Tampilkan postingan dengan label investasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label investasi. Tampilkan semua postingan

Senin, 08 Agustus 2016

Mental Block Investasi di Pasar Modal



Seorang teman penasaran tentang investasi saham yang saya lakukan. Koq kayaknya keren, bisa main saham kaya di pilem-pilem. Padahal harusnya investasi di pasar modal adalah sesuatu yang biasa aja. Mirip dengan investasi di emas, ternak, atau perkebunan. Cuma bedanya investasi di pasar modal adalah paper asset. Aset yang tercatat di kertas.

Saya jadi sadar jika investor individu di negara ini masih kecil. Per Februari 2016 baru ada 582.052 rekening. Dibandingkan dengan 250 juta penduduk negara kita, Itu berarti masih 0,2%, dan jauh tertinggal dari negara tetangga macam Singapura (30%) dan Malaysia (35%).

Koq bisa kecil amat sih? Menurut saya, ada beberapa mental block (mindset yang keliru) tentang investasi di pasar modal yang menghantui masyarakat kita. Saya coba mendaftar beberapa diantaranya:

“Saham itu bentuknya kaya apa? Apa Beda Pasar Modal dengan Pasar Senen?”

Banyak dari kita yang belum tahu apa itu saham, dan apa itu pasar modal. Padahal sebenarnya saham itu sederhana: bagian kepemilikan dari perusahaan. Dan pasar modal adalah tempat dimana perusahaan yang butuh modal (emiten) bertemu dengan orang yang punya modal (investor).

Zaman dulu katanya saham itu bertentuk kertas, macam sertifikat gitu. Tapi sejak perkembangan teknologi, saham hanya tercatat di rekening bursa seorang investor dan dia tak perlu menyimpan berlembar-lembar saham fisik. Enak kan, ga ribet kalo kebanjiran hehehe.

Sebagai pemilik kita akan dapat bagi hasil berupa deviden (klo untung). Dan enaknya di pasar modal, kita bisa memperjual belikan kepemilikan saham kita. Jadi jika awalnya punya saham di perusahaan tambang terus ngerasa bosen dan pingin punya saham di perusahaan telekomunikasi, ya tinggal dijual aja ke orang lain. Transaksi inilah yang menyebabkan harga saham naik turun kaya ingus.

 “Saham hanya untuk orang kaya! Aku mah apa atuh, Cuma serbuk gergaji di semesta ini”

Mindset yang sering menyerang kebanyakan dari kita: hanya orang kaya yang berhak berinvestasi. Nah sekarang pertanyaannya: “mereka berinvestasi karena kaya”, atau “mereka kaya karena berinvestasi”?

Padahal banyak banget saham yang harganya terjangkau. Contohnya MYOR (Mayora) yang per 7 Agustus dijual dengan harga 1.640 rupiah saja per lembar. Atau TLKM (Telkom) seharga 4.350. Jika suka otomotif bisa membeli ASII (Astra) di level 7.925 perak.

Nah bedanya untuk pembelian di pasar modal hitungannya lot bos. Zaman dulu 1 lot itu 500 lembar. Sekarang Cuma 100 lembar. Jadi 1 lot Astra Cuma 792.000 dan 1 lot Mayora hanya 164.000-an saja. Masih ngerasa kemahalan? Bisa cari yang dibawah harga 500 perak macam GIAA (Garuda) yang diperdagangkan di harga 470 rupiah per lembarnya. Beli gadget 5 juta aja bisa, masa beli saham 47 ribu ga mampu?

“Jangan invest saham, itu judi!”

Perlu diingat, harga saham di pasar bisa berubah-ubah dipengaruhi banyak faktor. Bisa laporan keuangan, proyeksi pertumbuhan ekonomi, krisis politik, sampai ulah spekulan. Karena sejatinya harga saham adalah proyeksi nilai dari sebuah perusahaan. Dan namanya juga valuasi, terus berubah sepanjang waktu.

Orang yang berpikir jika saham adalah perjudian seringkali lupa jika investasi mengandung risiko. Ketika kita berinvestasi pada ternak, kita berharap ternak itu bisa besar dan dijual dengan harga tinggi. Bagaimana jika ternak-nya ga gede2 karena kena penyakit?

