Senin, 19 September 2011

Memperkuat Nasionalisme Ekonomi

Oleh: A.P. Edi Atmaja*

BERLAKUNYA Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN dan China (ASEAN-China Free Trade Agreement/ACFTA) terhitung sejak 1 Januari 2010 rupanya memberi dampak kerugian bagi produk dalam negeri. Pengusaha domestik kalang-kabut lantaran belum siap menghadapi terpaan produk-produk dari China.

Secara umum, pengusaha-pengusaha kita, baik di sektor kecil, menengah, maupun besar, mengeluhkan kekurangsigapan pemerintah dalam menyediakan instrumen yang mendukung persaingan setara di antara kedua negara. Produk-produk China acapkali lebih berhasil merebut pasar dalam negeri lewat produk-produk yang lebih ramah kantong, variatif, dan mendominasi nyaris di setiap lini, mulai dari barang elektronik, tekstil, makanan, permebelan, mainan anak-anak, dan sebagainya.

Kita tidak bisa dengan begitu saja mengatakan bahwa pemerintah sematalah yang mesti bertanggung jawab atas “kekalahan” produk kita di negeri sendiri. Kendati kita tidak menafikan peran pemerintah yang seharusnya dominan dalam memberikan proteksi terhadap produk domestik.

Sebagai contoh, pemerintah, dalam upaya melakukan pengamanan pasar dalam negeri, antara lain telah mengoptimalkan Standar Nasional Indonesia (SNI), melakukan labelisasi bahasa Indonesia, mengoptimalkan proses antidumping/safeguard/countervailing duty, dan meningkatkan pengawasan di pelabuhan impor dan penyelundupan barang impor.

Namun demikian, kita sebagai konsumen pun mestinya turut memberi andil, dengan memperbesar kecintaan pada produk bikinan negeri sendiri. Itu yang sejatinya kurang tampak pada bangsa kita. Kita, dibandingkan bangsa lain, dikatakan sebagai bangsa konsumtif. Kita memiliki kadar konsumerisme yang sangat tinggi, yang membuat beberapa perusahaan asing—pabrikan telepon genggam Nokia, misalnya—memilih melakukan uji-coba produk penjualan perdananya di sini. Setidak-tidaknya, itu menandakan bahwa negara ini merupakan pangsa pasar menggiurkan buat pengusaha dan perusahaan manapun.
Namun, mengapa yang kini terjadi justru pengusaha domestik kalah bersaing dengan asing di kandangnya sendiri? Mengapa masyarakat lebih tertarik produk asing ketimbang produk sendiri?

Inilah saatnya program “Aku Cinta Produk Indonesia” digalakkan kembali. Kunci kemakmuran bangsa dan kemaksimalan pasar dalam negeri ada di tangan kita sendiri. Kita mesti memperkuat nasionalisme ekonomi dengan lebih mengutamakan produk-produk dalam negeri.

*) Penulis adalah Bekas Pimpinan Redaksi LPM Gema Keadilan,Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Pencerahan

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...