Minggu, 08 Mei 2011

Tacit


Oleh: Yoga PS

Apa rahasia Negara maju, perusahaan besar, dan organisasi kelas dunia? Bukan gedung tinggi, bukan fasilitas riset mewah, dan bukan juga infrastruktur fisik lainnya. Mereka bisa berkembang berkat kemampuan mengelola sebuah intangible asset bernama tacit. Sebuah asset tak ternilai yang membedakan bangsa hebat dan bangsa kelas teri.

Kita sedang berbicara tentang knowledge management. Usaha mengelola pengetahuan yang ada dilevel individu, organisasi dan masyarakat. Karena knowledge inilah yang menjadi kunci sukses berkuasanya peradaban-peradaban hebat dunia. Mulai dari Yunani, Romawi, Islam, China, India, Mesopotamia, hingga dunia barat seperti saat ini. Pengetahuanlah yang melahirkan sumbu-sumbu peradaban dan menerangi dunia dengan cahaya kemanusiaan.

Menurut Polanyi (1962), pengetahuan terdiri dari tacit dan explicit knowledge. Apa itu tacit? Tacit berasal dari kata latin tacitus yang berarti: "diamlah" (be silent). Secara sederhana tacit berarti pengetahuan personal yang dimiliki seseorang. Gabungan antara knowledge, experience, insight, dan wisdom pribadi. Tapi masalahnya, tacit hanya ada dikepala dan hidup didunia ide imajinasi individu.

Lantas, bagaimana mengelolanya? Bagaimana cara “mengeluarkan” tacit seseorang?

Knowledge Management

Dalam mencairkan dan mendistribusikan pengetahuan, ada 4 tahap penciptaaan pengetahuan (menurut Nonaka’s SECI Model).

1. Socialization (tacit to tacit).

Transfer pengetahuan (biasanya pengalaman) secara langsung. Cth: pembuat bakso mengajari pegawainya membuat bakso secara langsung.

2. Externalization (tacit to explicit)

Artikulasi tacit ke pengetahuan eksplisit sehingga bisa dibagi ke orang lain. Pengetahuan Eksplisit adalah adalah bentuk pengetahuan yang sudah “dikeluarkan” dari dunia ide, bisa berupa tulisan, poster, cd suara, dll. Cth: pembuat bakso menulis resep membuat bakso.

3. Combination (explicit to explicit)

Menggabungkan berbagai pengetahuan eksplisit yang kemudian diolah menjadi pengetahuan eksplisit baru yang lebih komprehensif dan mudah dibagikan. Cth: resep membuat bakso digabung dengan tips melayani konsumen dan menjadi handbook of food and beverage business model.

4. Internalization (from explicit to tacit)

Penyerapan pengetahuan eksplisit baru menjadi pengetahuan tacit dari individu yang besangkutan. Lalu ada proses “pengendapan”, internalisasi dari individu dalam penerapan eksplisit knowledge dan bisa memperkaya pengetahuan tacit. Cth: pegawai membaca manual cara membuat bakso, lalu mulai memikirkan “filosofi” bakso menurut pandangan pribadinya. Proses ini sering menghasilkan inovasi dan perbaikan dari pengetahuan yang telah ada.

Siklus terus berulang dengan kembali ke socialization. Pegawai baru mengajari yuniornya cara membuat bakso secara langsung. Lihat gambar.

Kecerdasan yang Kesepian

Masalahnya, banyak dari kita belum terbiasa mengeluarkan tacit yang dimiliki. kita belum memiliki kebiasaan mengekspresikan apa yang kita ketahui. Paling konkret, kita tidak terbiasa menulis pengetahuan dan pengalaman yang kita dapatkan. Belum terbiasa melakukan eksternalisasi tacit pribadi.

Mungkin ini karena system pendidikan kita yang memperlakukan pengetahuan seperti emas berlian. Ia harus dilindungi, ditutupi, dan dijaga jangan sampai diambil orang lain. Coba perhatikan saat ujian, tak ada kerja sama, semua bersaing mencapai nilai tertinggi dan tak peduli dengan nilai temannya yang lain. Guru juga melarang murid memberi tahu jawaban ujiannya. Membentuk mindset bahwa ilmuku, hartaku, demi nilai ujianku dan kepentinganku.

Kita belum memperlakukan pengetahuan seperti sebuah obor. Bagaikan Nur… Cahaya. Menerangi pemikiran kita, mengisi jiwa, serta membebaskan sukma. Pengetahuan yang memberikan kehangatan anugerah Tuhan, pencerahan kemanusiaan, dan kegairahan dalam sebuah pencarian. Konsep ilmu seperti ini justru akan mati jika ditutup-tutupi, tapi justru akan semakin bersinar ketika dibagi.

Mungkin karena ini juga, Rendra pernah menulis puisi:

“Aku bertanya

apa gunanya pendidikan

Bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing

Di tengah kenyataan persoalan?


Aapakah gunanya pendidikan bila hanya mendorong seseorang

Menjadi layang-layang di ibukota

Kikuk pulang ke daerahnya


Apa gunanya seseorang

Belajar filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran, atau apa saja

Ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata:

“Di sini aku merasa asing dan sepi!”

Sharing Paradox


Kunci sukses “mantan negara miskin” dan tidak memiliki sumber daya alam semacam Finlandia, Singapura, dan Korea adalah pengetahuan. Karena kita sedang memasuki knowledge based economy. Negara yang hanya mengandalkan sumber daya alam akan mengalami “kutukan sumber daya alam”: value added yang rendah dan adanya siklus boom & burst dalam harga.

Lalu apa yang bisa kita lakukan? Tujuan saya menulis artikel ini sebenarnya hanya ingin mengajak pembaca untuk terbiasa berbagi. Apa saja. Mari membagi tacit yang kita miliki. Belajar melakukan eksternalisasi. Kita bisa berbagi hal sederhana sampai rumit. Tidak ada yang salah. Tuliskan pemikiran Anda, rekam suara Anda, ambil gambar Anda. Ceritakan kepada dunia apa yang Anda ketahui, rasakan, dan inginkan. Bagikan apa yang Anda punya.

And the more you share, the more you get. Ini adalah sharing paradox (menurut saya). Logika matematis tidak berlaku disini. Dalam berbagi tidak ada substraksi materi, yang ada justru ekpansi dan anomaly. Karena pengetahuan yang kita bagi justru menambah pengetahuan yang kita miliki. Seperti sedekah, berbagi kebaikan akan melahirkan 7 cabang kebaikan. Dan Tuhan selalu punya rahasia dan jalan unik untuk mengembalikan kebaikan itu kepada kita.

Harus diingat, perintah Tuhan yang pertama bukan “diamlah” (tacitus). Tapi “bacalah”. Setelah itu maka:

“Tulislah.”

Pencerahan

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

2 Komentar:

  1. Seengakny blog ini mmbntu kit mbngun budaya ini :)

    BalasHapus
  2. betul sekali om ekonom, xixixi... yg bikin enak nulis di sini sih "gila" itu, jadi bebas deh nulis dengan style dan ide apapun karena orang gila itu bebas berekspresi, palingan cm "dicemooh" gila...

    BalasHapus

Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...