Oleh: Umi Gita
Ini hanyalah analisa dan hasil perenungan sederhana saya. Kalau kita melihat peraturan remunerasi Kementerian Keuangan (PMK Nomor 86/PMK.01/2010), terlihat jelas bagaimana SOP remunerasi yang dijalankan. Jadi logika gampangnya pegawai dengan grade tertentu mendapat tunjangan remunerasi misal 4 juta. Nah, ia dapat bersih 4 juta kalau dia dalam catatan tidak ada masalah. Apa masalahnya? Adanya pemotongan tunjangan tersebut kalau dia terlambat masuk, tidak masuk atau membuat pelanggaran disiplin. Besarnya potongan sesuai dengan lampiran PMK itu.
Dan pembayaran remunerasi itu terpisah dari gaji. Remunerasi bulan januari dibayar di bulan februari, karena perlu dihitung dulu potongannya bulan januari oleh Biro SDM nya.
Kalau diteropong pakai teori psikologi SDM, ini yang diterapkan adalah punishment bukan reward. Padahal kita tahu, efek punishment itu tidak begitu signifikan dalam pengubahan perilaku dibandingkan reward. Apalagi ini diterapkan pada orang dewasa, bukan anak anak.
Kog malah pemotongan ya? Bukannya kalo insentif atau bonus itu diberikan pada pegawai kalau dia berprestasi? Atau mencapai KPInya? Atau perusahaan dapat untung yang melebihi targetnya, sehingga marginnya boleh di share pada pegawai? Bukannya begitu teori nya di kuliah psikologi SDM? Kalau gak salah namanya ‘Merit System’…
Nah teori itu mental kalau diterapkan di pemerintahan,sista!
Kenapa? Karena anggaran alias APBN kita yang tidak fleksibel. APBN itu besarannya tetap untuk tiap Kementerian/Lembaga di tiap tahunnya. APBN untuk tahun 2012 disahkan oleh DJA Kemenkeu dan Banggar DPR di 2011 (sekitar bulan september-oktober). Jadi misal kementerian X mengajukan pagu DIPA 450milyar. Kemudian dibahaslah di DJA dan Banggar dan diketok palu cuma dapat 425milyar.
Ya udah, buat operasional Kementerian X di tahun 2012 itu 425 milyar. Itu meliputi akun belanja modal, belanja barang, belanja barang operasional, belanja perjalanan dinas sampai belanja pegawai yang isinya berupa gaji, tunjangan dan uang makan.
Karena pemasukan Kementerian cuma dari APBN yang sudah tetap angkanya itu makanya yang ada adalah perintah realisasi anggaran yang harus mencapai 100%. Karena perekonomian ini ditopang oleh realisasi APBN, dan paling efektif adalah akun belanja modal dan belanja barang karena itu sifatnya investment, sedang akun belanja pegawai itu sifatnya konsumsi.
Tapi gimana kalau ada PNS yang berprestasi? Masak gak ada penghargaan sama sekali?
Tenang Sista! Usut demi usut, mereka yang kinerjanya bagus, memenuhi bahkan melebihi standar KPI, diusulkan buat naik grade. Jadi ka nada tuh job grading yang dirumuskan sama Hay Groups sebanyak 27 tingkat seperti contoh dibawah ini:
Perkiraan Tabel Remunerasi Kementerian (Hay’s)
(sumber: http://setagu.net/berita/grading-remunerasi-sudah-ditetapkan)
Ini hanyalah analisa dan hasil perenungan sederhana saya. Kalau kita melihat peraturan remunerasi Kementerian Keuangan (PMK Nomor 86/PMK.01/2010), terlihat jelas bagaimana SOP remunerasi yang dijalankan. Jadi logika gampangnya pegawai dengan grade tertentu mendapat tunjangan remunerasi misal 4 juta. Nah, ia dapat bersih 4 juta kalau dia dalam catatan tidak ada masalah. Apa masalahnya? Adanya pemotongan tunjangan tersebut kalau dia terlambat masuk, tidak masuk atau membuat pelanggaran disiplin. Besarnya potongan sesuai dengan lampiran PMK itu.
Dan pembayaran remunerasi itu terpisah dari gaji. Remunerasi bulan januari dibayar di bulan februari, karena perlu dihitung dulu potongannya bulan januari oleh Biro SDM nya.
