Suatu siang di Bulan Agustus, saya ingin
membeli JAMU BUYUNG UPIK di toko kelontong sebelah rumah. Sewaktu tiba di sana,
kata penjualnya jamu ini sudah tidak dijual di sana lagi. Bagaimana bisa?
Padahal sepuluh tahun lalu, toko ini bahkan menyediakan lebih dari 3 rasa?
Mengapa tiba-tiba tidak menjual lagi?
Kalau ada yang lagi males makan karena habis
patah hati atau sedang galau, ada satu obat mujarab yang tokcer abis. Apakah
itu? JAMU BUYUNG UPIK!!! (yang bukan angkatan 80-90an pasti roaming) Jamu Buyung Upik (....
Ongkerio!!! –ini catchphrase nya.
Agak aneh, hahaha) adalah jamu penambah nafsu makan yang diklaim aman untuk
anak-anak karena diracik dengan bahan-bahan herbal dan tradisional. Jamu ini
sangat terkenal di zaman saya masih SMP dahulu kala (kira-kira sepuluh tahun
lalu). Lalu mengapa sekarang penjualannya tidak semasif dulu? Bahkan mungkin
tidak banyak yang mengenal brand-nya saat ini. Apa yang salah dengan brand-nya? Apa yang salah dnegan marketing-nya?
Debottlenecking dengan Audit Marketing
Pengauditan adalah
serangkaian proses sistematis untuk mendapatkan dan menilai bukti-bukti secara
objektif terhadap pernyataan-pertanyaan dan kejadian-kejadian ekonomi atau
asersi manajemen dalam melihat kesesuaiannya dengan kriteria yang ditetapkan
dan menyampaikan hasilnya pada pihak yang berkepentingan. (Audit
Keuangan)
Tapi proses audit tuh ya
hampir-hampir sama sebenarnya. Makanya, muncullah audit marketing. Makanan apa
pula it audit marketing? Marketing audit itu bertujuan: identifikasi akar permasalahan yang kurang optimal. Dengan
proporsi 5A (Awareness, Attitude, Ask, Act, Advocate), maka permasalahan itu
bisa diidentifikasi. Balik ke Jamu Buyung Upik yang nggak ada di toko sebelah rumah tadi, misalnya, ternyata diketahui dari 100 orang yang dipilih acak, hanya 50 orang
yang kenal Jamu Buyung Upik (Awareness). Dari 50 orang itu, hanya 45 orang yang
suka Jamu Buyung Upik (Attitude). Dari 45 orang itu, hanya 40 orang yang mau
mencari informasi tentang Jamu Buyung Upik (Ask). Dari 40 orang, hanya 35 orang
yang membeli Jamu Buyung Upik (Act). Dan dari 35 orang itu, hanya 25 orang yang
bersedia merekomendasikan Jamu Buyung Upik pada orang lain (Advocate). Dari
hasil audit ini, diketahui bahwa permasalahan muncul di Awareness: kurang
banyak yang mengenal merek ini.
Permasalahan bisa diketahui saat
jumlah responden pada tiap prosedur menurun sangat signifikan dalam hasil
survei audit. Misalnya, majalah Playboy memiliki 99 orang yang mengetahui (Awareness),
tetapi hanya 50 orang dari 99 orang itu yang suka (Attitude). Ini berarti majalah
Playboy punya masalah di tingkat Attitude: tidak semua orang yang kenal merek
ini suka dnegan positioning merek
ini.
Penurunan jumlah responden yang
signifikan di tingkat Ask dari Attitude berarti orang yang suka merek ini
kesulitan mencari informasi tentang merek ini. Sedangkan kasus penurunan jumlah
dari tingkat Ask ke Act yang signifikan berarti ada masalah di channel (barang tidak tersedia dalam area
distribusi) atau price (harga yang
terlalu mahal untuk konsumen). Kasus terakhir tentang penurunan jumlah orang
dari tingkat Act ke Advocate berarti banyak pembeli yang kecewa dengan produk
ini sehingga tidak mau merekomendasikannya pada orang lain. Nah, dengan
mengetahui permasalahan tersebut, langkah marketing selanjutnya pun akhirnya
bisa disusun dengan matang dan tepat sasaran. Jadi, permasalahan yang manakah yang terjadi pada Jamu Buyung Upik tadi? Hmmh... hipotesis yang ada di batok kepala saia sih bilangnya di tingkat Awareness, jamu ini sudah kalah dengan yang lain. Iklannya saja jarang di teve, mana mau ingat namanya?
Manfaat lainnya dari marketing
audit ini juga: benchmark ke nilai
pesaing atau komponen penting dalam industrinya. Misalnya, segmentasi
pemasaran perusahaan pada dasarnya bisa dibagi berdasarkan empat level, geographic, demographic, psychographic,
dan behavioral. Banyak industri yang
melakukan segmentasi sampai ke level keempat, yakni behavioral misalnya yang dilakukan oleh Cossette Apparel Batik Eksklusif (ngiklan dulu gag papa ya cyiiiinnn). Tapi, misalnya industri property, sudah bagus bisa tersegmentasi sampai ke level tiga saja.
Well, behavioral orang yang mau beli
rumah atau tanah atau apartemen agak susah teridentifikasi kan? (kecuali
pengantin baru, hahaha)
Akhirnya, marketing audit akan
lebih seperti audit kinerja atau audit kepatuhan dalam dunia audit akuntansi.
Proses audit ini, misalnya yang dilakukan di Jamu Buyung Upik, untuk mengetahui
apakah hasil yang diperoleh saat ini (dari level engagement masyarakat dengan brand
lewat 5A tadi) memang sudah sesuai dengan marketing plan yang ditetapkan oleh
perusahaan. Salah satu metode analisis yang bisa dilakukan adalah dengan
analisa customer experience journey.
Bagaimana cara melakukannya? Sampai ketemu di tulisan berikutnya yaaaa! :)
* studi kasus yang diaplikasikan dengan teori dari Majalah Markeeters Juli 2013.
Keren nulis yang banyak mengenai audit dong
BalasHapus