By: Benjamin Ridwan Gunawan
Bapak ekonomi kita,
Adam Smith pernah pada salah satu hipotesisnya direvisi oleh mahasiswa pasca
sarjana di Princeton pada tahun 1949, John Nash, “Keberhasilan suatu kelompok
ditentukan oleh tiap individu dalam kelompok melakukan yang terbaik untuk
dirinya sendiri dan kelompoknya.”
Kelas yang aku
ajar, yakni kelas 4 dan 5, merupakan tim kecil yang berisikan 18 calon pemimpin
bangsa di masa depan. Aku berusaha tidak melewatkan satupun muridku yang
tertinggal (tentu saja 18 murid sangat mudah terlihat di kelas dibandingkan 50
murid per kelas pada jamanku SD) dari pelajaran, baik ilmu kognitif, sikap
maupun ilmu tentang kehidupan.
Aku hanya berusaha
mengajarkan apa yang aku tahu dan aku kuasai kepada muridku, sehingga ilmu yang
kuberikan dapat lebih diterima. Karena gurunya sendiri paham, maka
mengajarkannya pun dapat lebih mudah (bayangkan saja seorang ahli biologi
diminta mengajarkan ilmu politik). Salah satu ilmu yang kuajarkan kepada
muridku selain koperasi (kecil-kecilan) adalah investasi.
Bukan investasi
besar. Aku mengumpulkan muridku, kemudian aku jelaskan konsep investasi (yang
semoga syariah) kepada muridku, tentu saja dengan bahasa yang semudah mungkin.
Aku jelaskan kepada muridku, kita akan membantu meminjamkan modal kepada
seseorang di talang agar dia bisa berjualan. Dan tentu saja jenis usaha yang
akan dilakukan oleh ibu tersebut, muridku sebagai calon penanam modal harus
tahu, mengerti dan sukur-sukur juga paham. Ini merupakan pelajaran utama yang
diberikan Benjamin Graham kepada muridnya yang tersohor di dunia investasi saat
ini, Warren Buffet.
Akhirnya dari
beberapa pilihan orang dan jenis usaha yang akan kami bantu modal usahanya,
pilihan kami jatuh kepada salah satu ibu dari murid di kelasku. Ibunya Resti, murid
kelas 5. Ada 3 analisis yang menjadikan ibu Resti ini calon penerima modal
kami:
1. Analisis
Fundamental
Bisnis baru yang
akan kami bantu pada ibu Resti adalah jualan bensin eceran. Secara produk, ini
merupakan barang fast moving product.
Barang yang turn over nya cepat.
Karena 2 alasan. Pertama, semua rumah di sini masih memakai jenset untuk
menyalakan listrik di malam hari, yang bahan bakar utamanya adalah bensin.
Kedua, jarak pom bensin dari talangku ini jauhnya minta ampun. Seperti dari
Tangerang ke Jakarta. Jadi dapat diambil deduksi, barang ini akan sangat laku,
dan perputarannya cepat. Ditambah keuntungan yang diperoleh cukup besar.
Mengambil bensin dari bandar bensin terdekat di desa, sebesar rp8.000 dan akan dijual di
talang sebesar rp10.000
(penentuan harga pasar ini berdasarkan jarak tempuh dan kesulitan perjalanan
dari talang ke desa terdekat membutuhkan biaya transportasi dan effort yang tidak mudah). Keuntungan yang diperoleh sebesar 25%. Persentase keuntungan kotor produk
ini jauh lebih besar dari keuntungan yang diperoleh pom bensin langsung.
2. Analisis
Teknikal
Ibu Resti ini
merupakan ibu rumah tangga yang sudah berpengalaman membuka toko kelontong di
enam bulan terakhir. Dan modal yang diperoleh adalah dari sebuah lembaga
keuangan daerah, di mana pembayaran angsurannya selalu tepat waktu. Artinya
apa? Track reccord perjalanan bisnis
ibu Resti ini cukup baik.