Kalau diteropong pakai teori psikologi SDM, ini yang diterapkan adalah punishment bukan reward. Padahal kita tahu, efek punishment itu tidak begitu signifikan dalam pengubahan perilaku dibandingkan reward. Apalagi ini diterapkan pada orang dewasa, bukan anak anak.
Kog malah pemotongan ya? Bukannya kalo insentif atau bonus itu diberikan pada pegawai kalau dia berprestasi? Atau mencapai KPInya? Atau perusahaan dapat untung yang melebihi targetnya, sehingga marginnya boleh di share pada pegawai? Bukannya begitu teori nya di kuliah psikologi SDM? Kalau gak salah namanya ‘Merit System’…
Nah teori itu mental kalau diterapkan di pemerintahan,sista!
Kenapa? Karena anggaran alias APBN kita yang tidak fleksibel. APBN itu besarannya tetap untuk tiap Kementerian/Lembaga di tiap tahunnya. APBN untuk tahun 2012 disahkan oleh DJA Kemenkeu dan Banggar DPR di 2011 (sekitar bulan september-oktober). Jadi misal kementerian X mengajukan pagu DIPA 450milyar. Kemudian dibahaslah di DJA dan Banggar dan diketok palu cuma dapat 425milyar.
Ya udah, buat operasional Kementerian X di tahun 2012 itu 425 milyar. Itu meliputi akun belanja modal, belanja barang, belanja barang operasional, belanja perjalanan dinas sampai belanja pegawai yang isinya berupa gaji, tunjangan dan uang makan.
Karena pemasukan Kementerian cuma dari APBN yang sudah tetap angkanya itu makanya yang ada adalah perintah realisasi anggaran yang harus mencapai 100%. Karena perekonomian ini ditopang oleh realisasi APBN, dan paling efektif adalah akun belanja modal dan belanja barang karena itu sifatnya investment, sedang akun belanja pegawai itu sifatnya konsumsi.
Tapi gimana kalau ada PNS yang berprestasi? Masak gak ada penghargaan sama sekali?
Tenang Sista! Usut demi usut, mereka yang kinerjanya bagus, memenuhi bahkan melebihi standar KPI, diusulkan buat naik grade. Jadi ka nada tuh job grading yang dirumuskan sama Hay Groups sebanyak 27 tingkat seperti contoh dibawah ini:
Perkiraan Tabel Remunerasi Kementerian (Hay’s)
(sumber: http://setagu.net/berita/grading-remunerasi-sudah-ditetapkan)
Wuidihhh…angkanya gede juga ya Sista?! Tapi kenapa masih ada orang
yang korupsi macam si Gayus atau Polisi yang masih suka main tilang?
Dan sistem remunerasi itu masih bagus buat diterapkan gak sih?
Wah Sista, itu bahasan selanjutnya yah.. yang nantinya terkait
dengan proses reformasi birokrasi yang digawangi oleh KemenPAN dan RB.
Dan sebenernya sistem remunerasi itu mungkin masih bisa berpengaruh
pada kinerja PNS, secara bagaimanapun sistem yang berbasis madzhab
behaviorisme ini juga masih dipertimbangkan dalam perubahan perilaku.
Cuman, mungkin bisa gak sih anggaran kita itu fleksibel? Atau penilaian
kinerja buat naik grade itu benar-benar objektif? Itu tantangannya.
Satu lagi Sista, kalau bisa ya anggaran buat remunerasi jangan dari
hutang lah. Negara boleh hutang asal buat investasi aja, biar tumbuh
perekonomian kita dengan rasio antara hutang dengan pendapatan masih
dalam tingkat kewajaran. Jangan sampai lah kita mengejar agar 4.708.330
PNS seluruh Indonesia ditambah 412.379 POLRI dan 464.340 TNI (data
KemenPAN dan RB per Bulan Mei 2011) mendapatkan remunerasi agar kinerja
bagus tapi malah hutang ke Luar Negeri yang berlebihan dan bikin
negara kolaps.
Sekian cerita unek unek saya yang masih belum beraturan ini, hanya sekedar merenung saat hujan turun saja kog hahaha…
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...