumpang Merangkap Pedagang; (3) Penumpang PJKA; (4) Penumpang Jalan-Jalan; (5) Penumpang Gedongan yang Irit dan yang terakhir (6) Penumpang Nggakbayar.
Penumpang Pertama adalah Penumpang Biasa adalah penumpang yang biasa-biasa saja, nggak aneh-aneh dan penurut [ eniwei sebenarnya nggak perlu dimasukkan klasifikasi juga ya]. Lawannya tentu seperti yang dinyanyikan Afgan: Bukan Penumpang Biasa. Mereka termasuk 5 kelompok penumpang lainnya.
Penumpang kedua adalah Penumpang Merangkap Pedagang yaitu mereka yang menggunakan jasa Progo untuk mengantarkan barang dagangannya. Kadang penumpang kayak gini yang bikin kesel dan latihan kesabaran. Bagaimana tidak, dia sudah menguasai spot-spot tertentu sehingga mengambil space duduk buat orang lain. Seperti sudah reserve dulu yang lain tak boleh ganggu. Dan kadang tanpa wajah berdosa. Iyalah suka-suka guweh gituh loh, Lohhhh- Guwehhhh-End. Tempat hajat untuk orang banyakpun ikut dikapling,titip barang dagangannya di toilet adalah hal yang lumrah. Barang yang dibawa pun semacam beras, Jahe, Kunyit, kadang melon atau semangka, souvenir pernikahan (what!), nano-nano pokoknya. Memang bener-bener toilet di progo adalah toilet serbaguna. Bahkan untuk tempat tidur! Ngorok lagi! di dekat saya lagi! Ya Allah paringana sabar. Salahku juga sih pilih tempat duduk dekat toilet, pas itu memang baru apes dan esok harinya tepar masuk angin. Tapi tidak semua Penumpang Merangkap Pedagang jelek, mereka minta izin dulu, menaruh barang pada tempat yang bukan tempat duduk, masih behave-lah ya, biasanya mereka orang Jogja [hahaha promosi].
Lanjut. Penumpang ketiga yaitu Penumpang PJKA, Pulang Jum'at Kembali Ahad karena harus berangkat dai Jakarta/Jogja pada hari jumat dan kembali ahad karena kudu ngantor pada hari senin. Kalo boleh saya sebut mereka ini dengan Progo Frequent Traveller,ini taktik PT. KAI mencoba menyaingi Garuda Frequent Flyer [ngarang]. Progo, dengan melihat mereka seperti taman orang jatuh cinta dan memendam rindu. Iya, rindu akan keluarga pulalah yang membuat para PJKA ini mau secara rutin menumpang progo. Coba kalo nggak, mana mau. Ada yang seminggu sekali, ada yang 2 minggu sekali atau sebulan sekali. Biasanya mereka sudah cukup organized dalam menaiki progo, sudah pesan jauh-jauh hari jika dari jakarta. Tiket progo dari Jakarta bisa dipesan seminggu sebelum keberangkatan jadi jika mau pulang dari Jakarta, sejak sabtu sudah bisa kita pesan. Jika dari Jogja maka diutuslah orang tersayang untuk memesankan. Biasanya bisa Istri, teman atau keluarga,mereka antri di hari jumat pagi (hanya dapat dipesan mulai H-2 untuk Jogja) untuk mengantrikan. Mereka juga terkadang berombongan.
Dari berbagai dialog yang aku lakukan terlihat banyak diantara mereka yang sudah menjalani itu bertahun-tahun. Bapak-bapak yang sudah belasan tahun bahkan ada mbah-mbah yang hampir 25 tahun. Hitungan matematisnya dalam seminggu mereka berada di kereta selama 22 jam, hampir dalam seminggu mereka kehilangan satu hari, bagaimana jika dijumlahkan hingga bilangan tahun? Benar-benar wasting time, tapi logika wasting time kayak gitu nggak jalan untuk mereka yang sedang rindu. "Bagi suami, apalah yang nggak untuk istri" kata seorang istri teman yang rela mengantri tiket progo untuk suaminya tercinta di tiap hari Jumat. Rindu ternyata mahal harganya.
Penumpang keempat adalah Penumpang Jalan-jalan, biasanya adalah anak muda yang mau backpacking mau jalan-jalan baik ke Jakarta atau ke Jogja. Mau nonton Monas dan Dufan atau sebaliknya mau ke Prambanan, Kraton dan Malioboro. Atau ada yang datang untuk menjenguk keluarga di Jakarta, cucu yang baru lahir dan motif jalan-jalan lainnya. penumpang kelima saya sebut Penumpang Gedongan yang Irit, karena ada juga lho yang mereka itu cukup berkemampuan untuk membeli tiket pada bisnis dan eksekutif namun tetap Mrogo, dengan alasan lebih murah/irit. Uniknya, pada hari seninnya mereka ke jakarta naik pesawat! sungguh kombinasi yang menawan.Taktanggung-tanggung pegawai bank besar di Indonesia yang ingin ketemu pacarnya di Jogja, eksekutif di sebuah perusahaan otomotif yang ingin tilik keluarga, dan paspampres istana kepresidenan yang mau dolan.
Hal ini paradox dengan kisah teman kostku yang bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran. Dia berasal Wates, Kulon Progo, taklebih moderen dari Bantul. Aku cukup kagum dan terheran karena dia sudah fasih Gue-Eloh, seakan hilang ke-Wates-annya. Suatu kali bercerita pada temanku yang lain bahwa pulang ke Jogja dengan menggunakan pesawat Singa Terbang. Wow! pikirku . Bukannya aku merendahkan bekerja sebagai pelayan, hanya saja jika itung-itungan normal maka pendapatan teman saya ini kurang dari teman-teman saya yang PJKA tadi (dengan asumsi dia nggak dapet warisan tanah 1000 hektar atau orang tuanya pengusaha kaya tentunya). Transportasi tak hanya terkait pendapatan, ia juga terkait selera.
Penumpang keenam adalah Penumpang Nggakbayar, ini ini yang kebangetan. Mereka ini adalah penumpang yang tidak beli tiket dan nekat. Mereka biasanya cerdik dengan jalan-jalan berlawanan arah kondektur ketika dimintai tiket. Mereka lihai dalam hal kucing-kucingan. Pas lagi apes ya ketangkep, dan diturunkan stasiun selanjutnya. Ini yang aku sangat kasihan, Rp35.000,00 saja tidak membayar. Okay, sudah tahu gambaran awal wajah Progo kan?
[Bersambung: Tulisan pertama dari tiga tulisan] sumber gambar
Bantul, 8 Mei 2011
Saat mendengar HP berbunyi dan bergetar tanda masuknya SMS pun sudah cukup membuat hati berdegup kencang :)
*)Pernah menjadi asisten dari asisten wakil Presiden RI Boediono. Lagi nyari jodoh :p (klo mau profil yang bener nyusul yahhhh...)
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...