Hampir sama dengan investasi di pasar modal. Kita berinvestasi di sebuah perusahaan dan berharap perusahaan itu menghasilkan keuntungan. Tapi jika ternyata rugi? Ya siap-siap harga saham kita turun.

“Saya bisa cepat kaya dan juga bisa cepat miskin”

Aduh bos, jangan menelan mentah-mentah informasi dari pilem Hollywood kaya Wallstreet atau Wolf of Wallstreet. Karena investasi itu ga seperti melihara tuyul instant. Bisa konsisten untung 20% setiap tahun sudah termasuk luar biasa. 

Investor terkenal dunia macam Warrent Buffet atau Meryl Lynch dikenal bukan karena membuat klien-nya bisa beli kapal pesiar dalam satu tahun seperti iklan MLM. Tapi keuntungan yang stabil selama 10-20 tahun. Untuk membatasi kerugian juga biasanya ada aturan cut-loss. Anda harus menjual saham itu jika nilainya terus turun. Besaran cut-loss tergantung kepada Anda, sang investor.

“Waduh saya kan sibuk, mana sempet belajar ilmu investasi yang njelimet”

Saya selalu ingat pesan Benjamin Graham guru Warren Buffet, untuk berinvestasi hanya dibutuhkan ilmu aritmatika sederhana. Anda ga perlu katam kalkulus, bikin model valuasi njelimet, atau melototin grafik sambil bergadang 7 hari 7 malam.

Karena sekarang semua informasi tersedia. Bahkan broker Anda sudah menghitungkan rasio-rasio keuangannya, memberikan historical data harganya, sampai memberikan rekomendasi pilihan sahamnya. Yang perlu kita lakukan sebagai investor hanyalah menggunakan akal sehat dan mengambil keputusan berdasarkan dua skill wajib: analisa laporan keuangan dan sedikit technical analysis.

Oke saya ingin berinvestasi di pasar modal. Harus Mulai Darimana?

Cukup datang ke perusahaan sekuritas resmi yang terdaftar di OJK. Mintalah dibuatkan dummy account dan cobalah berinvestasi secara virtual. Biasakan diri melihat istilah keuangan, daftar kode saham, pergerakan pasar, dan nikmati semua prosesnya.

Yang pasti kita harus belajar mindset seorang investor: tidak konsumtif, bersabar, dan melihat nilai di masa depan. Ga usah ikut-ikutan jika teman ganti gadget atau tetangga ganti baju (nanti dikira ngintip). Karena lebih baik jadi orang miskin secara penampilan tapi kaya secara laporan keuangan, daripada terlihat kaya secara penampilan tapi sebenarnya miskin secara laporan keuangan.

Setelah Anda yakin dan terbiasa, silahkan membuka rekening di bursa. Ga usah banyak-banyak, yang pasti make sure uang itu adalah disposable income (tabungan sisa) dan bukan hasil korupsi atau ngepet jadi babi.

Selamat berinvestasi.

Senin, 11 Mei 2015

Hati-hati Investasi ke Teman Sendiri

http://assets.kompasiana.com/statics/files/1421714340464192718.jpg
Seorang teman kuliah yang kini menjadi bankir mengeluh: uang yang diinvestasikan lebih dari 80 juta terancam hilang. Dicuri tuyul? Sayangnya tuyulnya punya dua kaki dan berjalan-jalan di muka bumi. Uangnya belum balik karena dibawa lari partner usaha yang ia pinjamkan.

Koq bisa?

Jadi ceritanya, dia memiliki teman yang dipercaya sejak kuliah. Sebut saja Bunga, bukan nama sebenarnya. Bunga adalah laki-laki. Mereka sudah mengenal sejak masuk kampus. Teman saya, sebut saja Melati (yang juga seorang lelaki), menjalani suka duka organisasi kampus bersama Bunga.

Mulai dari makan bareng, jalan-jalan bareng, naik gunung bareng, semoga aja ga bikin bendungan kaya bareng-bareng. Oh kalo itu berang-berang ding. Ya pokoknya mereka sudah sehati dan sejiwa. Bagaikan bat dan man. Jika tidak bersama ga bisa jadi batman dan melindungi kota Gotham.

