Oleh: Ahmad Munadi
Meneruskan tulisan saia mengenai kredit dana cepat di "Cermat Sebelum Ambil Kredit Dana Cepat". Jika tulisan sebelumnya lebih kearah populis, maka tulisan ini saia coba dalami dengan logika bodoh saia. Dari tulisan sebelumnya didapati dua ciri yang juga saia artikan cacat dalam pengertian keuangan. Contoh yang digunakan tetap menggunakan skema kredit dari BF* Finance sehingga cirinya sama.
1. Semakin Lama Jangka Waktu maka Semakin Besar Bunga (?)
Dalam mempelajari manajemen keuangan terdapat dua pijakan dasar yang harus dipahami benar. Pijakan pertama adalah teknik analisis rasio-rasio keuangan. Pijakan yang kedua adalah time value of money. Time value of Money (nilai waktu uang) mengartikan bahwa uang pada masa sekarang lebih berharga dari uang di masa mendatang. Beragam alasan dapat dikemukakan mulai dari inflasi, investasi, denominasi dan lain sebagainya. Pada intinya waktu dapat menggerus nilai uang menjadi lebih kecil di masa mendatang.
Apabila seseorang atau perusahaan mengeluarkan hutang, umumnya mereka akan menyertakan interest(bunga) agar hutang mereka dapat menarik. Besaran interest umumnya ditentukan berdasarkan risiko yang ada. Hutang jangka panjang cenderung lebih berisiko dibandingkan hutang jangka pendek. Hal ini disebabkan karena ada risiko waktu atau ketidakpastian waktu yang lebih panjang bahwa si peminjam dapat mengembalikan hutangnya secara lunas.
Dalam praktik bisnis umumnya perusahaan akan memberi semacam diskon bagi peminjam apabila melunasi lebih cepat dari waktunya. Selain itu juga, apabila sebuah perusahaan mengeluarkan 2 obligasi (surat hutang) pada saat bersamaan dengan jangka waktu yang berbeda, maka umumnya obligasi dengan jangka waktu lebih lama memiliki Bunga yang lebih besar. Hal ini karena didasari adanya nilai waktu uang dan risiko waktu atau juga sering disebut risiko default.
Kembali ke Dana Cepat, sekilas maka akan terlihat benar bahwa semakin panjang waktu maka bunga yang dikenakan semakin besar. Tetapi pemahaman keuangan tidak berhenti cukup sampai disitu, kita harus bisa membandingkan bunga tersebut pada standar yang sama. Maka saia akan ambil contoh pada pinjaman 1 juta pada jangka waktu 6 bulan (81%), 12 bulan (87%) dan 18 bulan (119%).
Dengan jangka waktu 6 bulan, maka bunga yang diikenakan adalah 81% per 6 bulan, maka perbulannya bunga yang dikenakan adalah 81%/6 = 13,5 % per bulan. Untuk jangka waktu 12 bulan bunga tahunannya adalah 87%, maka bunga perbulannya sebesar 87%/12= 7,25% per bulan. Untuk jangka waktu 18 bulan, bunga yang dikenakan adalah 119% sedangkan bunga perbulannya adalah 119%/18 = 6,6% per bulan. Secara bulanan maka pinjaman 6 bulanan kena bunga paling besar sebesar 13,5% perbulan. Selanjutnya 12 bulanan 7,25% dan 18 bulanan 6,6% per bulan.
Dengan kata lain jika disetarakan berdasarkan bunga yang dikenakan perbulan, justru pinjaman dengan jangka waktu lebih cepat dikenakan biaya lebih besar dibandingkan pinjaman dengan jangka waktu yang lebih lama. Dimana logikanya? Padahal logika keuangan seharusnya pinjaman lebih cepat dikenakan biaya bunga yang lebih rendah!!! Disinilah para rentenir itu bekerja.
2. Semakin Besar Pinjaman maka Semakin Kecil Bunga yang Ditanggung (?)
Logika aneh macam mana yang menyebutkan jika pinjaman yang diberikan semakin besar maka bunga yang diberikan semakin kecil? Aneh bukan? Misalkan saja seseorang digaji oleh bosnya 1 juta untuk bekerja selama 8 jam, kemudian esoknya bos memberikan gaji 2 juta, pertanyaannya maka karyawan akan bekerja diatas 8 jam atau justru dibawah 8 jam?
Dari contoh diatas seharusnya karyawan tersebut bekerja diatas 8 jam karena menerima uang lebih banyak. Sama seperti pinjaman, seharusnya semakin besar pinjaman yang diberikan justru semakin besar juga bunga yang dikenakan. Anehnya pada contoh BF* Fianance ini, dan juga mayoritas lembaga keuangan lainnya semakin besar kredit yang diberikan maka semakin kecil bunga yang dibebankan.
Jika hal ini ditanyakan pada para bankir maka jawaban yang mereka berikan akan seragam. Jawabannya adalah karena yang menerima kredit kecil adalah umumnya para UMKM yang tidak akuntable. Selain itu mereka juga toh sanggup membayarnya karena UMKM memiliki penghasilan yang lebih besar dibandingkan perusahaan besar secara persentase. (inilah alasan terbesar kenapa mahasiswa ekonomi seharusnya jangan masuk bank)
Memang benar pernyataan bankir tersebut. Jika kita ke pasar dan melihat bapak/ibu/mbok/mbah penjual makanan atau barang-barang, mereka memiliki margin keuntungan yang besar. Jika sehari mereka bermodal misal 20.000 untuk membeli bahan makanan, maka pada hari itu juga saat tutup mereka sudah mengantongi 30.000 atau mendapat keuntungan 10.000 dengan kata lain Return on Equity (ROE) sebesar 50% hanya dalam sehari. Beda dengan perusahaan besar, umumnya ROE mereka berkisar pada angka 15% setahun. Dalam keuangan hal ini sering disebut size effect.
Dengan ROE yang berbeda dan adanya size effect tersebut bukankah seharusnya normal jika pinjaman kecil dikenakan bunga yang lebih besar dibandingkan pinjaman besar? Tetap tidak normal. Sepintas memang dapat diterima, namun jika coba memahami lebih luas dan jauh justru inilah yang disebut kapitalisme. Cara ini akan mengikat UMKM kecil untuk sulit menjadi besar karena keuntungan mereka sebagian besar digunakan untuk membayar hutang, hasilnya mereka akan tetap stagnan dan susah berkembang. Lain halnya perusahaan besar dengan bunga rendah mereka semakin mudah untuk menjadi besar dibandingkan para UMKM tersebut. Jika begini terus adanya maka yang pemodal kecil yang ingin besar selalu tertekan dan pemodal besar yang sudah besar akan semakin besar. Kapitalis sempurna.
Seperti sebuah perangkap yang tiada henti, usaha kecil jika sudah tersentuh kredit bank maka akan semakin sulit untuk berkembang. Alasannya, karena umumnya dari mereka tidak terlalu pandai berhitung dan dikecohkan oleh sistem kredit ini sehingga secara tidak sadar uang mereka selalu tersedot ke arah bank. Sedangkan yang menerima keuntungan dari semua itu adalah bank dan pemilik bank tentunya. Maka bukankah fungsi utama kredit usaha untuk membangkitkan usaha justru akan berlaku sebaliknya, mereka menjadi benalu pada para pengusaha kecil.
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...