Akhirnya, saya dan rekan sekerja bisa liburan awal tahun (org2 mah akhir tahun :P). Kali ini kami berkesempatan berkunjung ke dua kota, Solo dan Yogyakarta. Sekitar pukul 5.30 WIS (Waktu Indonesia Bagian Solo), saya dan rombongan tiba di stasiun Solo Balapan. Dengan mata yang masih sembap karena tak bisa tidur meski naik Argo Lawu (dasar ndeso!), kami sudah ditunggu oleh supir mobil travel untuk kemudian bersiap menuju Grojogan Sewu, Tawangmangu. Berhubung masih pagi dan perut sudah keroncongan, kami memutuskan untuk sarapan di Soto Seger Mbok Giyem (recommended sob!) sebelum berangkat ke tempat tujuan.
Di perjalanan menuju Tawangmangu, saya dan rekan “memergoki” sebuah mobil hitam bertipe SUV dengan plat AD 1 A. Kami pun “mengabadikan” momen berharga tersebut lewat ponsel teman dan fotonya langsung diupload ke Twitter (ndeso kabeh :D). Well, mobil apa sih itu? Ya, saya memang akan bicara tentang sebuah mobil yang sedang happening banget di Indonesia: Esemka! Saking happeningnya, pasca Jokowi (Walikota Solo) menjadikan mobil tersebut sebagai kendaraan dinasnya, kembaran saya Afgan (ngayal :p) pun ikut-ikutan ingin membeli mobil tersebut. Sepulang dari Solo, saya pun termenung bagaimana bisa sebuah mobil Esemka “diciptakan” oleh sekumpulan anak SMK (Sekolah Menengah Kejuruan)? Apa sich kehebatan anak-anak SMK sampai-sampai produk mereka sekarang menjadi buah bibir di kalangan masyarakat? Sebuah artikel “oleh-oleh” dari saya tentang kekuatan SMK yang mampu menunjukkan kontribusinya bagi pembangunan ekonomi Indonesia.
Serba-Serbi SMK: Dari Pasukan Tawuran Hingga Kumpulan Engineer Muda Pilihan
Jujur, saya membuat sub judul ini bukan bermaksud untuk menjelekkan nama SMK, sama sekali tidak. Waktu saya masih SD di daerah Lebak Bulus, tempat tinggal saya berada cukup dekat dengan sebuah SMK (nama sekolah dirahasiakan). Nah, kebetulan sebagian siswa di SMK tersebut punya “hobi” tawuran dengan sesama pelajar SMK/SMA lainnya. Selain itu, pada era 1999-2000an pemberitaan tentang tawuran antar sekolah biasanya didominasi anak-anak SMK atau dahulu biasa disebut Sekolah Teknik Mesin (STM). Itulah mengapa citra SMK atau STM dahulu terkesan negatif di mata masyarakat.
Sudahlah, yang lalu biarkan berlalu. Saatnya kita melihat SMK sebagai wajah baru yang mampu mencerahkan bangsa. Berdasarkan Data Pokok SMK Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Kementerian Pendidikan Nasional per Desember 2011, jumlah SMK baik negeri maupun swasta yang tersebar di 33 propinsi di Indonesia saat ini adalah 9875 sekolah. Jika dipecah lagi menurut keahliannya, SMK di Indonesia memiliki enam bidang keahlian yaitu teknologi dan rekayasa; teknologi informasi dan komunikasi; kesehatan; seni, kerajinan dan pariwisata; agribisnis dan agroindustri; bisnis dan manajemen.
Dilihat dari kacamata potensi, jumlah SMK didukung dengan ragam keahlian yang dimiliki menjadi potensi SDM yang tidak bisa diremehkan. Hal ini sangatlah beralasan mengingat porsi kurikulum yang diterapkan di SMK 70% bersifat praktik lapangan dan 30%-nya adalah pemberian teori di kelas. Namun jika dilihat dari jumlah siswa, jumlah siswa SMK saat ini berjumlah 849.196 orang dimana jumlah tersebut masih kalah dibandingkan dengan siswa SMA/MA yang mencapai 1.346.853 orang. Masih sedikitnya jumlah pelajar yang tertarik melanjutkan pendidikannya di SMK disebabkan oleh beberapa hal yaitu Sekolah Menengah Atas masih menjadi pilihan utama para siswa, masih adanya anggapan bahwa pelajar SMK tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, orientasi para siswa pasca bersekolah di SMK yang pada umumnya ingin langsung mendapat pekerjaan dan stigma negatif bahwa siswa SMK sebagai biang tawuran terlanjur melekat di masyarakat. Hal-hal tersebut menjadi pekerjaan rumah yang berat namun sangat mungkin diselesaikan jika ada kesungguhan dan upaya efektif dari pihak-pihak yang terkait. Upaya pertama yang perlu dilakukan adalah “memulihkan” nama baik SMK agar para siswa sekolah menengah pertama tertarik melanjutkan pendidikannya di SMK. Lalu, bagaimana caranya?
