Oleh: Umi Gita*)
Lagi lagi saya terbangun di sebuah kamar salah satu hotel berbintang di jakarta. Melakukan sebuah ritual kebiasaan kantor saya;konsinyasi-yang mungkin juga ritual kebiasaan bagi institusi pemerintah.
Menyenangkan? Awalnya menyenangkan karena tidur di hotel, dijamu makanan enak walaupun harus berjibaku dengan rapat hingga malam.
Tapi kini membosankan...
Apa saya ini tidak bersyukur ya? Tapi saya tidak tahu mengapa harus ada kegiatan seperti ini di institusi pemerintahan? Mengapa harus di hotel? Dan itu ada petunjuknya di Standar Biaya Umum (SBU),pedoman biaya untuk merencanakan dan merealisasikan anggaran.
Dan makin lama,rapat semakin tak bermutu. Apalagi bila sudah menghadapi tiga bulan terakhir menuju akhir tahun. Seluruh kementerian berlomba lomba meningkatkan realisasi anggarannya. Yang penting penyerapan tinggi, soal content dan output nanti dulu. Yang penting setiap konsinyasi ataupun perjalanan dinas ataupun kegiatan ada laporannya.
Tapi hanyakah untuk kelengkapan administrasi realisasi keuangan? Apa imbas perubahan bagi kementerian itu sendiri? Atau yang lebih penting lagi adalah imbas untuk masyarakat luas?
Suatu hari saya dapat tugas untuk menghadiri workshop perencanaan kas kementerian di kementerian keuangan. Saat itu saya didogma bagaimana penyerapan APBN merupakan salah satu indikator ekonomi. Ekonomi negara ini ditopang oleh APBN,asalkan penyerapannya lancar,uang menjadi berputar,terutama yang akun belanja modal dan belanja barang.
Saya pun di dogma,betapa kementerian kementerian ini betapa masih kacaunya dalam merealisasi anggaran. Tiga bulan terakhir mesti grafiknya meningkat. Dan ada pula yang penyerapannya masih rendah seperti kantor saya itu. Padahal ketika setiap pengajuan RAPBN seluruh kementerian, uang negara tidak cukup. Alhasil kementerian keuangan ambil pinjaman luar negeri. Ternyata di akhir tahun, pinjaman itu tidak terpakai. Pinjaman kan juga ada bunganya. Anggaran yang tak terpakai namun bukan pinjaman pun hanya masuk ke Bank Indonesia menjadi SUN atau obligasi (mohon koreksi bila salah) yang juga tak menghasilkan bunga atau apalah.
Fiuhhh...ternyata anggaran negara itu rumit. Saya hanyalah kroco yang memainkan peran kecil sebagai staf PPK (pejabat pembuat komitmen). Namun, bila saya melakukan kesalahan, PPK saya bisa masuk penjara. Toh kasus kasus korupsi saat ini masih didominasi dengan persoalan pengadaan barang/jasa.
Kembali ke soal kamar hotel. Entah mengapa, senyaman nyamannya kamar hotel tetap lebih nyaman dan hangat di rumah. Dan bila tak terpaksa, saya selalu berusaha pulang ke rumah setelah rapat selesai. Ya, benar kata seorang kawan, pekerjaan itu tak akan ada habisnya. Mengutip kalimat dari novel Susanne Diary's for Nicholas;
Kini kumengerti arti hidupku. Saya memang harus mengabdi pada negara sebagai pegawai. Namun, negara pun perlu dibangun dari keluarga yang kokoh, baik dari segi ruhani dan intelektualnya.
Dalam SBU 2012 katanya tertera lembur atau rapat di kantor, uang hariannya lebih besar dibandingkan konsinyasi di hotel. Saya si seneng seneng saja. Tapi bagaimana nasib pengusaha hotel?
Ah,saya tidak dalam ranah tersebut hehehe
7 oktober 2011
-gadis kecil dengan jutaan mimpi-
*)Calon Ibu-ibu pejabat perekonomian RI yang memiliki background psikologi
Lagi lagi saya terbangun di sebuah kamar salah satu hotel berbintang di jakarta. Melakukan sebuah ritual kebiasaan kantor saya;konsinyasi-yang mungkin juga ritual kebiasaan bagi institusi pemerintah.
