Oleh: Aulia Rachman Alfahmy
Sebagai seorang “ekonom gila”, saya selalu terbiasa menggunakan angka dalam menjelaskan dan mengungkapkan sesuatu agar dapat dipahami dengan mudah. Kisah dari tulisan ini dimulai dari sebuah pernyataan yang cukup unik, “Jika ada wanita yang melamar saya terlebih dahulu, maka saya akan menjanjikan dia peluang 80% keberhasilan”. Terlepas saya suka dia atau tidak, dia cantik atau biasa-biasa saja, kaya atau miskin, intinya kita anggap tidak ada faktor lain yang memengaruhi (kecuali faktor agama kali ya? :P). Saya sudah berjanji memberikan “80%” saya kepada dia. Adapun saya melakukan ini karena 1) Saya menghormati keberanian perempuan menyatakan lebih dahulu; 2) Untuk saat ini, melihat dari kondisi saya yang belum mapan dan menjadi apa-apa, pastinya sang perempuan benar-benar melihat lebih dari sekedar materi, 80% adalah reward saya.
Tapi ada satu hal yang menganggu saya akhir-akhir ini. Apa sebenarnya makna dari ungkapan “80%” ini? Bagaimana praktik di lapangannya? Apa konsekuensi pernyataan ini bagi masa depan rumah tangga saya? Apakah ungkapan ini dapat menjelaskan siapa saya? Apa manfaat mengetahui makna angka-angka ini bagi para pembaca Ekonom Gila?
Pengertian 80% pada Umumnya…
Mari kita berasumsi 1) cateris paribus, pilihan atas pelamar objektif, tidak ada tendensi atau kecenderungan 2) bahwa yang namanya melamar hanya ada dua jawaban, “Ya” dan “Tidak”, jadi di sini kita beranggapan bahwa seseorang tidak akan memberikan jawaban menggantung, tidak ada jawaban, “sebenarnya saya menerima, tapi tunggu saya lulus/tunggu kamu lulus/tunggu kamu sudah kerja/tunggu kakak sudah nikah/dan jawaban-jawaban sejenis lainnya. Jika kita melamar seseorang, maka probabilitas normalnya adalah 50%, karena ada dua jawaban “Ya” dan “Tidak” (dalam rujukan hukum Islam, seorang wanita yang belum menikah, jika “diam” maka bisa dianggap menjawab “iya”, karena diasumsikan ia malu mengatakan “iya”). Nah, pencerahannya adalah dalam situasi normal, maka setiap lamaran yang kita ajukan ke seseorang sebenarnya memiliki probabilitas diterima 50%! (tentunya juga probabilitas ditolak 50% hehehehe), cateris paribus :P.
Lalu apa makna 80%? Jika kita bersandarkan pada pengertian dan kasus 50%-50% di atas, maka bisa diartikan maksud dari 80% adalah sebuah ungkapan untuk memberikan penekanan atas probabilitas diterima yang lebih besar. Artinya hukum ya-tidak 50%-50% berubah menjadi 20% untuk tidak, dan 80% untuk iya. Dengan kata lain ini adalah sebuah ungkapan yang mengisyaratkan: “Ayo lamar aku duluan, InsyaAllah kamu akan saya berikan prioritas untuk diterima. Kemungkinan ditolakmu amat sangat kecil…”
Konsep Probabilitas ala Saya…
Penjelasan di atas tidak akan selesai begitu saja. Akan ada masalah jika ada yang bertanya, “Kalau memang hanya sekedar memberikan kecenderungan untuk diterima, kenapa gak 75%? Kenapa gak sekalian 99%? Apa bedanya 80% dengan 90%? Bukannya semua ungkapan ini sama saja? Kenapa harus 80%? Apa itu hanya retorika belaka, biar kelihatan cool dan keren?”.
