Minggu, 24 April 2011

Evolusi Anjing Penjaga menjadi Katalisator

Manusia berasal dari kera? Ya, karena menurut Darwin "evolusi" terjadi pada kera yang mengalami tantangan hidup, dan kera yang berhasil bertumbuh dengan sangat baik dikenal sebagai homo sapiens, ya manusia ini!

Kalau belajar sejarah, banyak sekali revolusi, seperti revolusi prancis, revolusi industri, dan lain sebagainya. Bedanya dengan evolusi, revolusi tak membutuhkan waktu lama, perubahan yang masif.

Persepsi profesi auditor internal tidak lantas berubah dari anjing penjaga menjadi katalisator, tetapi ada proses yang panjang, evolusi persepsi atas profesi auditor internal.

Auditor Internal

Background yang dibutuhkan untuk menjadi auditor internal adalah accounting, tetapi pada prakteknya dibutuhkan banyak penampilan yang oke, kecakapan ngeles, kecakapan membaca situasi, pengetahuan psikologi dan logika yang kritis. Bahasa kerennya: nggak hanya kemampuan teknis!

Keberadaan auditor internal di sebuah perusahaan atau institusi dapat diartikan dalam persepsi yang berbeda: positif dan negatif. Mengapa orang menyewa detektif? Ya! Karena ada yang dicurigai. Lantas, mengapa perusahaan butuh auditor yang "tinggal di dalam perusahaannya"? Mengapa di mall kita melihat satpam yang bertugas? Apakah kita semua pengunjung mall dicurigai? Apakah satpam membuat kita pengunjung mall merasa risih?

Keberadaan auditor internal di sebuah perusahaan/organisasi sebenarnya sama saja dengan keberadaan CEO, karyawan, ataupun petugas bersih-bersih. Auditor internal juga hanya menjalankan yang menjadi tugasnya. Apa persepsi orang kepada auditor internal atas tugas yang dilakukannya?

Evolusi Auditor Internal

Saya olah sedikit dari materi informal yang saja bawakan untuk year-end meeting Departemen Business Assurance Bina Nusantara. Saya rasa ini hanya informasi umum dan tidak bersifat rahasia (confidential) sehingga layak untuk saya paparkan.

Profesi auditor internal juga mengalami evolusi. Tak ada teori yang pasti (atau mungkin saya yang tidak menemukannya), saya hanya susun logika yang saya peroleh dari hasil diskusi kami di meeting tersebut.

Dengan contoh detektif yang disewa oleh pemilik/top management untuk menjadi pegawai perusahaan dan bekerja di dalam perusahaan, auditor internal dipandang seperti mata-mata, kasarnya: anjing penjaga. Dia akan melaporkan apa yang terjadi, akan mengendus "bau", akan membuntuti dan menggigit (ya, lebai dan ekstrim ini penjabaran!)

Perlahan-lahan, persepsi terhadap posisi auditor tersebut diarahkan menjadi lebih netral yaitu: polisi. Polisi menjaga ketertiban, menegakkan hukum, hanya yang bersalah yang "disentuh". Analogi ini seperti satpam. Kehadirannya malah memberikan rasa nyaman yang kita butuhkan karena kita merasa kejahatan disapu bersih olehnya. Kita tentunya bangga bekerja di perusahaan/institusi yang bersih.

Polisi memang bercitra netral, tetapi hati-hati jangan sampai salah ngomong. Kadangkala kita ingin berunek-unek yang ada malah kita yang dijadikan tersangka. Maka, berevolusilah peran auditor internal menjadi konsultan. Dengan konsultan kita, kita tak perlu takut membeberkan fakta. Konsultan ada untuk mencarikan kita solusi.

Apa lagi kekurangan sosok auditor internal sebagai konsultan? Seorang konsultan adalah seorang yang ahli, sehingga solusi yang ia tawarkan tampak tak bisa ditawar lagi. Apakah itu tujuan audit internal? Kalau kita ingin memperbaiki barang yang rusak, kita ikuti petunjuk ahli, tapi bila kita punya ide sendiri, dapatkah kita menyampaikannya? Bila auditor internal sebagai partner, kita bisa.

Peran partner yang berjalan beriringan membuat auditor internal ada sebagai partner saat sesuatu ingin dipikirkan solusinya. Perannya menjadi pasif. Memang bukan anjing penjaga yang galak, atau polisi yang berwibawa, atau konsultan yang ahli, partner posisi yang lebih nyaman, tetapi kurang memberi nilai tambah.

Nilai tambah seorang auditor internal pada perusahaan sesungguhnya terletak pada kemampuan auditor tersebut membantu perusahaan mencapai tujuannya: profit yang lebih, fraud yang minim (maksimum integrity), efisiensi kerja, dan banyak indikator yang bisa disebut sebagai tujuan perusahaan. Tujuan-tujuan berkumpul menjadi misi dan visi. Gampangnya, gimana sih auditor internal dapat membantu perusahaan untuk lebih cepat mencapai tujuannya dengan cara menjemput bola (mengidentifikasi permasalahan dan mencari solusinya, bukan mencari kesalahan dan mengidentifikasi solusinya). 