Sampai akhirnya Melati lulus lebih dulu. Sedangkan Bunga masih harus memperdalam ilmu di dunia perkulian. Melati kemudian diterima di salah satu bank BUMN dan berkantor di kawasan Sudirman.
Suatu hari, Bunga menawarkan ide kerjasama

menjual beli bebek. Bunga akan membeli dari peternak di desa, dan menjualnya ke rumah makan di kota. Melati dijanjikan mendapat keuntungan per ekor bebek yang terjual. Berapa? Ga tanggung-tanggung cuy, bisa 30%.

Singkat kata singkat cerita, mungkin karena sudah percaya 100% dan tergiur keuntungan, Melati meminjamkan uangnya ke bunga. Ga banyak-banyak dulu. Lima juta, sepuluh juta. Pembayaran return dari bunga berjalan lancar. Melati kipas-kipas duit berbau bebek. Lebih enak dari bebek Pak Slamet tentunya.

Karena cuan-nya lumayan, Melati mulai mempromosikan kesaktian Bunga berdagang bebek ke teman-teman kantornya. Mata teman kantor Melati langsung berubah menjadi batu bacan: hijau terang gemilang karena melihat keuntungan yang dijanjikan. Invest saham yang risikonya besar aja bisa dapat 20% udah bagus, lah ini bisa sampai 30%? Ibarat janda ngaku perawan, siapa yang bisa ngelawan?

Total jendral, terkumpul duit yang lumayan. Melati sendiri menanamkan 80 juta. Eh setelah dikirim uang dalam jumlah besar si Bunga koq ga pernah kasih kabar ya? di telpon ga aktif, di dunia maya ga pernah kasih kabar apa-apa. Setelah dicek di Jogja, Bunga ga punya kandang bebek. Ga ada mobil usaha. Lha selama ini jualnya gimana caranya? Rumahnya disamperin, keluarganya sudah pindah. Bunga hilang tak berbekas. Meninggalkan investor yang harus siap-siap medical check up karena stress duitnya dibawa kabur.

Pelajaran

Ketika Melati menceritakan kasus ini, saya langsung memberinya selamat:

“Wah hebat lu, learning cost 80 juta”

Karena bagi Melati dan kita semua, ini adalah pelajaran. Namanya juga usaha, pasti ada aja apesnya. Yang penting mau belajar dan bangkit lagi. Apa learningnya? Setidaknya ada tiga.

Pertama, pelajari business modelnya. Tanpa bertanya terlalu detail dan melakukan re-check, Melati percaya 100% melihat itung-itungan keuntungan di kertas. Dia tidak pernah mempelajari bagaimana sustainability dari bisnis ini, apa worst case-nya, bagaimana supply chain-nya, dan apakah semuanya masuk akal? Mendengar janji return 30% sudah membutakan mata Melati.

Kedua, cek kondisi lapangan. Selama ini ia hanya percaya laporan lisan Bunga. Melati ga pernah turun melihat proses pembelian bebek dari peternak, atau penjualan ke rumah makan. Pokoknya kalo kata Bunga jualan bagus, ya bagus. Kalo sedang seret dan butuh modal, ya dia tambahin. Selama ini yang penting setoran return lancar, Melati tidak mau ambil pusing soal urusan teknis bebek.

Ketiga, manusia bisa berubah karena uang. Karena teman yang baik, belum tentu partner bisnis yang baik. Sampai saat ini Melati masih tidak percaya jika Bunga benar-benar kabur membawa uangnya. Dia masih ingat karakter Bunga selama masih kuliah. Tapi sayangnya, Bunga yang dikenal sejak kuliah, bisa saja berubah. Everybody changing my friend.

Mendengar kisah ini saya Cuma bisa mendoakan agar Melati segera bangkit. Karena insya Allah selalu ada berkah dibalik musibah. Siapa tahu karena kepepet bayar hutang Melati akhirnya buka usaha dan malah jadi sukses?

Untuk Bunga, saya doakan agar tidak terjadi hal-hal buruk. Semoga masih hidup. Masih memegang amanat investor. Dan masih mau menjalin komunikasi untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Karena sebaik-baiknya harta, adalah nama baik yang terpercaya.

Jumat, 14 Februari 2014

RAMBANG(NOMICS) - Investasi


By: Benjamin Ridwan Gunawan

Bapak ekonomi kita, Adam Smith pernah pada salah satu hipotesisnya direvisi oleh mahasiswa pasca sarjana di Princeton pada tahun 1949, John Nash, “Keberhasilan suatu kelompok ditentukan oleh tiap individu dalam kelompok melakukan yang terbaik untuk dirinya sendiri dan kelompoknya.”