Baiklah, mungkin memang saya dulu tidak sengaja beretorika. Terpaksa saya membuka buku-buku lama saya lagi, dan mungkin jawabannya ada di buku Basic Econometrics buatan Pak Gujarati dan logika yang dipakai cukup berbeda dengan logika 50-50 di atas. Dan mungkin nanti jika ada anak matematika yang membaca artikel ini, ia akan banyak mengkritisi tulisan ini karena mereka lebih mengetahui hakikat probabilitas ketimbang diri saya. Aka tetapi… lagi pula itulah kenapa ini blog ini disebut Ekonom Gila bukan? Hehehehehe. So nekat saja…
Baiklah, mungkin memang saya dulu tidak sengaja beretorika. Terpaksa saya membuka buku-buku lama saya lagi, dan mungkin jawabannya ada di buku Basic Econometrics buatan Pak Gujarati dan logika yang dipakai cukup berbeda dengan logika 50-50 di atas. Dan mungkin nanti jika ada anak matematika yang membaca artikel ini, ia akan banyak mengkritisi tulisan ini karena mereka lebih mengetahui hakikat probabilitas ketimbang diri saya. Aka tetapi… lagi pula itulah kenapa ini blog ini disebut Ekonom Gila bukan? Hehehehehe. So nekat saja…
Pada Bab 5 yang ngomongin masalah interval estimation and hypothesis, pak Gujarati menyinggung apa yang dimaksud dengan confidence interval atau biasa disingkat dengan CF (biasanya dengan angka 90%, 95%, dan 99%). Misalnya dalam bagian ini Pak Gujarati menerangkan apa yang dimaksud dengan CF 95% dalam sebuah interval nilai 0.4268 sampai 0.5914. Beliau menjelaskan maksud CF itu seperti ini:
Given condition 95%, in the long run, 95 out of 100 cases interval like (0.4268, 0.5914) will contain true β2.
Tapi beliau juga meningatkan!
We cannot say that the probability is 95% percent, that the specific interval (0.4268, 0.5914) contains the true β2 because this interval is now fixed and no longer random, therefore, either lies in it or does not: The Probability that specified fixed interval include the true β2 is therefore 1 or 0.
Anda bingung? Hahahahaha, Sama saya juga! Mungkin pengertian Gujarati di atas sebenarnya tidak bisa dipakai dalam kasus “dilamar = 80%” saya. Karena di atas adalah sebuah kasus yang harus digunakannya sebuah data empiris, ada observasi, ada standar deviasi, dan CF yang bergabung dan berujung pada sebuah kesimpulan pada diterima atau ditolaknya hipotesis. Tapi mungkin ada baiknya kita menggunakan sedikit pengertian di atas untuk kasus “dilamar = 80%” ala saya. Oke ini ala saya, silakan bagi teman-teman yang ahli matematika mengoreksi secara akademis tulisan ini, eheheheheh.
Terinspirasi dari pengertian CF di atas, saya menggunakan pengertian 80% seperti ini: Dalam jangka panjang dari kasus 100 wanita yang duluan melamar saya, maka 80 lamaran yang ada adalah lamaran yang saya terima. Wah artinya, apa saya punya bakal 80 istri?
Interpretasi Liar…
Baiklah, mari kita kecilkan angka 80% ini menjadi 8 dari 10 atau 4 dari 5. Jadi misalnya dalam jangka panjang ada 10 wanita melamar saya duluan maka 8 lamaran itu saya terima, atau lebih kecil lagi, jika dalam hidup saya (jangka panjang) ada 5 wanita yang melamar saya, maka 4 lamaran itu akan saya terima. Nah, sekarang sudah ada 4 istri, kalau di Islam kan boleh punya 4 istri? Apa ini maunya penulis? Hehehe: Bukan. Itu bukan concern saya, bukan jumlah orang yang diterima, tapi justru jumlah orang yang ditolak.