Katalisator? Asal katanya katalis. Kalau kita ingat pelajaran kimia (hahaha... mendingan saya jujur dengan bilang: kalau kita nyontek dari wikipedia), katalis adalah zat yang mempercepat laju reaksi, misalnya: enzim. Auditor internal seperti enzim dalam perusahaan/institusi yang toel sana toel sini mempercepat perusahaan/institusi meraih tujuan, lalu misi, lalu visinya. Entah dengan cara menyergap yang nggak beres, membereskan yang belum beres, meneliti apa yang belum beres, menerima diskusi tentang apa yang belum beres, tak ada posisi tinggi atau rendah yang disandangnya.  

Kunci Keberhasilan Evolusi 

Kita dapat memilih untuk terperangkap di dalam image (gambaran) lama, dapat pula 'membantu' orang menggeser persepsinya atas image kita. Oh ya, ngomong-ngomong image itu jelasnya apa? Dalam konteks psikologi, image adalah: representasi mental atas hal yang sebelumnya telah dipersepsikan, tanpa menghiraukan stimulus yang sebenarnya. Pusing? Ya nggaklah, analogi saja dengan artis. Apa jadinya kalau Raya Kohandi (ketahuan deh nge-fans >.<) memerankan peran protagonis? Mungkin sebagian besar orang sebelum melihat sinetronnya yang sebenarnya sudah berkomentar: pasti nggak cocok, dia kan dari dulu antagonis!

Mengapa saya katakan membantu orang menggeser persepsinya atas image kita? Karena orang-orang bukan robot ciptaan kita yang dapat kita kendalikan pikiran dan tingkah lakunya dengan remote control. Setiap orang punya kendali atas dirinya, demikian juga kita sebagai auditor internal. Dari mana kita tahu image kita di mata auditee (orang yang diaudit)? Yah, kalau kamu cewek pasti lebih gampang mengetahuinya, kamu bisa rasain cowok itu suka sama kamu kan walaupun tampak luarnya cuek? 

Yup! Kita membaca image kita di mata orang lain dari tingkah laku-nya terhadap kita saat interaksi. Kabar baiknya: attitude (tingkah laku) dapat berganti karena komunikasi. Jadi, image bergeser terlihat dari tingkah laku auditee terhadap kita, yang merupakan respon dari komunikasi. Namun, kabar buruknya yang sebaliknya juga bisa terjadi!

Tingkat persuasi dari komunikasi yang menentukan ke arah mana tingkah laku serta image kita dapat bergeser. Ada 3 elemen persuasiveness (kepersuasian ya bahasa Indonesianya?), yaitu: karakter dari target, sumbernya (dalam hal ini auditor), dan konten dari pesan yang kita sampaikan dalam komunikasi. Ya, semuanya case by case, jadi sekedar contoh saja ya.

Secara teori, semakin tinggi tingkat pendidikan dari target/semakin berpengaruh posisinya maka akan semakin sulit untuk menerima pendapat orang lain. Kita dapat "menggiring" target seperti ini untuk mengatakan solusi seperti yang kita inginkan. Kita seperti Conan yang memberi petunjuk kepada Sonoko, si Ratu Analisis. Biarlah target yang mengucapkannya, seolah-olah ide tersebut original dari target (peran katalisator tercermin banget kan di sini).

Selanjutnya, tentang cara sumber, ada dua prinsip penting: sangat dapat dipercaya (trustwortiness) dan atraktif. Atraktif bukan berarti harus ngomong sambil jungkir balik atau genit, atau mencekam dan membuat bulu kuduk merinding (memangnya lagi main film horor garapan Indonesia?). Atraktif menjadi kunci yang sangat penting dalam komunikasi kita, bagaimana caranya pesan yang ingin kita sampaikan didengar dan menjadi poin yang berarti bagi auditee. Bagaimana caranya produk yang kita iklankan dilirik dan dibeli? Auditor internal memang bertugas memberi rekomendasi, tetapi implementasi diserahkan pada auditee bukan? Kalau nggak suka cara komunikasi auditornya, boro-boro rekomendasi diimplementasikan, diterima aja nggak! Jadi, peran katalisator seumpama markerter yang sedang berpromosi. 

Terakhir, konten dari hasil audit: sebaiknya yang relevan dan bukan mencari-cari kesalahan (jangan sampai auditee dalam hati ngumpat: nggak penting banget gitu loh!). Ada banyak penyimpangan yang terjadi, ada yang besar dan ada yang kecil. Auditor internal dapat menyusun prioritas penyimpangan dan menyingkirkan penyimpangan yang secara substansi tidak mengganggu tercapainya tujuan perusahaan. Nobody is perfect, ada batas toleransi. Kalau kata auditor eksternal: ada materialitas. 

Sekian hasil revisi kunci keberhasilan evolusi yang saya pending saat posting kemaren. Hehehe... enak banget jadi orang gila bisa suka-suka yaw! ;)

Olivia Kamal

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

1 Komentar:

  1. yang saya tangkep itu si satpam tadi seperti anjing penjaga... tapi dia adalah anjing yang memang punya tanggung jawab besar yang sangat dibutuhkan untuk mendukung kelancaran proses bisnis... sekalian saya juga memperkenalkan diri saya lewat blog saya yang beralamat di www.danieleka.com dan trondolojadul.wordpress.com ..

    BalasHapus

Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...