Terkadang saya suka dag-dig-dug sendiri kalau lagi naik motor tiba-tiba ada hadangan polisi yang menanti untuk merazia kendaraan bermotor. Meskipun saya sudah punya SIM dan STNK yang sudah diperbarui, tetap saja kenangan masa lalu membekas dimana saya harus membayar sejumlah uang untuk “damai” dengan polisi.
Ngomong-ngomong, benarkah tindakan kita untuk memberikan uang kepada polisi? Padahal ada opsi sidang yang sebenarnya adalah jalur resmi untuk membayar tilang? Kalau dari segi hukum tentu tindakan itu sama dengan menyuap, tindakan menyuap tersebut dekat kepada perbuatan korupsi, perbuatan korupsi bisa dikenai hukuman, namun hukuman korupsi bisa diselesaikan pula dengan uang…ah, ujung-ujungnya memang uang lagi. Kembali ke masalah membayar uang damai ke polisi, pernahkah kita menilai apakah tindakan tersebut logis secara ekonomi? Mengapa kebanyakan kita mau membayar uang damai kepada polisi?
Membayar uang damai kepada polisi biasanya sekitar Rp50,000 dan setelah membayar, kita akan dilepaskan oleh polisi. Namun berapakah biaya sidang tilang secara resmi? Untuk pelanggaran motor, anda dikenakan denda Rp20,000. Bagi pengendara mobil akan dikenakan Rp30,000. Jika anda melakukan dua pelanggaran seperti tak bawa SIM dan melanggar rambu, dendanya adalah Rp50,000. Jika anda naik motor dan tertangkap basah melanggar sebuah rambu, anda seharusnya bisa membayar Rp20,000 namun mengapa anda mau membayar Rp50,000? Bukankah ini adalah sebuah keputusan yang tidak logis dan ekonomis?
Saya Tak Ada Waktu
Mungkin kebanyakan alasan yang akan dikemukakan oleh anda (termasuk saya) adalah tak mau hadapi jalur birokrasi yang berbelit. Antri sana, antri sini, ke loket sana, ke loket sini, dan memang jalur birokrasi yang terlalu berbelit lah yang menyebabkan banyak orang melakukan keputusan ekonomi tak logis, ya salah satunya soal tilang-menilang ini.
Andaikan saja, anda adalah seorang PNS golongan III A dengan gaji Rp2,500,000, kemudian anda ditilang oleh polisi karena anda naik motor terlalu ngebut dan akhirnya melanggar lampu merah. Jika anda putuskan ikut sidang, anda diberikan izin oleh atasan untuk urus selama 1 jam, namun jika anda putuskan segera damai dengan polisi anda bayar Rp50,000. Berdasarkan analisis sederhana yang disajikan dibawah ini, kira-kira apa yang harus anda putuskan? Atau mungkin Anda butuh ide SEGAR untuk memutuskannya?
Variabel penentu keputusan | Damai dengan polisi | Ikut sidang |
Gaji yang dikorbankan | Rp0 | Rp15,625 |
Denda yang dibayar | Rp50,000 | Rp20,000 |
Total | Rp50,000 | Rp35,625 |
Hm, adakah yang salah dengan keputusan anda? Ternyata berdamai dengan polisi memang merupakan jalan pintas karena urusan segera selesai saat itu juga, hari itu juga saat anda serahkan selembar uang berwarna biru. Mungkin dalam pembuatan keputusan, anda kadang memperhitungkan perasaan malas untuk urus ini-itu di sidang pertilangan, dan bagi anda membayar Rp50,000 adalah alasan logis untuk menghindari tetek bengek birokrasi. Itulah keputusan ekonomi anda, saya, dan mungkin sebagian besar dari kita. Padahal berdasarkan pengakuan salah seorang blogger, persidangan yang dijalankan tidak serumit yang dibayangkan, jaksa akan memanggil nama kita, sebutkan pelanggaran, kemudian sebutkan jumlah yang harus dibayar, dan selesai sudah! Namun, mungkin permasalahan antri sebelum sidang itu yang kembali membuat anda, saya, dan sebagian besar kita menghindarinya. Padahal jika anda seorang PNS dengan gaji Rp2,500,000 anda hanya kehilangan gaji Rp15,625 untuk menjalani keseluruhan sidang selama 1 jam dari waktu kerja. Sekali lagi, sudah benarkah keputusan kita? Jangan-jangan dari keputusan kita sendirilah, korupsi tumbuh subur…
*Lulusan IE FEB UGM yang berpforesi menjadi Pengusaha Ngawur
dr perspektif penilang sih, kalau mmg py integritas yaaa mao disogok 500rb pun nggak bakal mao... the best-nya kt nggak usah melanggar rambu-rambu, itu juga berarti py integritas sebagai pemakai jalan umum.
BalasHapus