Mobil Esemka: Sebuah Getuk Tular Yang “Menular”
Ketika menulis bagian ini, saya jadi teringat iklan layanan masyarakat tentang SMK yang dibintangi oleh om Tantowi Yahya dan Dewi Yull beserta anaknya di sinetron Kiamat Sudah Dekat. Di iklan tersebut ditampilkan “perdebatan” kakak-adik di depan ibunya (Dewi Yull) tentang bersekolah di SMK. Si adik (lupa namanya) bersikeras meyakinkan sang kakaknya (yang ini juga lupa namanya :p) bahwa melanjutkan SMK juga berpeluang mencerahkan masa depannya. Kebetulan sang adik ingin mengambil jurusan elektronika di sebuah SMK dan pilihan tersebut menjadi bahan olok-olokan si kakak dengan redaksi kurang lebih seperti ini: ”Ngapain belajar di SMK? Paling-paling abis lulus cuma jadi montir ?!!”.
Dengan santai, sang adik mengatakan bahwa tetangganya yang dahulu bersekolah di SMK sekarang sudah menjadi manajer dari sebuah perusahaan dan dia juga menguatkan bahwa setelah bersekolah di SMK dia dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Alhasil, si kakak dengan gengsi yang masih terpasang di wajah mengakui “kekalahannya” dan sang adik pun berhasil “memenangkan” hati si kakak. Di akhir pariwara, om Tantowi Yahya dengan gaya khasnya mengatakan kalau lulusan SMK selain cerdas tapi juga terampil diikuti sederet kalimat yang berisi pesan bahwa bersekolah di SMK menjanjikan masa depan cerah. Namun keefektifan iklan tersebut masih perlu kita buktikan. Saya pribadi terkadang menilai iklan layanan masyarakat yang dibuat oleh pemerintah cenderung normatif dan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Contoh saja, alih-alih buat iklan 100% cinta produk Indonesia, eh produk impor semakin membanjir di pasaran tanpa diimbangi penguatan dan perlindungan pada produk domestik yang memadai (tanya kenapa?).
Terus apakah semua upaya pemerintah selalu terkesan “begitu-begitu saja”? Tentu tidak. Seorang garda depan pemerintah daerah Solo berani menggebrak dengan upaya konkret: memakai mobil karya putra daerahnya sendiri yang bersekolah di SMK sebagai kendaraan dinas! Siapa dia? Ya, dia adalah Joko Widodo atau yang beken disapa Jokowi. Walikota Solo yang satu ini tengah menjadi buah bibir di masyarakat karena kesederhanaan dan inovasinya yang menyegarkan guna mewujudkan kota Solo menjadi kota yang tertata dan berbudaya. Menurut saya, inilah langkah nyata pemerintah guna mendukung dua hal penting yaitu karya anak negeri dan promosi SMK tanpa perlu embel-embel iklan layanan masyarakat. Pribadi Jokowi yang sederhana namun cerdas menggagas dan keunggulan mobil Esemka yang dibuat oleh siswa-siswa SMK di Solo berhasil membentuk kolaborasi yang apik dan mampu memberi dampak yang luas. Mobil Esemka buatan SMK Solo segera menjadi primadona pemberitaan di berbagai media, disukai tua dan muda, pejabat bahkan artis. Bahkan Dahlan Iskan, Menteri Negara BUMN, di dalam blognya mengatakan bahwa M. Nuh perlu berterima kasih kepada Jokowi karena telah berhasil “mempromosikan” program kerjanya di Kemdikbud. Mobil Esemka dan Jokowi kini menjadi sebuah getuk tular yang berhasil “menularkan” semangat berkarya di kalangan siswa SMK dan sekaligus membuktikan bahwa bersekolah di SMK mampu mewujudkan karir yang menjanjikan bagi para siswanya di masa yang akan datang. Tiba-tiba terlintas sebuah postulat marketing di lintasan pikiran saya yang terinspirasi dari kisah Jokowi & Esemka: Pakai Dulu Baru Pasarkan!