Kelas yang aku ajar, yakni kelas 4 dan 5, merupakan tim kecil yang berisikan 18 calon pemimpin bangsa di masa depan. Aku berusaha tidak melewatkan satupun muridku yang tertinggal (tentu saja 18 murid sangat mudah terlihat di kelas dibandingkan 50 murid per kelas pada jamanku SD) dari pelajaran, baik ilmu kognitif, sikap maupun ilmu tentang kehidupan.

Aku hanya berusaha mengajarkan apa yang aku tahu dan aku kuasai kepada muridku, sehingga ilmu yang kuberikan dapat lebih diterima. Karena gurunya sendiri paham, maka mengajarkannya pun dapat lebih mudah (bayangkan saja seorang ahli biologi diminta mengajarkan ilmu politik). Salah satu ilmu yang kuajarkan kepada muridku selain koperasi (kecil-kecilan) adalah investasi.

Bukan investasi besar. Aku mengumpulkan muridku, kemudian aku jelaskan konsep investasi (yang semoga syariah) kepada muridku, tentu saja dengan bahasa yang semudah mungkin. Aku jelaskan kepada muridku, kita akan membantu meminjamkan modal kepada seseorang di talang agar dia bisa berjualan. Dan tentu saja jenis usaha yang akan dilakukan oleh ibu tersebut, muridku sebagai calon penanam modal harus tahu, mengerti dan sukur-sukur juga paham. Ini merupakan pelajaran utama yang diberikan Benjamin Graham kepada muridnya yang tersohor di dunia investasi saat ini, Warren Buffet.

Akhirnya dari beberapa pilihan orang dan jenis usaha yang akan kami bantu modal usahanya, pilihan kami jatuh kepada salah satu ibu dari murid di kelasku. Ibunya Resti, murid kelas 5. Ada 3 analisis yang menjadikan ibu Resti ini calon penerima modal kami:

1. Analisis Fundamental
Bisnis baru yang akan kami bantu pada ibu Resti adalah jualan bensin eceran. Secara produk, ini merupakan barang fast moving product. Barang yang turn over nya cepat. Karena 2 alasan. Pertama, semua rumah di sini masih memakai jenset untuk menyalakan listrik di malam hari, yang bahan bakar utamanya adalah bensin. Kedua, jarak pom bensin dari talangku ini jauhnya minta ampun. Seperti dari Tangerang ke Jakarta. Jadi dapat diambil deduksi, barang ini akan sangat laku, dan perputarannya cepat. Ditambah keuntungan yang diperoleh cukup besar. Mengambil bensin dari bandar bensin terdekat di desa, sebesar rp8.000 dan akan dijual di talang sebesar rp10.000 (penentuan harga pasar ini berdasarkan jarak tempuh dan kesulitan perjalanan dari talang ke desa terdekat membutuhkan biaya transportasi dan effort yang tidak mudah). Keuntungan yang diperoleh sebesar 25%. Persentase keuntungan kotor produk ini jauh lebih besar dari keuntungan yang diperoleh pom bensin langsung.

2. Analisis Teknikal
Ibu Resti ini merupakan ibu rumah tangga yang sudah berpengalaman membuka toko kelontong di enam bulan terakhir. Dan modal yang diperoleh adalah dari sebuah lembaga keuangan daerah, di mana pembayaran angsurannya selalu tepat waktu. Artinya apa? Track reccord perjalanan bisnis ibu Resti ini cukup baik.

3. Analisis Manajemen (by Sam Fisher)
Selain dua analisis utama yang biasa dipakai oleh para investor di masa kini. Ada satu analisis lagi, yaitu pelajari ‘The man behind the gun’ nya. Orang yang menjalankan bisnis ini. Orang tua Resti adalah orang yang sangat baik. Khususnya kepadaku, karena setiap aku datang pasti diberi makan... Ah sungguh baik mereka ini. Tentu saja bukan hanya ini analisis manajemennya. Selain kedisiplinan ibu Resti dalam membayar angsuran pinjaman, ibu Resti ini seorang pekerja keras yang juga sabar. Pernah dalam keadaan sakit, dia tetap berangkat ke desa terdekat untuk mengambil stok barang dagangan. Juga di suatu hari ketika dagangannya kurang laku, beliau mengakalinya dengan menjual pempek dan tekwan, di mana rasanya sangat enak dan tentu saja ini membuat tokonya ramai kembali. Oh... Aku memang pandai memuji toko ibu Resti ini, mungkin suatu saat bisa kubuatkan artikel advetorialnya dan kutagihkan biayanya.