“Hikmah” dari probabilitas ala saya di atas adalah dapat dijelaskan seperti ini: anggaplah saya memiliki fans 100 orang wanita, dan anggaplah ada pengamatan peneliti peradaban, saat ini 10% dari fans wanita biasanya mau dan rela melamar duluan. Jadi dengan fans yang saya estimasi sekitar 100 orang maka ada 10 orang dalam hidup saya yang akan melamar saya duluan. Maka jika demikian ada 8 yang diterima dan 2 orang yang tidak diterima. Dengan demikian, jika saya konsisten dengan prinsip 80% dan jika kondisi-kondisi soal estimasi fans dan wanita pelamar benar, maka jatah menolak “wanita pelamar duluan” sepanjang hidup saya hanya ada 2 orang. Jika fans saya hanya ada 50 orang sepanjang hidup, maka 5 orangnya akan berani melamar duluan. Dengan prinsip 80% diterima, maka jatah menolak saya hanya 1 orang. Bagaimana jika hanya ada 3 pelamar dalam hidup saya, tidak ada yang bisa saya tolak sedikit pun, karena ketika saya menolak satu orang saja maka rumusnya bukan lagi 80% tapi 66,6%.
Oke apa hikmah dari “logika-logika” di atas? Menjawab pertanyaan dasar di atas bahwa angka 80% ada bedanya dengan 90% dan 70%. Ternyata ungkapan-ungkapan 70%, 80%, 90% menunjukkan perbedaan 1) tingkat kepercayaan diri seseorang atas seberapa banyak jumlah fansnya dan 2) bisa mengetahui seberapa banyak jatah orang yang bisa dia tolak. Semakin tinggi nilai probabilitasnya maka menunjukkan bahwa orang tersebut kurang percaya diri = merasa fansnya sedikit, artinya dia memiliki prinsip “Siapa saja! yang penting mau sama saya…”, Semakin rendah maka bisa dikatakan adalah orang yang sangat pemilih dengan memperbanyak “jatah menolak” = yakin bahwa dalam hidupnya akan banyak yang melamar dia.
Note: ingat bahwa ini adalah kasus di mana kita dilamar oleh seseorang tanpa tendensi/kecenderungan apa-apa, murni tanpa ada chemistry, objektif tanpa ada rasa di hati :p, jadi tidak bisa kita bantah oleh orang yag sudah menikah, “Saya ini pemilih loh, tapi..lamaran pertama atas diri saya saya terima tuh, karena memang saya dari awal sudah suka sama dia! Kosep ini batal!”. Itu kasus dengan asumsi yang berbeda.
Note: ingat bahwa ini adalah kasus di mana kita dilamar oleh seseorang tanpa tendensi/kecenderungan apa-apa, murni tanpa ada chemistry, objektif tanpa ada rasa di hati :p, jadi tidak bisa kita bantah oleh orang yag sudah menikah, “Saya ini pemilih loh, tapi..lamaran pertama atas diri saya saya terima tuh, karena memang saya dari awal sudah suka sama dia! Kosep ini batal!”. Itu kasus dengan asumsi yang berbeda.
Perbedaan Kondisi-Kondisi yang Dibutuhkan
Ingat bahwa 80% itu adalah standard saya pribadi bagi wanita yang “melamar duluan”. Kredit lebih saya berikan bagi mereka yang berani mengambil inisiatif dengan landasan berpikir bahwa di era peradaban saat ini wanita yang berani melamar duluan adalah wanita yang punya perbedaan dan nyali (not ordinary). Mungkin bisa jadi kasus ini bagi wanita berbeda, bagi mereka “Pria Melamar duluan” adalah hal yang biasa, dan tidak perlu diberikan kredit lebih. Tetap kembali ke konsep probabilitas awal 50-50, “iya” atau tidak” (note: konsep 50-50 sebenarnya tidak bisa diartikan jika ada 10 orang melamar, 5 orang adalah jatah ditolak, karena concern-nya di opsi pilihan.”ya” dan tidak”, karenanya probabilitas 50%).
