Selasa, 24 Januari 2012

Ketika Nasi Begitu Menyeramkannya



Saya tak menyangka nasi sebegitu menyeramkannya. Kesimpulan ini saya ambil setelah saya membaca artikel tentang dunia perberasan kita dan wawancara vivanews dengan Menteri Perdagangan kita, Gita Wiryawan. Sedang berbicara tentang Toefl PNS kementrian yang dipimpinnya yang sempet bikin heboh orang-orang (terutama orang-orang DPR yang tersindir), Gita tiba-tiba mengingatkan wartawan tentang kondisi beras kita.
Gita memang bukanlah Menteri Pertanian. Bukan pula anak seorang petani. Tapi pemikirannya tentang beras dan petani sungguh sangat menarik buat saya. Sebenarnya pemikirannya adalah hal yang sangat klasik, sebuah pemikiran yang sebenarnya sudah didengung-dengungkan sejak dulu. Tapi entah mengapa dulu begitu hambar di telinga saya. Tapi mendengar langsung dari Gita, saya jadi berpikir. Inti dari idenya hanyalah diversifikasi pangan, namun kali ini terdengar berbeda. Berikut saripati dari wawancara tersebut yang sudah saya ramu dengan “kegoblokan” saya.
Bicara pangan, pasti bicara produksi. Bicara produksi, mentok lah kita. Hanya ada dua upaya untuk meningkatkan produksi kita, intensifikasi dan ekstensifikasi. Ekstensifikasi hanyalah angan-angan, bukannya bertambah, malah berkurang. Intensifikasi terkendala dengan beberapa, pasokan pupuk macet, minimnya tenaga kerja (sapa yang mau jadi petani hayo?), litbang pembibitan yang angin-anginan, dll. Intinya banyak hal yang kompleks dan komprehensif yang harus dilakukan untuk mengatasi hal ini.
Masalah produksi ini merembet ke masalah impor beras yang selalu ramai untuk dibicarakan. Kok bisa?ya iyalah, masa ya iya dong. Pertumbuhan produksi yang rendah beradu dengan tingkat konsumsi yang sangat sulit dikendalikan membuat pemerintah mengambil keputusan kontroversial ini. Semua pengamat dan pemerintah ramai berdebat kusir: sebenernya cukup tidak sih ni beras produksi dalam negeri?si pengamat bilang cukup, si pemerintah bilang kagak.
Nah, yang membuat saya tertarik dari Bung Gita ini adalah beliau mencoba keluar dari debat kusir ini dengan memberikan fakta yang membuat saya cengo. Pertama, Gita menyuruh kita berkaca pada data WHO, kok WHO, beras kan FAO (ini yang saya sebut out of the box). Negara kita ini Negara dengan penduduk penderita diabetes nomor 4 terbanyak di dunia. Karena apa? Konsumsi gulanya luar biasa. Konsumsi karbohidratnya luar biasa.
Kedua, sadar ga sadar ternyata perut anda itu terisi beras rata-rata 139 kg/kapita/tahun alias 11,58 kg/kapita/tahun alias 386 gr/kapita/hari. Bandingkan dengan Thailand atau Malaysia yang hanya 60kg beras/kapita/tahun. Angka ini yang membuat konsumsi beras nasional kita mencapai 33 juta ton beras per tahunnya.
Ketiga, jumlah konsumsi ini yang, terlepas dari adanya mafia impor atau tidak, nyatanya membuat kita harus impor beras senilai 15 Trilyun Rupiah per tahun karena mengimpor beras sebanyak 3 juta ton. Andaikata kita mampu mengurangi konsumsi beras sampai 40 kg per orang per tahun maka kita bisa menghemat beras sebesar 10 juta ton. Jadi kita malah bisa ekspor beras sebesar 7 juta ton per tahun.
Keempat, terkait protein. Kebalikan dengan beras, asupan protein kita hanya 2,1 kg per orang per tahun. Tak sebanding dengan Thailand yang mencapai 40 kg per orang per tahun. Berkurangnya konsumsi beras akan membuat pemerintah bisa memberikan subsidi yang lebih besar bagi sektor peternakan, perikanan dan tanaman palawija, sumber protein. Saya bukan dokter, tapi saya tahu yang membuat pintar itu protein, bukan karbohidrat.
Kelima, daripada ngikutin saran Pandji yang artis itu agar petani Indonesia menanam ganja karena harganya tinggi, dengan berkurangnya konsumsi beras maka petani agak bisa lebih sejahtera. Kok bisa?lah iya wong petaninya nemu tambang emas.hehe.sebenernya saya ga tau logika ekonomi benerannya. Tapi ini hanya practice saya ketika dulu pernah bertani dan beternak. Marjin petani beras itu sedikit sekali, sudah begitu panennya 3 bulan sekali. Belum lagi factor cuaca yang tak bisa dilawan. Mau cari sampingan, tapi terkendala keterbatasan modal. Dengan berkurangnya konsumsi beras akan diikuti dengan meningkatnya produksi tanaman alternative yang artinya petani akan memiliki portofolio tanaman. Ingat teori investasi?don’t put eggs in one basket. Sama saja. Dengan menanam beras saja, mereka bisa cilaka. Pasar tanaman alternatif nanti akan berkembang, sehingga petani punya pilihan tanaman. Dana subsidi pertanian karbohidrat pun bisa berkurang dan dialihkan ke subsidi protein. Surplus beras pun dapat kita gunakan untuk ekspor. Entahlah yang kelima ini hanya di bayangan saya saja.
Yang jelas atas fakta ini semua saya berpikir tentang ketahanan perberasan kita. Ngeri saya ketika mengetahui fakta-fakta mencengangkan ini. Dan semenjak itu saya pribadi bersumpah untuk mengurangi konsumsi beras saya. Kalau Gadjah Mada bersumpah Palapa, maka si 2012 ini saya akan bersumpah beras. Saya akan mengurangi konsumsi beras saya untuk satu kali makan. Misal, saya akan makan siang tanpa nasi. Yang jelas, ini akan baik untuk badan saya dan moga dengan ini petani kita bisa makin sejahtera.
Asal jangan mensubstitusi beras ada dengan makanan impor,,,sama aja boong bos.

Priyo Pamungkas

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

1 Komentar:

  1. Golongan darah anda O ya? | Kok tau? | Abis kamu serankan rendah karbo dan tinggi protein sih...hehehe

    Saya juga ikutan Den Mas ah, ini bagus tuk membantu negara kita.

    Jadinya kan saya membantu negara (mengurangi makan beras) dan membantu dunia (menjadi vegetarian)....komplit deh

    BalasHapus

Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...