Jumat, 18 Februari 2011

Nopirinomics: Analog Acara Walimahan pada Indikator Ekonomi Makro

Oleh: Aulia Rachman Alfahmy

Apa itu Nopirinomics? Well, itu hanya istilah ngasal saya untuk memudahkan penulisan tema pada artikel kali ini. Nopirin adalah salah satu profesor di FEB UGM yang biasanya mengajar kuliah Ekonomika Moneter. Jujur saja, ketika diajar beliau di bangku kuliah, ada hal-hal unik dari gaya beliau mengajar. Mulai dari gaya bicaranya yang rada “aneh”, keras-datar, menghentak-hentak, terkadang bikin kaget, hingga kemampuannya dalam menjelaskan sebuah masalah dengan cerita-cerita yang umum di dalam kehidupan.

Mungkin salah satu cerita yang masih tertanam di kepala saya adalah bagaimana Profesor Nopirin menjelaskan tentang tema transmisi kebijakan moneter. Di dalam tema tersebut membahas keterkaitan “indikator-indikator ekonomi” dengan “tujuan-tujuan kebijakan ekonomi” (goal) secara umum. Prof. Nopirin lalu menjelaskan mengapa indikator-indikator ekonomi  sangat penting untuk dapat menuju pada harapan kebijakan ekonomi yang diinginkan? Misalnya, mengapa indikator ekonomi seperti inflasi atau GDP/kapita penting untuk mencapai sebuah kesejahteraan sosial, penurunan angka kemiskinan, terbukanya lapangan pekerjaan, meningkatnya daya beli masyarakat, dll?

Tanpa menggunakan kutipan-kutipan rumit dan ruwet dari jurnal-jurnal ekonomi, teks book, atau ekonom-ekonom kontemporer, biasanya Pak Nopirin menjelaskan dengan gaya analognya sendiri. Terkait tema “Mengapa indikator penting” beliau memulai cerita dengan seseorang yang sedang naik mobil menuju acara walimahan.

Tujuannya jelas, sampai ke acara walimahan pada saat yang tepat. Tidak terlambat tidak juga terlalu cepat. Indikator-indikator diibaratkan speedometer di dashboard mobil yang memuat kecepatan mobil selama perjalanan. Informasi-informasi tambahan memuat jam berapa acara di mulai, berapa jarak perjalanan dan lain-lain.

Misal di undangan tertera acara walimahan jam 11.00, lalu jarak tempuh ke acara 100 km, maka jika orang tersebut berangkat jam 09.00, maka secara logika sederhana dia harus menggunakan kecepatan 50km/jam sehingga sampai dalam waktu 2 jam di mana itu waktu yang tepat untuk tiba di acara walimahan. Nah! Ini dia pentingnya speedometer di dashboard mobil, pengemudi bisa dengan jelas memperkirakan kecepatan yang diinginkan untuk mencapai tujuan yang dicapai.

Seandainya saja tidak ada speedometer di dalam mobil, apa jadinya nasib tamu undangan ini? Tentu saja yang bermain adalah perasaan. Nah, iya kalau perasaannya benar? Kalau dia terlalu lambat berkendara, bisa-bisa acara walimahan sudah selesai. Sebaliknya kalau dia terlalu dalam menekan pedal gas, bisa-bisa datang di acara walimahan di saat acara belum siap untuk dimulai. Alih-alih sukses datang ke tempat acara, kelakuan mereka bisa malah membuat bingung tuan rumah dan panitia. Pun, akhirnya tamu ini harus bengong dulu melihat para panitia walimahan siap-siap mendekor tempat acara dan lain-lain. Tanpa Speedometer Tujuan akan sangat sulit tercapai.

Bisa juga seperti ini, tiba-tiba di jalan ban bocor (mungkin kalau di ekonomi nyata, ban bocor ini analog dengan sedang situasi terjadinya guncangan krisis), maka pengendara harus menambal ban di tengah jalan. Kalau ingin tetap sampai tepat waktu, maka kecepatan 50km/jam harus diubah. Misal, saat ban selesai ditambal, di mana sisa perjalanan masih 80km per jam dan waktu sudah menunjukan pukul 10.00, maka sang pengendara harus memacu mobilnya menjadi 80 km/jam. Speedometer dapat lebih terasa bermanfaat di saat-saat yang tidak terduga.

Ya demikianlah penjelasan beliau mengapa indikator dalam ekonomi itu penting sebagai sebuah pendekatan eksak dalam rangka mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Bagi saya cara-cara ini sangat menghibur sekali di tengah mata kuliah ilmu ekonomi yang sedemikian abstrak dan “mengawan-ngawang”. Inilah peran seorang pengajar yang baik, mampu membumikan sebuah pengertian-pengertian abstrak ke dalam cerita-cerita analog yang mudah diingat dan dipahami.

Saya jadi ingat ekonom Indonesia yang bernama R.J Kaptin Adisumarta, ekonom yang banyak menulis artikel di Kompas sejak tahun 60-an dan kumpulan tulisannya sempat dibukukan dalam 3 jilid buku berjudul: Komentar Peristiwa Ekonomi (Tahun 1965-2000). Guru besarnya di Belanda memberinya pesan, “Kalau Anda benar-benar paham persoalan ekonomi yang rumit, Anda harus mampu cerita dengan bahasa sehari-hari yang gampang dimengerti”. Yap, setidaknya Profesor Nopirin telah mengajarkan banyak halkepada saya tentang ekonomi, disamping beberapa ekonom Indonesia lain yang saya lihat-lihat juga memiliki gaya yang sama (misalnya Kwik Kian Gie). Ini membuat saya menjadi jatuh cinta terhadap ilmu yang saya pelajari. Kalau mau jujur, mungkin gaya mengajar inilah yang  juga membuat saya bersemangat untuk terus menulis di blog ini.

18 Februari 2011-02-18
(kalau tidak salah ini pas salah satu tokoh idola sepak bola saya, Roberto Baggio, sedang berulang tahun, hehehehhe)

Unknown

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

2 Komentar:

  1. weleh2 ak belum pernah diajar Nopirin...

    BalasHapus
  2. saya sukaaa tulisannya pak nopirin... mudah dipahami.. hihihih...

    BalasHapus

Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...