Tentu saja kalian para pembaca budiman dengan intelektual tinggi serta IQ rata-rata di atas 120, akan melihat penjelasanku ini sepele. Tapi bayangkan murid-murid yang aku jelaskan analisis ini. Mereka sudah terkapar di lantai dengan mulut berbusa seperti ikan gurame yang kolamnya kekeringan air.

Setelah menganalisis bisnis yang akan kami bantu modal, akhirnya kami sepakat ibu Resti lah yang akan kami pinjamkan modal kami. Setiap murid ikut menyisihkan tabungannya untuk diinvestasikan ke bisnis ibu Resti. Tabungan yang disisihkan mulai dari rp5.000 sampai rp60.000. Hingga modal terkumpul rp500.000 (angka ini sengaja aku tetapkan supaya mudah menghitung pengembalian angsuran dan bagi hasilnya).

Dalam pelaksanaan investasi yang kami namakan proyek "Koperasi Rambang" ini, aku menunjuk satu murid, yaitu Letriani sebagai akuntan cilik, pencatat pemasukan dan pengeluaran investasi ini beserta catatan kepemilikan modal. Aku sebagai gurunya berperan sebagai pembimbing dari akuntan cilik ini. Sedangkan sisa 17 murid lainnya menjadi pengawas.

Sore itu juga, aku bersama Resti dan Letriani si akuntan cilikku mendatangi rumah ibu Resti. Si calon penerima pinjaman modal kami. Pembicaraan tidak memakan waktu lama, karena aku sudah lumayan sering berkunjung ke rumah Resti untuk makan, eh maksudnya melihat perkembangan belajar Resti. Ibu Resti menerima modal kami dan siap membuka lini bisnis baru di bidang perminyakan dan siap membayar angsuran sebanyak 10 kali. Bagi hasil yang akan kami terima adalah setengah dari keuntungan penjualan 60 liter bensin yang pertama. Keuntungan penjualan bensin berikutnya setelah itu menjadi milik ibu Resti sepenuhnya. Pada angsuran berikutnya ibu Resti cukup mengembalikan modal saja sebesar rp500.000 secara angsuran.

Dalam kegiatan investasi ini, aku tekankan kepada muridku, bukan keuntungan sebesar-besarnya yang kita cari. Tapi pembelajarannya, semoga di antara 18 muridku ini kelak akan dapat mempergunakan ilmu yang kuajarkan ini untuk kesejahteraan dirinya, keluarganya, masyarakatnya dan sukur-sukur untuk negaranya. Sama seperti ajaran investasi Benjamin Graham, sang guru kepada muridnya, Warren Buffet.

Selasa, 02 April 2013

Jepang & Cina: Kisah 2 Pendekar Asia Timur




Pasca PD II, Jepang mengalami fase ''economic miracle'' melalui kucuran dana dari Marshall Plan

Dari 1960-1980-an taraf hidup rata2 masyarakat Jepang membaik seiring munculnya golongan salaryman
Pada 1990, seiring terjadinya bust pada harga saham dan real estate, mimpi Jepang menjadi negara dengan ekonomi terbesar di dunia bisa dibilang kandas...
Pasca bust, Jepang pun mengalami delfasi berkepanjangan


Sekarang kita beralih ke Cina,

Reformasi ekonomi yang dipimpin Deng Xiaoping memberi efek nyata:
Pembatasan partisipasi asing dalam pasar saham, nampak tidak berpengaruh banyak
Efek pada rata-rata harga, menunjukkan transformasi sukses menjadi negara maju


Sekarang sedikit kita tengok “sasarannya” :p
Lalu index saham yg jadi sarapan wajib para pelaku pasar:
TKP biang krisis global 2008 kemarin:
Kaget juga ngeliat gimana chart bisa bicara jauh lebih banyak dibanding kata-kata.

Jadi... kalo Indonesia nanti maju jadi pendekar perwakilan Asia selanjutnya,
bisa belajar "do's & don't" dari 2 pendekar di atas :)


Sumber gambar: google
Sumber chart   : http://www.tradingeconomics.com/