Saya termasuk warga negara yang masih
optimis akan masa depan ekonomi bangsa ini. Apa pasal? Bukan karena kita dapat investment grade baru-baru ini, tetapi
karena satu alasan sederhana, yakni, kita masih hidup di atas tanah air Indonesia! ;)
Tanah air ini merupakan modal terbesar
kita, sekaligus menjadi alasan kita untuk tetap hidup sejahtera. Bukankah
sejarah kolonialisme di Indonesia
berawal dari keinginan bangsa lain untuk menguasai kekayaan kita? Memang, jamak
kita jumpai saban hari di pinggir jalanan kota,
masih ada anak-anak kurang beruntung yang mencoba bertahan hidup dengan caranya
sendiri, namun, itu bukan berarti kita betul-betul sudah miskin. Seperti kata
Pak Tanri Abeng, bisajadi hal tersebut disebabkan karena adanya mismanagement.
Lantas, bagaimana mengubah mismanagement menjadi Mrs. Management? :) Sederhana saja,
nikahkan nona itu! Hehe… Untuk mengubah perekonomian kita agar lebih kuat dan
berpengaruh bagi masyarakat, setidaknya para pakar ekonomi dengan teori-teori
lamanya, kita diajarkan tentang faktor sumberdaya alam, modal, organisasi,
teknologi, industrialisasi, faktor sosial dan sumberdaya manusia serta
kestabilan politik-pemerintahan. Teori di atas adalah teori-teori lawas, tidak
salah, namun seiring dengan perkembangan kompetisi ekonomi yang begitu atraktif
saat ini, teori tersebut harus mengalami penyesuaian pada beberapa tempat.
Mendidik
dengan Gila
Jika salahsatu faktor pendukung diatas ada
pada sumberdaya manusia, maka isu pendidikan adalah intinya (disamping
kesehatan). Saya masih yakin, ekonomi yang kuat selalu ditopang dan dijalankan
oleh orang-orang yang telah tercerahkan pikirannya. Oleh karena itu, menurut
saya bukan lagi zamannya berpolemik tentang ujian nasional. Saya setuju dengan
konsep pendidikan karakter. Peserta didik bukan hanya dinilai dengan
‘angka-angka’ tetapi juga dinilai secara ‘kualitatif’. Saya menyarankan, anak
tingkat SMA-pun saat ini diwajibkan membuat proyek kewirausahaan sebagai
prasyarat mengikuti ujian nasional. Jangan salah, saat ini tanpa disadari oleh
kita, generasi-generasi muda yang kreatif telah lahir di negeri ini. Arus
teknologi informasi telah membentuk karakter awal mereka menjadi lebih adaptif
dan memicu lahirnya inovasi. Mereka cuma butuh penguatan kapasitas.
Jika generasi ini mulai mendapatkan
penguatan kapasitas, maka saya yakin industri kreatif akan menjadi masa depan
bangsa Indonesia.
Penguatan kapasitas dapat dilakukan secara formal, pemberian beasiswa kuliah, business coaching, dan permodalan.
Bayangkan jika tiap tahun ada 1.000 anak bangsa diberikan beasiswa ke luar
negeri untuk kuliah S3, dengan disiplin ilmu yang berbeda dan dengan komitmen
nasionalisme bisnis yang kuat untuk membangun bangsa. Bukankah itu suatu
langkah yang gila? Sekarang memang sudah ada program semacam itu. Namun, bangsa
ini tidak butuh satu dua orang saja. Bangsa ini dihuni oleh 240juta jiwa lebih.
Dan dengan jumlah penduduk yang besar itu, Indonesia butuh tambahan 4,1juta pengusaha
baru. Kita masih membutuhkan doktor pertanian yang berjiwa pengusaha, doktor peternakan
yang mampu mencapai swasembada daging di Indonesia, para insinyur yang mampu
membangkitkan industri strategis, pakar-pakar telematika untuk merebut pasar IT
dunia, seniman handal yang mampu menciptakan tren baru di dunia, dan
cendekiawan-entrepreneur yang mampu men-drive
sektor jasa lainnya. Saya juga membayangkan, penguatan kapasitas ini dapat
dilakukan dengan memberikan permodalan kepada minimal 1 juta anak muda kreatif
per tahun untuk menjalankan bisnisnya.
Jika bertolak dari realitas anak-anak miskin
kota yang kerap
kita lihat di pinggir jalan, maka satu-satunya cara gila yang bisa menjadi
solusi buat mereka adalah dengan menyekolahkannya, secara gratis dan tetap
menjaga kualitasnya! Gila? Iya. Namun saya yakin, jumlah mereka tidak begitu
membebani anggaran pemerintah kita yang APBN 2012-nya sudah tembus Rp1.400Triliun.
Dengan begitu, akan ada revolusi pendidikan yang perlahan menciptakan subyek
dan pendorong perekonomian kita. Saatnya memang bicara tentang pemerataan,
bukan hanya tentang pertumbuhan. Pancasila kita-pun mengamanahkan demikian.
Pindahkan
DKI!
Saya mau bicara tentang teori David Ricardo
tentang keuntungan berbanding. Dalam konteks Indonesia, saya pikir ada benarnya
pula jika kita menerapkan ajaran Ricardo. Menurut saya, Indonesia memang harus dirancang
dengan tata ruang ekonomi yang lebih menspesifikasikan diri pada produk-produk
unggulan daerah. Saya setuju dengan isu pemindahan ibukota negara. Jawa saya
pikir harus direlakan menjadi daerah yang berbasis pada kegiatan industrialisasi.
