Senin, 15 April 2013

Buku Bodo


Oleh: Dyah Restyani


Bertemu dengan orang baru, seringkali menjadi pengalaman menyenangkan tersendiri. Karena selain bertatap muka dengan wajah baru, kita juga bisa mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru. Di acara Belajar Metodologi Penelitian Bareng DR_Consulting dan MIB yang diadakan Ahad 3 Maret 2013 lalu, saya berkesempatan mendapatkan pengetahuan baru dari salah seorang peserta kegiatan. Pengetahuan baru tersebut tidak ada tertulis di buku-buku, sebab hanya diperoleh melalui pendekatan kultural.

Namanya B, seorang alumni jurusan Akuntansi dari salah satu universitas di Makassar. Dia orang Maluku asli. Asalnya dari Maluku Tenggara, tidak jauh dari Kota Tual katanya. Dia cukup banyak bercerita tentang Maluku, sebuah wilayah yang saya sendiri belum pernah menginjakkan kaki di sana, tahunya cuman dari peta di atlas saja. Hehhee.

Dia bercerita tentang bagaimana keadaan transportasi di sana. Di Maluku, orang-orang dominan menggunakan sarana transportasi laut, dibandingkan dengan transportasi umum darat semacam angkot. Hal itu wajar karena memang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau kecil.

Satu hal menarik yaitu ketika dia sedang asik bercerita, berkali-kali hp nya berbunyi karena rentetan sms-sms yang masuk.

“Heran saya ini, selalu saja ada sms-sms togel yang masuk di inbox.” Katanya sambil tersenyum lebar nyaris tertawa.

Saya hanya tertawa kecil dan berkata
“Kamu pakai nomor tel***sel ya? Kalau nomor-nomor provider itu memang sering penggunanya dapat sms togel-togel itu. Adik saya juga sering, sampai kesal dia dan mau ganti nomor. Hehhehee”

“Iya, aneh sekali ini. Togel ini di daerah saya lagi marak-maraknya.”

“Oh ya? Togel itu seperti apa si? Saya malah nggak tahu togel itu kayak gimana.”

“Togel itu semacam taruhan. Jadi tiap orang yang ikut, pasang minimal 1 nomor. Satu nomor itu harganya seribu, biasanya mereka pasang minimal 1000 nomor, jadi ya minimal 1 juta.”

“Terus? Nomor-nomor itu dikemanain?”

“Nomor-nomor itu dikumpulin ke Bandar, lalu diteruskan ke pusat, katanya pusatnya di Singapura. Tapi saya nda tau juga apa itu benar atau tidak, dan kalau benar, jauh juga di Singapura. Nah nanti tiap ada nomor yang menang, dapat kabar lewat sms dari Bandar.”

“O..terus itu sistemnya gimana? Maksudnya ngundinya gimana? Pakai mesin random kali’ ya? Hehee”

“Iya, dengar-dengar begitu. Jadi pusat input nomor-nomor mereka, lalu pencet tombol randomnya, yang keluar nomornya itu yang menang. Sepertinya kayak gitu, saya juga belum pernah lihat langsung”

“Wah, menggantungkan nasib dari hasil pencet tombol doang donk ya?  Hihihiii..lagipula, apa iya bener nomor-nomor mereka diinput? Mungkin aja di servernya itu sudah ada database nomor urut dari angka 1 sampai 1juta, jadi mo mereka pasang nomor 999.991 juga dah ada di database. Kalau mereka input nomor kan pastinya ribet. Beda kalau databasenya dah ada, lalu si ‘pusat’ tinggal tekan klik tombol random.”

“Iya, itu dia saya heran juga di kampung saya lagi marak-maraknya menggantungkan nasib pada undian begitu. Bahkan sampai ada yang bisa bangun rumah baru, dan bayar sekolah anak-anaknya hanya dari togel. Makanya yang lain jadi pada tergiur dan ikut-ikutan.”

“Wuiihh….gila juga ya.. Lalu mereka biasanya pilih nomornya gimana?”

“Nah, di kampung saya itu ada yang namanya Buku Bodo. Itu semacam buku petunjuk nomor togel. Hahaa.. tapi para pemain togel itu biasanya lebih percaya mimpi daripada Buku Bodo.”

“Buku Bodo? B-o-d-o?”