Sebenarnya konsep 80% saya bisa diterapkan menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. Misal mbak A, “Saya akan memberikan 80% kemungkinan diterima bagi pria yang melamar saya jika dia seorang lulusan S1”, Mbak B, “Saya akan memberikan 80% kemungkinan diterima bagi pria yang melamar saya jika dia adalah seorang yang alim dan faqih dalam agama”, Mbak C, “Saya akan memberikan 80% kemungkinan diterima bagi pria yang melama saya jika dia adalah seorang yang kaya raya, atau Mbak D, “Saya akan memberikan 99,99% kemungkinan diterima bagi pria yang melamar saya jika dia adalah seorang yang lulusan S1, alim dan faqih dalam agama, seorang yang kaya raya dan ganteng…”, ingat: cateris paribus.
- Bagi mbak A: Semisal dalam hidupnya ada 10 pria lulusan S1 melamar dia, maka jatah menolak dia 2 bagi kelompok S1 itu
- Bagi mbak B: Semisal dalam hidupnya ada 10 pria yang alim dan faqih dalam agama melamar dia, maka jatah menolak dia 2 bagi kelompok alim dan faqih itu
- Bagi mbak C: Semisal dalam hidupnya ada 10 pria yang kaya raya melamar dia, maka jatah menolak dia 2 bagi kelompok kaya raya itu
- Bagi mbak D: Semisal dalam hidupnya ada 1 saja atau bahkan 100 orang pria lulusan S1, alim-faqih, kaya raya, dan ganteng melamar dia, maka tidak ada satu pun yang “sempat” dia tolak (satu aja belum tentu ada dalam hidup…)
Sama seperti saya, “Saya akan memberikan 95% bagi wanita yang melamar dulu, sholehah dan pinter”, dari 80% menjadi 95%, ada peningkatan probabilitas dan pengertian secara teknis di lapangan akan berbeda.
Hikmah dan Kesimpulan
Bagi orang yang ingin melamar saya: lihat kira-kira seberapa terkenal saya, seberapa keren saya, berapa kira-kira jumlah fans saya, berapa kira-kira orang yang akan melamar saya dalam jangka panjang, lalu cari tahu sudah berapa orang yang saya tolak, lamarlah saya ketika jatah menolak sudah habis dan anda akan saya terima sebagai bentuk konsistensi saya terhadap apa yang saya janjikan pada diri sendiri. Hehehehehehehe
Bagi kita semua (penulis dan pembaca Ekonom Gila): Menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih baik akan meningkatkan probabilitas diterimanya lamaran kita kepada seseorang, karena orang yang kita lamar akan kehabisan “jatah” untuk menolak.
Sekali lagi, mungkin banyak yang akan mengkritik pedas tulisan saya mulai dari konsep probabilitasnya yang ngawur hingga ke masalah “perasaan” hati dan kejelimetan saya soal hal-hal yang remeh temeh ini: Pernikahan, “Sudahlah Aulia, ngapain pusing-pusing hitung-hitung probabilitas, kalau suka ya terima aja, kalau gak suka tolak saja, tidak usah banyak dipikirkan, dirasakan saja….”.
Selama menjalani kehidupan ini, saya akhirnya sadar bahwa masa depan, serapi apapun manusia merencanakan, Allah yang berkendak. Manusia sebatas merencanakan, rencana Allah niscaya lebih indah. Termasuk dalam hal jodoh, kita tidak bisa tahu apakah memang benar-benar pasangan hidup yang ada di depan kita adalah yang terbaik dari kacamata pribadi dan perasaan kita saja, Allah-lah yang akan menunjukkan kepada kita siapa yang terbaik bagi kita, sekali lagi, manusia hanya bisa merencanakan”. Probabilitas yang rumit di atas adalah rencana saya, Allah-lah yang berkehendak di hasilnya. Saya akan kesampingkan emosi dan perasaan saya dalam menentukan sebuah pilihan yang besar dalam hidup saya: Istri, lalu akan menggantinya dengan bersikap objektif dan profesional melalui sebuah rencana dan doa agar selalu diberikan ilham yang benar dan baik bagi hidup dan agama saya. Semua kembali ke Allah...
"..either lies in it or does not: The Probability that specified fixed interval include the true β2 is therefore 1 or 0."
Selasa, 4 Juni 2013
Waktunya untuk merenung dan merenungkan..
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...