Seorang teman penasaran tentang
investasi saham yang saya lakukan. Koq kayaknya keren, bisa main saham kaya di
pilem-pilem. Padahal harusnya investasi di pasar modal adalah sesuatu yang
biasa aja. Mirip dengan investasi di emas, ternak, atau perkebunan. Cuma
bedanya investasi di pasar modal adalah paper asset. Aset yang tercatat di
kertas.
Saya jadi sadar jika investor
individu di negara ini masih kecil. Per Februari 2016 baru ada 582.052 rekening.
Dibandingkan dengan 250 juta penduduk negara kita, Itu berarti masih 0,2%, dan
jauh tertinggal dari negara tetangga macam Singapura (30%) dan Malaysia (35%).
Koq bisa kecil amat sih? Menurut
saya, ada beberapa mental block (mindset yang keliru) tentang investasi di
pasar modal yang menghantui masyarakat kita. Saya coba mendaftar beberapa diantaranya:
“Saham itu bentuknya kaya apa? Apa Beda Pasar Modal dengan Pasar Senen?”
Banyak dari kita yang belum tahu
apa itu saham, dan apa itu pasar modal. Padahal sebenarnya saham itu sederhana:
bagian kepemilikan dari perusahaan. Dan pasar modal adalah tempat dimana
perusahaan yang butuh modal (emiten) bertemu dengan orang yang punya modal
(investor).
Zaman dulu katanya saham itu
bertentuk kertas, macam sertifikat gitu. Tapi sejak perkembangan teknologi,
saham hanya tercatat di rekening bursa seorang investor dan dia tak perlu
menyimpan berlembar-lembar saham fisik. Enak kan, ga ribet kalo kebanjiran
hehehe.
Sebagai pemilik kita akan dapat
bagi hasil berupa deviden (klo untung). Dan enaknya di pasar modal, kita bisa
memperjual belikan kepemilikan saham kita. Jadi jika awalnya punya saham di
perusahaan tambang terus ngerasa bosen dan pingin punya saham di perusahaan
telekomunikasi, ya tinggal dijual aja ke orang lain. Transaksi inilah yang
menyebabkan harga saham naik turun kaya ingus.
“Saham hanya untuk orang kaya!
Aku mah apa atuh, Cuma serbuk gergaji di semesta ini”
Mindset yang sering menyerang
kebanyakan dari kita: hanya orang kaya yang berhak berinvestasi. Nah sekarang
pertanyaannya: “mereka berinvestasi karena kaya”, atau “mereka kaya karena
berinvestasi”?
Padahal banyak banget saham yang
harganya terjangkau. Contohnya MYOR (Mayora) yang per 7 Agustus dijual dengan
harga 1.640 rupiah saja per lembar. Atau TLKM (Telkom) seharga 4.350. Jika suka
otomotif bisa membeli ASII (Astra) di level 7.925 perak.
Nah bedanya untuk pembelian di
pasar modal hitungannya lot bos. Zaman dulu 1 lot itu 500 lembar. Sekarang Cuma
100 lembar. Jadi 1 lot Astra Cuma 792.000 dan 1 lot Mayora hanya 164.000-an
saja. Masih ngerasa kemahalan? Bisa cari yang dibawah harga 500 perak macam
GIAA (Garuda) yang diperdagangkan di harga 470 rupiah per lembarnya. Beli
gadget 5 juta aja bisa, masa beli saham 47 ribu ga mampu?
“Jangan invest saham, itu judi!”
Perlu diingat, harga saham di
pasar bisa berubah-ubah dipengaruhi banyak faktor. Bisa laporan keuangan,
proyeksi pertumbuhan ekonomi, krisis politik, sampai ulah spekulan. Karena
sejatinya harga saham adalah proyeksi nilai dari sebuah perusahaan. Dan namanya
juga valuasi, terus berubah sepanjang waktu.
Orang yang berpikir jika saham
adalah perjudian seringkali lupa jika investasi mengandung risiko. Ketika kita
berinvestasi pada ternak, kita berharap ternak itu bisa besar dan dijual dengan
harga tinggi. Bagaimana jika ternak-nya ga gede2 karena kena penyakit?
Hampir sama dengan investasi di
pasar modal. Kita berinvestasi di sebuah perusahaan dan berharap perusahaan itu
menghasilkan keuntungan. Tapi jika ternyata rugi? Ya siap-siap harga saham kita
turun.
“Saya bisa cepat kaya dan juga bisa cepat miskin”
Aduh bos, jangan menelan
mentah-mentah informasi dari pilem Hollywood kaya Wallstreet atau Wolf of
Wallstreet. Karena investasi itu ga seperti melihara tuyul instant. Bisa
konsisten untung 20% setiap tahun sudah termasuk luar biasa.
Investor terkenal dunia macam
Warrent Buffet atau Meryl Lynch dikenal bukan karena membuat klien-nya bisa
beli kapal pesiar dalam satu tahun seperti iklan MLM. Tapi keuntungan yang
stabil selama 10-20 tahun. Untuk membatasi kerugian juga biasanya ada aturan
cut-loss. Anda harus menjual saham itu jika nilainya terus turun. Besaran
cut-loss tergantung kepada Anda, sang investor.
“Waduh saya kan sibuk, mana sempet belajar ilmu investasi yang njelimet”
Saya selalu ingat pesan Benjamin
Graham guru Warren Buffet, untuk berinvestasi hanya dibutuhkan ilmu aritmatika
sederhana. Anda ga perlu katam kalkulus, bikin model valuasi njelimet, atau melototin
grafik sambil bergadang 7 hari 7 malam.
Karena sekarang semua informasi
tersedia. Bahkan broker Anda sudah menghitungkan rasio-rasio keuangannya,
memberikan historical data harganya, sampai memberikan rekomendasi pilihan
sahamnya. Yang perlu kita lakukan sebagai investor hanyalah menggunakan akal
sehat dan mengambil keputusan berdasarkan dua skill wajib: analisa laporan
keuangan dan sedikit technical analysis.
Oke saya ingin berinvestasi di pasar modal. Harus Mulai Darimana?
Cukup datang ke perusahaan
sekuritas resmi yang terdaftar di OJK. Mintalah dibuatkan dummy account dan
cobalah berinvestasi secara virtual. Biasakan diri melihat istilah keuangan,
daftar kode saham, pergerakan pasar, dan nikmati semua prosesnya.
Yang pasti kita harus belajar
mindset seorang investor: tidak konsumtif, bersabar, dan melihat nilai di masa
depan. Ga usah ikut-ikutan jika teman ganti gadget atau tetangga ganti baju
(nanti dikira ngintip). Karena lebih baik jadi orang miskin secara penampilan
tapi kaya secara laporan keuangan, daripada terlihat kaya secara penampilan
tapi sebenarnya miskin secara laporan keuangan.
Setelah Anda yakin dan terbiasa,
silahkan membuka rekening di bursa. Ga usah banyak-banyak, yang pasti make sure
uang itu adalah disposable income (tabungan sisa) dan bukan hasil korupsi atau
ngepet jadi babi.
Selamat berinvestasi.
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...