“Iya.. bodoh.. Tapi kalau di Maluku bilangnya ya cuma ‘bodo’.”

“Itu kenapa disebut buku bodo? Isi bukunya apa? Ukurannya kayak gimana?”

“Ukurannya kayak buku besar akuntansi. Isinya itu nomor-nomor yang pernah menang, terus ada hitung-hitungannya yang saya juga tidak paham, soalnya hanya pernah lihat langsung 1 kali. Buku itu disebut buku bodo karena kalau yang main togel ngambil nomor dari situ lalu dia gagal, maka nasib buruknya itu disebabkan karena buku bodo, maksudnya itu karena kebodohan si buku. Makanya disebut buku bodo.”

“O..begitu. Menarik juga ya. Itu maksudnya hitung-hitung apa mereka di buku itu?”

“Semacam hitung probabilitas-probabilitas gitu.. Nomor yang menang dikali apa gitu, bingung juga saya, yang jelas isinya angka-angka.”

“Yang pertama kali bikin buku itu siapa? Terus itu buku kuno atau sejak kapan adanya?”

“Tidak tau siapa yang pertama kali bikin buku itu. Hahaa..itu bukan buku kuno, dulu tidak ada buku semacam itu. Buku itu sepertinya baru mulai ada sekitar tahun 2009 atau 2010. Karena sewaktu 2008 saya di kampung, belum ada fenomena buku bodo itu.”

“O..begitu. Lalu yang soal mimpi tadi itu gimana ceritanya?”

“Jadi kalau ada orang mimpi melihat angka, nah, keesokan harinya angka itu dipakainya untuk pasang nomor togel.”

“Hanya dari mimpi?”

“Iya. Mereka lebih percaya mimpi daripada buku bodo. Mungkin karena buku bodo itu pakai dihitung-hitung dulu, jadi agak ribet, sedangkan kalau dari mimpi kan berbeda.”

---

Belajar Probabilitas tanpa Melalui Bangku Kuliah
Dalam cerita buku bodo di atas, kita dapat mengetahui bahwa masyarakat di wilayah tersebut sudah menggunakan konsep probabilitas. Mereka menggunakan konsep ‘learning by doing’ yang mereka tidak sadari.

Sekedar untuk mengingat kembali, di statistika, ada 2 macam probabilitas berdasarkan pengamatannya yakni:
- Probabilitas objektif
Yaitu kemungkinan-kemungkinan yang dihasilkan dari sesuatu yang dapat dihitung. Misalnya: menghitung probabilitas munculnya angka 3 dari 1 kali pelemparan dadu. Probabilitas munculnya angka 3 dari 1x pelemparan dadu yakni 1/6. Contoh lainnya yaitu penggunaan buku bodo dalam menentukan pilihan nomor kemungkinan juga termasuk dalam probabilitas objektif ini (penulis masih menyebut “mungkin”, sebab penulis sendiri belum tahu bagaimana konsep hitung-hitungan yang dipergunakan dalam buku bodo tersebut).
- Probabilitas subjektif
Yaitu kemungkinan-kemungkinan yang disimpulkan dari hal-hal yang bersifat intuitif. Probabilitas ini didasarkan atas penilaian seseorang dalam menentukan tingkat kepercayaan, tanpa melibatkan pengalaman sebagai dasar perhitungan probabilitas. Contohnya ya menentukan nomor togel berdasarkan mimpi.

Nah, pada akhirnya kita jadi tahu bahwa ternyata beberapa orang dari masyarakat Maluku Tenggara bisa belajar probabilitas tanpa harus masuk kelas statistika. Pelajaran probabilitas yang mereka peroleh dari wilayah-wilayah kultural, pada kenyataannya membuat mereka lebih tertarik untuk mendalaminya, hal ini lebih cenderung karena mereka melihat adanya sisi manfaat dari pelajaran probabilitas sederhana tersebut.

Seperti itu pula lah sebenarnya ilmu. Makin kita mengetahui manfaatnya apa, makin kita menyadari ilmu tersebut nantinya untuk apa, maka makin bersemangat pula kita ingin terus mempelajarinya dan menggalinya lebih dalam.

Yuk, terus belajar dan berbagi!... ;)

Happy Monday!... ^_^


*tulisan ini juga diposting di blogpribadi Dyah.
** illustration pict modified from freedigitalphotos.net

Dya Ry

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...