Pada
tulisan kali ini, mungkin tinggalkan dahulu sejenak segala analisa ekonomi,
politik dan sebagainya, walau mungkin masih ada beberapa aroma hal tersebut.
Lebih dari itu yang ingin saya sampaikan pada tulisan ini.
“jangan Pesimis. Mengapa kalian melihat
Negara kalian sejelek itu terhadap Negara lain dan terhadap integrasi ini
(AEC), padahal kalian punya banyak kesempatan lebih dari pada kami”.
Pernyataan
itulah yang dilontarkan oleh seorang sahabat yang berasal dari negeri jauh di
tanah kaya, benua Afrika, tepatnya Senegal. Sebuah Negara nan jauh disana, tapi
masih memiliki harapan untuk terus maju, ingin menjadi seperti Negara-negara di
eropa, bahkan menjadi seperti Indonesia pun, mereka sudah bersyukur.
Senegal
merupakan Negara bekas colonial asal Napoleon Bonaparte berkuasa, Perancis.
Dari A hingga Z, Senegal diatur oleh Negara besar ini, bahkan hingga sekarang
belum dapat lepas ketergantungannya dari Negara tersebut. Bagaimana dengan
Negara kita, secara kasat mata, KITA BEBAS!
Pernyataan
sahabat berkulit gelap ini mau tidak mau telah menusuk hati para pemuda
Indonesia di konfrensi tersebut yang amyoritas menjadi peserta. Pemuda dari
benua seberang pun masih mengakui kalau Indonesia punya banyak kesempatan dari
mereka, lalu mengapa pemuda kita masih tidak yakin dengan Negara kita. Wah,
takut nanti kita tidak bersaing, takut nanti kita bakal dikuasai dan diperalat
oleh Negara lain, atau kita takut integrasi ini bakal mengarah pada hal-hal
yang sebelumnya tidak bisa kita terima sebelumnya. Mari kita putar balik, bung.
“Pemuda tidak seharusnya pesimis, tapi harus
menjadikan dirinya sebagai pilar pengembangan, jadilah lebih kompetitif”.
Sebuah
kutipan lagi dari sang sahabat, pemuda haruslah optimis. Free flow of labor
mengindikasikan aritnya kelak saat AEC 2015 dimulai, pemuda dari seluruh ASEAN
akan dengan mudah keluar masuk Negara anggota untuk mencari pekerjaan. Pemuda
Malaysia akan dengan mudah kerja di Yogyakarta, pemuda dari papua pun akan
dengan lebih leluasa untuk bisa bekerja di Singapura. Siapa yang tidak ingin
memperkerjakan atau bekerja sama dengan orang yang memiliki kualifikasi yang
mumpuni. Jangan sampai pemuda Indonesia tidak lebih kompetitif dari pemuda Vietnam.
Ya, seharusnya kita menjadikan AEC sebagai motivasi kita untuk bisa lebih baik
dari pemuda yang ada di Negara anggota ASEAN, bukan malah menjadikan AEC
sebagai momok dengan alasan kemampuan bersaing.
Lagipula,
AEC adalah sebuah laboratorium yang akan mempersiapkan Negara- Negara ASEAN
terhadap ekonomi global yang kelak akan makin terintegrasi seiring dengan
perkembangan tekonologi, yang pasti perekonomian global akan jauh lebih
kompetitif. Bagaimana Negara ini menjadi lebih maju adalah tugas kita, kurangi
resistensi terhadap perubahan untuk kemajuan. AEC bukanlah hantu yang akan
menakuti kita dengan ketidakberdayaan dalam menghadapi persaigan ini, tetapi
AEC adalah sebuah batu loncatan untuk Indonesia yang lebih baik, Indonesia yang
lebih bisa menyatu dan saling berintegrasi.
“Never Complain with other country
competitiveness, but make us, the youth and your country to be more competitive”.
Takut itu wajar karena kita melihat dampak yang [mungkin] tidak begitu menguntungkan untuk Indonesia, melihat dunia pendidikan kita yang belum mupuni, tapi untuk kata kemajuan kita harus optimis karena yang namanya kompetisi ya kita harus hadapi [ini apa ya]... ah seoragn sahabat pernah bilang "kita tak akan tau kalau belum mencoba" so mari kita coba :))
BalasHapusMemang benar dunia persaingan kini sangat kompetitif, oleh karena itu kita harus bisa lebih optimis dan lebih mempersiapkan diri untuk itu
BalasHapusvisit n folbak y ^_^