Di suatu siang yang damai, tiba-tiba ada email masuk:
“Hi
Yoga, how are you? We met in ***** at the ****** my name is Bunga a
Jakarta based blogger/instagramer, I have a proposal to do a
collaboration with you, please check it out and let me know what you
think about it.”
Oh
si Bunga, bukan nama blogger sebenarnya. Ia berbasa-basi menanyakan
kabar sambil tak lupa mencantumkan “proposal kerjasama”. Isinya? Mulai
data statistik follower, contoh brand yang pernah di endorse, dan tak
lupa: rate card harga.
Dia
memasang tarif jutaan untuk sekali post di socila media
(blog/twitter/instagram/facebook). Bagi yang belum tahu, blogger
sekarang sudah menjadi profesi yang menjanjikan. Dan untuk urusan
rupiah, jangan salah. Blogger yang sudah punya nama, bisa mematok harga
belasan jutaan rupiah untuk sekali postingan di media sosialnya.
Bayangin
cuk! Ngepost di media sosial doank dapat belasan juta! Masih mau pake
media social Cuma buat curhat dan nge-share link bokep? (terkutuklah
engkau wahai spammer link bokep!!!).
Tim
marketing brand-brand besar menggunakan blogger (atau istilah kerennya
Key Opinion Leader) untuk menembak ceruk pasar yang tak terjangkau media
konvensional. Selain itu emotional bonding antara blogger dan para
pengikutnya adalah hal yang paling dicari. Semakin berpengaruh seorang
blogger, maka semakin mahal ongkos nge-postnya.
Dari
berbagai penawaran blogger yang sering saya terima, setidaknya ada 3
hal yang perlu kita perhatikan sebelum mengajukan “rate card” dan
menjadi paid blogger (blogger yang dibayar oleh brand).
- “Siapa” lebih penting dari “Berapa”
Hal
pertama yang sering ditanyakan pihak brand atau agency adalah “Bro/Sis
followernya berapa?”. Angka pengikut memang penting, tapi sebenarnya ada
pertanyaan yang lebih penting: “Profile followernya seperti apa? Siapa
mereka?”.
Pertanyaan
“Siapa” akan menentukan apakah blogger itu cocok untuk
merepresentasikan brand. Karena pada akhirnya, fans/follower adalah
tujuan utama sebuah brand beriklan. Jika Anda berjualan terasi masak
tentu lebih pas jika bekerja sama dengan @farahquinnofficial dengan
follower ratusan ribu daripada @princessyahrini yang punya jutaan
pengikut.
Lagipula
zaman sekarang fans/follower di dunia maya bisa dibeli. Pingin menang
lomba di facebook yang berdasarkan likes? Pake aja like ads. Ingin
memenangkan pemilihan presiden? Bikin aja tim sukses untuk jadi cyber
warrior #eh...
- Hard vs soft sell
Dalam
blog, content is the king. Seorang blogger berbayar harus mau dan mampu
memasukkan brand ke dalam content blog mereka. Secara sederhana, ada
dua cara untuk “menyelundupkan” brand yang di endorse, hard sell dan
soft sell.
Hard
sell disini bukan berarti menjual dengan kekerasan, tapi lebih pada
pola komunikasi brand seorang blogger kepada pengikutnya. Hard sell is
straightforward selling. Blogger akan menunjukkan produk/jasa,
men-highlight kelebihan atau fiturnya, dan biasanya ditutup dengan call
to action untuk membeli/berpartisipasi. Contoh:
“Eh
tau ga sih Terasi XYZ? Itu lho terasi yang mengandung Omega 4 dengan
vitamin Z kompleks. Bisa menyedapkan makanan sekaligus menyehatkan
pikiran. Cobain deh, Cuma 10rb. Dapetin di IndoApril dan Betamaret
terdekat ya! #terasi #terasiXYZ #hidupterasi #akucintaterasiXYZ”
Sedangkan
soft sell adalah jualan “halus”. Brand akan di infuse senatural
mungkin. Bahkan di beberapa post instagramer berbayar, mereka tidak
menyebut merek, yang penting brand itu terlihat di gambar. Contoh:
“Lagi
pingin masak ayam goreng presto pake sambel terasi nih. Pas belanja di
G-ant terus nemu promo terasi baru. Ada yang udah pernah nyoba? #lunch
#ayamgoreng #sambal #terasibaru”.
Penggunaan
hard sell vs soft sell biasanya bergantung dari tujuan brand dan
pilihan blogger itu sendiri. Karena ada beberapa blogger yang “anti
berjualan garis keras”. Dalam artian, mereka tidak ingin fans mereka
“diracuni” postingan bersponsor yang bisa mengurangi kredibilitas
postingannya.
- Post relationship
Yang
tak kalah penting untuk diingat ketika seorang blogger mempromosikan
sebuah brand, adalah hubungannya dengan brand setelah periode kerjasama
itu berakhir. Pernah ada kejadian sebuah maskapai memberangkatkan
blogger jalan-jalan. Saat pulang, ternyata pesawatnya delay. Dodolnya,
si blogger yang kzl (kesel) mem-post ke media sosial. Terjadilah perang
dunia ketiga antara maskapai dan blogger. Lha wong uda dikasih tiket
gratis koq masih ngeluh kalo delay sebentar?
Hukum fisika yang berlaku: jangan pernah mendiskreditkan sebuah brand jika Anda masih ingin mendapatkan job dari dia.
By
the way, semua yang saya tulis diatas berdasarkan perspektif seorang
brand owner. Ada yang mau berbagi pengalaman sebagai paid blogger?
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...