Menyenangkan? Awalnya menyenangkan karena tidur di hotel, dijamu makanan enak walaupun harus berjibaku dengan rapat hingga malam.
Tapi kini membosankan...
Apa saya ini tidak bersyukur ya? Tapi saya tidak tahu mengapa harus ada kegiatan seperti ini di institusi pemerintahan? Mengapa harus di hotel? Dan itu ada petunjuknya di Standar Biaya Umum (SBU),pedoman biaya untuk merencanakan dan merealisasikan anggaran.
Dan makin lama,rapat semakin tak bermutu. Apalagi bila sudah menghadapi tiga bulan terakhir menuju akhir tahun. Seluruh kementerian berlomba lomba meningkatkan realisasi anggarannya. Yang penting penyerapan tinggi, soal content dan output nanti dulu. Yang penting setiap konsinyasi ataupun perjalanan dinas ataupun kegiatan ada laporannya.
Tapi hanyakah untuk kelengkapan administrasi realisasi keuangan? Apa imbas perubahan bagi kementerian itu sendiri? Atau yang lebih penting lagi adalah imbas untuk masyarakat luas?
Suatu hari saya dapat tugas untuk menghadiri workshop perencanaan kas kementerian di kementerian keuangan. Saat itu saya didogma bagaimana penyerapan APBN merupakan salah satu indikator ekonomi. Ekonomi negara ini ditopang oleh APBN,asalkan penyerapannya lancar,uang menjadi berputar,terutama yang akun belanja modal dan belanja barang.
Saya pun di dogma,betapa kementerian kementerian ini betapa masih kacaunya dalam merealisasi anggaran. Tiga bulan terakhir mesti grafiknya meningkat. Dan ada pula yang penyerapannya masih rendah seperti kantor saya itu. Padahal ketika setiap pengajuan RAPBN seluruh kementerian, uang negara tidak cukup. Alhasil kementerian keuangan ambil pinjaman luar negeri. Ternyata di akhir tahun, pinjaman itu tidak terpakai. Pinjaman kan juga ada bunganya. Anggaran yang tak terpakai namun bukan pinjaman pun hanya masuk ke Bank Indonesia menjadi SUN atau obligasi (mohon koreksi bila salah) yang juga tak menghasilkan bunga atau apalah.
Fiuhhh...ternyata anggaran negara itu rumit. Saya hanyalah kroco yang memainkan peran kecil sebagai staf PPK (pejabat pembuat komitmen). Namun, bila saya melakukan kesalahan, PPK saya bisa masuk penjara. Toh kasus kasus korupsi saat ini masih didominasi dengan persoalan pengadaan barang/jasa.
Kembali ke soal kamar hotel. Entah mengapa, senyaman nyamannya kamar hotel tetap lebih nyaman dan hangat di rumah. Dan bila tak terpaksa, saya selalu berusaha pulang ke rumah setelah rapat selesai. Ya, benar kata seorang kawan, pekerjaan itu tak akan ada habisnya. Mengutip kalimat dari novel Susanne Diary's for Nicholas;
"dalam kehidupan kita bagaikan memainkan 5 bola sekaligus. 5 bola itu adalah integritas, keluarga, persahabatan, kesehatan dan pekerjaan. Hanya satu yaitu bola 'pekerjaan' yang merupakan bola karet, sedangkan lainnya adalah bola kaca. Ketika bola karet jatuh maka ia akan memantul. Sedangkan ketika bola kaca jatuh maka ia akan retak."
Kini kumengerti arti hidupku. Saya memang harus mengabdi pada negara sebagai pegawai. Namun, negara pun perlu dibangun dari keluarga yang kokoh, baik dari segi ruhani dan intelektualnya.
Dalam SBU 2012 katanya tertera lembur atau rapat di kantor, uang hariannya lebih besar dibandingkan konsinyasi di hotel. Saya si seneng seneng saja. Tapi bagaimana nasib pengusaha hotel?
Ah,saya tidak dalam ranah tersebut hehehe
7 oktober 2011
-gadis kecil dengan jutaan mimpi-
*)Calon Ibu-ibu pejabat perekonomian RI yang memiliki background psikologi
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...