Minggu, 15 Mei 2011

Kaitan ABM terhadap PPM (Pelit Pangkal Makmur)

Oleh : Marisca Dwi Ariani


Yak...berawal dari mengisi kuesioner mas hendra (salah satu simpatisan Ekonom Gila) tentang perusahaan es krim Walls...Saya jadi terpikirkan mengenai topik ini. Berhubung saya masih amatiran, mohon maap yak kalo misal ada yang bilang, “Siapa sih yang nulis?dongdong amat jadi manusia!!” hehe

Apa sih ABM itu?? Yang jelas bukan Anaknya Bu Makmun yaa kawan....

Kalo kata bule-bule sih ABM itu Activity Based Management, artinya adalah suatu kelanjutan dari penerapan ABC (Activity Based Costing) dimana perusahaan mencoba mengelola aktivitas-aktivitas perusahaan, serta mengupayakan bagaimana mengurangi biaya yg bersifat non-value added. So, perusahaan musti pintar-pintar untuk membedakan mana yg bersifat non-value-added dan mana yg bersifat value-added.

Nah..dari penerapan ABM ini, perusahaan bisa meningkatkan value bagi pelanggan serta value bagi perusahaan. Kok bisa??? Yaa iyalah...misalnya aja seorang anak kecil yang terbiasa jajan es krim 5 biji dalam sehari **kebayang ngga gendutnya kayak apa?**. Suatu saat papanya udah jengkel dan berupaya mengurangi jatah jajan es krim anaknya itu jadi 3 biji hingga tidak jajan es krim sama sekali. Tentunya sebelum melakukan keputusan itu, Si Papah akan berpikir dahulu:

Apakah anak ini masih hidup kalo ngga makan es krim?? Apakah es krim itu efisien / efektif dalam mencerdaskan anak? Kalo bisa dikurangi ato dihilangkan....kenapa tidak?? Toh dengan tidak jajan es krim kan bisa bentuk body anak jadi lebih kurus, bisa menghemat pengeluaran serta menguntungkan mamanya juga. **buset...kejamnya pak makmun**

Ini yang saya ilustrasikan mengenai kaitan ABM dengan kepelitan. Soalnya ada peribahasa yg bilang kalo rajin pangkal pandai, kalo pelit pangkal makmur (PPM).

Kembali serius....
Jadi untuk mengkategorikan suatu biaya itu bersifat value-added ato bukan, kita harus melihat dulu:
  1. Apakah jika aktivitas penyebab biaya tersebut dihilangkan tuh dapat mempengaruhi kelangsungan produksi?
  2. Apakah aktivitas tersebut efektif dalam meningkatkan value bagi perusahaan dan pelanggan?
Ketika biaya tersebut tidak menambah nilai bagi suatu perusahaan, maka perusahaan akan melakukan berbagai upaya untuk mengurangi biaya-biaya tersebut ato bahkan menghilangkannya. Dengan menerapkan ABM inilah maka perusahaan dapat menekan ongkos produksi, dapat memutarkan uangnya ke dalam value-added-activity, melakukan evaluasi biaya, serta menciptakan suatu efisiensi proses.

Kalau sudah begini siapa yang diuntungkan? Tentulah saja para pelanggan dan perusahaan....Pelanggan mana sih yang engga suka barang bagus tapi murah?? Perusahaan mana sih yang engga diuntungkan kalo jualannya laku??

Selanjutnya mengenai strategi ABM itu sendiri terdiri dari berbagai macam bentuk, antara lain:

1. Analisis profitabilitas pelanggan:
Tipe pelanggan itu bermacam-macam, ada yang bawel, ada yang kalem. Seperti hukum tarzan bilang, “siapa yang punya duit, dia bisa dapetin pelayanan khusus”. So, perusahaan cenderung memberikan pelayanan lebih untuk pelanggan yang berkontribusi besar dalam menciptakan profit bagi perusahaan.

2. Target Costing:
Target costing itu dilakukan dengan melakukan desain ulang terhadap produk maupun desain ulang terhadap proses produksi. Intinya masih sama, yaitu untuk meningkatkan value bagi pelanggan dan perusahaan. Misalnya aja sabun batangan yang jaman dulunya cuman berbentuk persegi. Sekarang? engga tau ada bentuk apa aja deh itu, ada yang segi delapan segi enam, ada juga yang segila bang toyib.

3. Kaizen Costing:
Kaizen costing ini berkaitan dengan perbaikan terus menerus berdasarkan tujuan kaizen yang telah ditetapkan oleh manajer puncak. Peran karyawan sangat menentukan terwujudnya tujuan dari manajemen, jadi hubungan bos dan karyawan ini butuh komunikasi yang bagus layaknya orang pacaran.

4. Benchmarking:
Pencarian terus menerus untuk metode yang paling efektif dalam menyelesaikan tugas dengan cara membandingkannya.

5. Reengineering:
Pendesainan ulang terhadap proses dimana intinya adalah penghematan biaya dan waktu, merupakan perubahan radikal yang dilakukan oleh perusahaan.

6. Theory of Constraints:
Tindakan yang dilakukan oleh manajemen untuk memaksimalkan keuntungan dengan cara mengelola hambatan atau keterbatasan yang ada. Misalnya mengenai kendala kapasitas mesin. Ini sebuah pilihan, kalo mau nambah kapasitas dan menghindari biaya penggantian mesin yaa harus keluar biaya pemeliharaan. Seperti badan aja lah, kalo ngga mau transplantasi jantung maka rawatlah baik-baik agar kinerja jantung makin bagus.

7. Just-In-Time:
Ini merupakan konsep pelit untuk membeli persediaan dan menghemat biaya pernyimpanan. Jadi perusahaan membeli bahan baku hanya ketika benar-benar dibutuhkan saja. Just-in-time ini biasanya menggunakan kontrak jangka panjang sehingga tercipta hubungan yang baik dengan pemasok. Kenapa hal ini bisa dianggap bermanfaat? Contohnya begini: Perusahaan Es Krim membeli coklat batangan pada Perusahaan Coklat. Karena mereka sudah kenal dekat, maka Perusahaan coklat mengirimkan coklat dalam bentuk cair kepada Perusahaan Es Krim. Di satu sisi Perusahaan Coklat bisa mengurangi biaya kemasan dan juga biaya pembekuan coklat; di sisi lain Perusahaan Es Krim bisa mengurangi biaya pencairan coklat batangan. Mungkin bisa juga ini disebut Simbiosis Mutualismenya manufaktur.

Oke, jadi kesimpulan yang saya ambil dari belajar ABM adalah:
Engga ada manajer yang ngga pelit / perhitungan **pasti sering dilempar sendal jepit saking nyebelinnya**

Unknown

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

0 Komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...