“Jika kau benar-benar ingin pergi, kenapa kembali?”
Kutipan salah satu dialog di Film Love Phobia itu melayang-layang di ingatan. Bagaimana tidak? Coba kita pikirkan sejenak.. Sejenak saja. Kutipan itu benar adanya. Kutipan tersebut merupakan dialog Jo-Kang pada Ari ketika Ari (gadis yang membuatnya jatuh hati sedari kecil) hendak pergi meninggalkannya lagi dengan alasan akan berangkat ke Amerika. Ari selalu saja pergi menghilang begitu saja, lalu kembali di waktu yang tak terduga (untuk lebih lengkapnya, silakan download filmnya. Hihihii). Sama hal-nya seperti krisis dalam perekonomian. Krisis dalam perekonomian, tidak pernah ingin benar-benar pergi, sebab ia selalu saja kembali (baca: datang) di waktu yang tidak terduga.
Love phobia..
Sama halnya dengan krisis phobia..
Seseorang nggak akan pernah bisa menghindari cinta (waduh maaph lagi lebay ini..hahaha) sama seperti halnya seseorang yang nggak akan pernah bisa menghindari krisis ketika keduanya datang menghampiri. Seseorang (atau: sebuah negara) hanya bisa melakukan tindakan-tindakan agar cinta (atau: krisis) dapat ia kendalikan dengan baik sehingga tidak bersifat merusak atau merugikan.
Why Love Phobia?
Menurut sumber ini, secara sederhana, phobia adalah ketakutan yang kuat/berlebihan terhadap sesuatu. Orang-orang yang mengalami phobia terhadap sesuatu, akan berusaha sebisa mungkin untuk menjauh dari sesuatu itu. Namun kasus special untuk Love Phobia.
Seseorang bisa saja trauma, benci, dan berkomitmen untuk nggak jatuh cinta (lagi) sama seseorang (wuidihh..rada bikin merinding yak kata-katanya? Wkwkwkwkk), tapi seseorang nggak akan pernah bisa menghindar ketika rasa/perasaan itu datang. Segala upaya apapun yang dilakukan untuk menghilangkan rasanya, tetap saja nggak akan bisa.
Sama halnya dengan krisis perekonomian di sebuah negara. Ketika krisis datang, kita nggak bisa menolak dan “mengusir” krisis itu begitu saja dalam waktu sekejap. Semua ada proses dan tahapannya.
Solusi untuk Love / Crisis Phobia
Jadi gimana dong kalau kita nggak bisa menghindar?
Ya, satu-satunya jalan adalah beradaptasi dengan fenomena yang terjadi (fenomena “serangan” cinta ataupun krisis).
Bagaimana caranya? Jawabnya: do everything what you can do!..
Ya!.. Kita bisa melakukan hal-hal agar efek krisis (ataupun cinta) tidak membuat logika kita kehilangan arah. Hihihiii… lebay banget ini.
Untuk krisis misalnya, jika kita sudah tahu bahwa krisis adalah pola alamiah dari business cycle sebuah negara, maka setiap orang tentu saja harus siap ketika krisis itu datang, entah datangnya dalam gelombang kecil atau besar (berupa depresi).
Maka tepatlah jika kita katakan bahwa krisis (dan juga cintai) tidak pernah benar-benar ingin pergi sebab ia selalu bisa kembali kapan saja.
Seperti kata Jo-Kang pada Ari di malam itu..
“Jika kau benar-benar ingin pergi, kenapa kembali?”
NB: maaph ya tulisannya berantakan, silakan dikritik banyak-banyak… ^_^
emang sekarang dunia makin gila yah ...
BalasHapus