3. Analisis
Manajemen (by Sam Fisher)
Selain dua analisis
utama yang biasa dipakai oleh para investor di masa kini. Ada satu analisis
lagi, yaitu pelajari ‘The man behind the
gun’ nya. Orang yang menjalankan bisnis ini. Orang tua Resti adalah orang
yang sangat baik. Khususnya kepadaku, karena setiap aku datang pasti diberi
makan... Ah sungguh baik mereka ini. Tentu saja bukan hanya ini analisis
manajemennya. Selain kedisiplinan ibu Resti dalam membayar angsuran pinjaman,
ibu Resti ini seorang pekerja keras yang juga sabar. Pernah dalam keadaan
sakit, dia tetap berangkat ke desa terdekat untuk mengambil stok barang
dagangan. Juga di suatu hari ketika dagangannya kurang laku, beliau
mengakalinya dengan menjual pempek dan tekwan, di mana rasanya sangat enak dan
tentu saja ini membuat tokonya ramai kembali. Oh... Aku memang pandai memuji
toko ibu Resti ini, mungkin suatu saat bisa kubuatkan artikel advetorialnya dan
kutagihkan biayanya.
Tentu saja kalian
para pembaca budiman dengan intelektual tinggi serta IQ rata-rata di atas 120,
akan melihat penjelasanku ini sepele. Tapi bayangkan murid-murid yang aku
jelaskan analisis ini. Mereka sudah terkapar di lantai dengan mulut berbusa
seperti ikan gurame yang kolamnya kekeringan air.
Setelah
menganalisis bisnis yang akan kami bantu modal, akhirnya kami sepakat ibu Resti
lah yang akan kami pinjamkan modal kami. Setiap murid ikut menyisihkan
tabungannya untuk diinvestasikan ke bisnis ibu Resti. Tabungan yang disisihkan
mulai dari rp5.000 sampai rp60.000. Hingga modal terkumpul rp500.000 (angka ini
sengaja aku tetapkan supaya mudah menghitung pengembalian angsuran dan bagi
hasilnya).
Dalam pelaksanaan
investasi yang kami namakan proyek "Koperasi Rambang" ini, aku menunjuk satu murid, yaitu Letriani sebagai akuntan cilik,
pencatat pemasukan dan pengeluaran investasi ini beserta catatan kepemilikan
modal. Aku sebagai gurunya berperan sebagai pembimbing dari akuntan cilik ini.
Sedangkan sisa 17 murid lainnya menjadi pengawas.
Sore itu juga, aku
bersama Resti dan Letriani si akuntan cilikku mendatangi rumah ibu Resti. Si
calon penerima pinjaman modal kami. Pembicaraan tidak memakan waktu lama,
karena aku sudah lumayan sering berkunjung ke rumah Resti untuk makan, eh
maksudnya melihat perkembangan belajar Resti. Ibu Resti menerima modal kami dan
siap membuka lini bisnis baru di bidang perminyakan dan siap membayar angsuran sebanyak
10 kali. Bagi hasil yang akan kami terima adalah setengah dari keuntungan
penjualan 60 liter bensin yang pertama. Keuntungan penjualan bensin berikutnya
setelah itu menjadi milik ibu Resti sepenuhnya. Pada angsuran berikutnya ibu
Resti cukup mengembalikan modal saja sebesar rp500.000 secara angsuran.
Dalam kegiatan investasi ini, aku tekankan
kepada muridku, bukan keuntungan sebesar-besarnya yang kita cari. Tapi
pembelajarannya, semoga di antara 18 muridku ini kelak akan dapat mempergunakan
ilmu yang kuajarkan ini untuk kesejahteraan dirinya, keluarganya, masyarakatnya
dan sukur-sukur untuk negaranya. Sama seperti ajaran investasi Benjamin Graham,
sang guru kepada muridnya, Warren Buffet.
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...