Jokowi VS Dahlan Iskan: Dua Pandangan, Satu Dukungan
Sebuah fenomena tentu tidak akan lepas dari kontroversi. Mobil Esemka menjadi topik “seksi” yang tidak hanya dipuji namun juga menuai caci. Ketika Jokowi memutuskan mobil Esemka menjadi kendaraan dinasnya, hal tersebut sempat membuat Walikota Semarang, Soemarmo meradang. Menurutnya, upaya Jokowi ketika menggunakan mobil Esemka hanya sebuah upaya cari perhatian agar dirinya semakin populer. Bahkan dia mengatakan tidak akan menggunakan mobil Esemka karena tidak ingin disebut cari perhatian. Orang no. 1 di kota Semarang ini “tidak rela” jika kepopuleran mobil Esemka mengalahkan mobil SMK 7 dan SMKN 1 Semarang. Di sebuah artikel online beliau mengatakan: ”Saya kira di Jateng tidak ada yang melebihi SMK 7 dan SMKN 1. Belum dilaunching sudah kedisikan sik (kedahuluan).”
Saya tidak ingin membahas kritikan kelas teri macam itu (ups, sorry pak). Dari sekian banyak pemberitaan yang berkembang, berita tentang pendapat Dahlan Iskan terhadap mobil Esemka dan pernyataan balik Jokowi atas pendapat Dahlan Iskan menarik perhatian saya. Saya sempat kecewa dengan tanggapan awal pak DI yang menyatakan bahwa mobil Esemka hanya sebuah pembelajaran bagi murid-murid SMK, bukan ditujukan untuk industri. Agar jelas, saya coba searching di belantara Google untuk memahami maksud pernyataan beliau. Di artikel “Jangan Paksa Tiba-Tiba Makrifat”, mantan Dirut PLN ini menjelaskan secara gamblang makna di balik pernyataannya tersebut.
Dia menegaskan bahwa Esemka harus dipahami secara berbeda dengan mobil-mobil lain yang sudah lebih dulu diproduksi massal. Bos jaringan JPNN (Jawa Pos News Network) ini juga menambahkan bahwa untuk menggarap industri mobil nasional diperlukan pembangunan pabrik yang memadai diikuti dengan production line yang serius. Terkait tanggapan Pak Dis (Dahlan Iskan), Jokowi punya jawabannya sendiri. Pria yang dipilih kembali menjadi Walikota Solo tanpa mencalonkan diri ini mengatakan bahwa pernyataan Dahlan Iskan hanya salah persepsi saja.
Menurut Jokowi, mobil Esemka memang dijadikan sebagai media pembelajaran namun tidak menutup kemungkinan hasil produksi para siswa itu diproduksi secara massal. Dia juga menambahkan bahwa mobil Kiat Esemka yang dibuat oleh siswa SMKN 2 Surakarta akan diproduksi PT Solo Manufaktur Kreasi setelah mobil tersebut melengkapi izin dari pihak terkait. Meski berbeda pandangan, dua tokoh yang saat ini digadang-gadang sebagai calon presiden RI 2014 ini memiliki satu apresiasi yang sama: mobil Esemka adalah karya yang bagus dan membanggakan! Bagaimana tidak, SMK yang selama ini dikenal sebagai biang tawuran kini berubah menjadi menjadi “Pabrik SDM” yang berkualitas dan siap terjun ke industri. Menurut kabar terbaru, sebanyak 23 SMK di Indonesia sudah ditunjuk oleh Kementerian Pendidikan melalui produsen otomotif PT Autocar untuk merakit komponen kendaraan Kiat Esemka (antaranews, 2012). Untuk tahun 2012, jumlah mobil Esemka yang siap diproduksi mencapai 500 unit. Semoga sukses sob!
Akhir kata, semoga citra buruk SMK yang buruk di masa lalu dapat berubah menjadi lebih baik. Kolaborasi kompak antara sesama SMK, dukungan “nyata” pemerintah dan tentu saja kita sebagai konsumen dapat menjadikan SMK menjadi salah satu mesin ekonomi Indonesia tangguh.
SMK = Semangat Membuat Keonaran (dahulu)
SMK = Semangat Membangun Karya (sekarang)
Amin :-).
Artikel referensi:
-http://news.okezone.com/read/2012/01/17/340/558698/jokowi-saya-marah-kalau-esemka-dijelek-jelekkan
-http://news.okezone.com/read/2012/01/15/340/557453/soal-mobil-esemka-jokowi-dahlan-iskan-belum-tahu
-http://dahlaniskan.wordpress.com/2012/01/16/jangan-paksa-tiba-tiba-makrifat/
-http://otomotif.antaranews.com/news/1326596161/mesin-kiat-esemka-solo-disuplai-smk-bekasi
-http://news.okezone.com/read/2012/01/13/340/556810/dahlan-iskan-esemka-mobil-pembelajaran-bukan-industri
-http://www.mediaindonesia.com/read/2012/01/01/289414/289/101/Wali-Kota-Semarang-Nilai-Pengguna-Mobil-Esemka-Cari-Perhatian
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...