Sumatera menjadi daerah berbasis perkebunan, Kalimantan
berbasis pertambangan, Bali-Nusa Tenggara berbasis pariwisata, dan Maluku-Papua
berbasis pertanian. Lantas Sulawesi kemana? Saya bermimpi, Sulawesi menjadi
pusat jasa dan pemerintahan baru di Indonesia,
atau dalam kata lain, di Sulawesi akan dibangun sebuah Daerah Khusus Ibukota
(DKI) baru, mensubstitusi Jakarta
yang sudah tidak ekonomis. Sulawesi saya anggap lebih strategis daripada Kalimantan. Selain tepat berada di tengah-tengah Indonesia dengan
kondisi geografi yang mendukung, beberapa kawasan masih relativ mudah untuk
dibentuk menjadi pusat pertumbuhan baru.
Konsekuensi dari penetapan tata ruang baru
ini tentunya harus diimbangi dengan konektivitas yang mumpuni. Bandar udara,
pelabuhan, jalan, jembatan dan rel kereta api harus dibangun secara massif. Untuk
mendukung itu pula, diperlukan pasokan energi yang cukup. Maka potensi-potensi
energi juga wajib untuk dikelola. Pembangunan infrastruktur baru ini, otomatis
pula meningkatkan permintaan tenaga kerja. Pertumbuhan 1 persen dalam perekonomian
kita ekivalen dengan penyerapan 450.000 tenaga kerja baru.Hal ini berimbas pada
produktivas masyarakat yang pastinya meningkat pula.
Teknologi
Kepemerintahan
Kita optimis tentang masa depan ekonomi
bangsa ini dengan asumsi-asumsi khusus yang kita yakini bersama. Tak salah jika
reformasi birokrasi menjadi agenda yang harus dituntaskan. Untuk mengubah ini,
butuh keberanian dalam penerapan konsep korporasi dalam pemerintahan. Sebagai
seorang birokrat di daerah, sayapun meyakini bahwa apa yang saya hadapi dalam
proses kepemerintahan memang masihlah terlalu ribet, tidak efisien. Oleh karena
itu, saya menyarankan pentingnya penerapan teknologi informasi kepemerintahan.
Sejauh ini menurut saya, dengan teknologi informasi, KKN dapat diminimalisir.
Di samping penerapan e-government yang meminimalisir KKN, salahsatu agenda reformasi
birokrasi adalah dengan perekrutan anak bangsa terbaik dalam pemerintahan. Saya
membayangkan negara ini menjamin penghargaan yang besar kepada talenta anak
muda kita yang brilian. Mereka harus mendapat posisi yang layak sesuai dengan
kapasitas mereka. Birokrasi masih diyakini mampu men-drive perekonomian menjadi lebih berdaya saing.
Sebuah
Renungan
Dilihat dari segi demografi jumlah kita cukup
banyak, sumberdaya alam kita melimpah, peluang bertumbuh ke depan sangat
positif, kelemahan-kelemahan sudah teridentifikasi dengan baik, dan tantangan
yang ada saatnya diterobos dengan cara-cara ‘gila’. Tiga agenda di atas,
menitikberatkan pada: penguatan kapasitas sumberdaya manusia, peningkatan
produk nasional yang berbasis di daerah, dan reformasi birokrasi. Oleh karena
itu, optimisme diperlukan di sini. Saatnya mulai menjadi ‘gila’ agar ekonomi Indonesia
lebih powerfull.
----
ZULHAM A. HAFID,
Kelahiran Palopo, 13/09/1987, Alumni STIE Muhammadiyah Palopo-Sulawesi Selatan.
Nice share tp 3 poin di atas masih menemui kendala
BalasHapus!.Penguatan kapasitas sumberdaya manusia: saat ini masih diliputi fenomena brain drain ,para ilmuwan indonesia lebih senang berkarir di luar, hidup mapan gaji+tunjangan dan dana research yang tak terhingga, teknologi 4G aja dikembangkan oleh prof dr indonesia yg tinggal di jepang. Kalau ada perbaikan /jaminan lebih baik dalam negeri tentunya hal ini gk akan terjadi lagi
2.Peningkatan produk nasional yang berbasis di daerah:Para pejabatnya masih senang impor barang luar negeri jangankan mobil gula-garam aja impor
3.Reformasi birokrasi: move a gear bit lah..tp belum memuaskan soalnya belum ada keseriusan dari Pemerintahan SBY dalam mengeksekusi pelaku korupsi,masuk penjara bs keluar masuk seenak jidat
Keren tulisannya...
BalasHapusBerkunjung untuk hari ini, mampir ke tempat ane juga sob... ^^
brilian..sygx birokrat takut mengambil langkah ekstrim untuk perubahan yg besar.
BalasHapuswaktunya sudah habis untuk "pencitraan"
#adhy: yup,kita msih butuh mnusia yg profesional skaligus pronasional :)
BalasHapus#wahyudi: tq dah bertndang :) saia ke TKP
#vkar: hehe, pdhal dukungan masyrakat sdh seonggok gunung u/mlakukan prubahan ekonomi :)