Oleh: Andi Asrawaty*, 1000 kata.
Kau tahu bagaimana pendidikan
di negeri kami? Jika dahulu pendidikan hanya mampu dikecap oleh para bangsawan,
sekarang tetap sama, namun ada yang berbeda. Sama-sama hanya dinikmati oleh
segelintir orang bukan semuanya. Pendidikan saat ini hanya dapat dinikmati oleh
orang-orang kaya, mereka yang memiliki uang, mereka yang modal. Saya jadi
teringat sistem ekonomi yang membagi menggolongkan kebutuan menjadi tiga yaitu
primer, sekunder serta tersier. Dan dalam sistem ekonomi saat ini, melalui lembaga
perdagangan dunia World Trade Organization (WTO), menetapkan
pendidikan adalah salah satu industri sektor tersier, karena kegiatan pokoknya
adalah mentransformasi orang yang tidak berpengatahuan dan orang yang tidak
punya ketrampilan menjadi orang berpengatahuan dan berketrampilan. [1]
Menelisik sistem pendidikan
yang begitu mahal dan langka, tentunya mengundang segudang pertanyaan terlintas
untuk mencari akar masalahnya. Kenapa kemudian pendidikan yang merupakan hak
semua orang harus dikomersilkan. Ternyata hal tersebut tidak terlepas dari
sistem ekonomi kapitalis yang dianut dunia saat ini. Dalam sistem ekonomi kapitalis,
pemegang kendali adalah para kapital atau dengan kata lain pihak swasta.
Tujuan ekonomi dari sistem
kapitalisme tentu saja mengejar profit di segala sektor. Maka sangat wajar
kemudian jika pendidikan kita menjadi mahal dan langka. Hal ini juga di fasilitasi
oleh pemerintah yang memberikan akses yang luas kepada pihak swasta untuk mengkomersilkan
pendidikan. Fakta ini tertuang dalam Perpres no.111/2007 di bidang Penanaman Modal dalam usaha yang tertutup dan terbuka. Kedua
hal tersebutlah yang menjadi kegagalan mendasar sistem kapitalisme.
Gambaran Kegemilangan Sistem Pendidikan dalam Islam
Hal tersebut sangat berbeda
dengan penerapan pendidikan dalam sistem Islam, di mana Islam menjadikan ilmu
sebagai kebutuhan primer atau pokok. Setiap muslim berkewajiban untuk menuntut
Ilmu, karena untuk menjalankan ibadah yang benar lagi lurus serta tidak sekedar
ikut-ikutan, seorang muslim dituntut memiliki ilmu agama yang cukup bahkan luas.
Allah SWT berfirman dalam surah Al Mujaddila ayat 11
“Niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajad.” (Al Mujadilah: 11)
Oleh karenanya Islam sangat
mengecam adanya komodifikasi pendidikan untuk memperoleh keuntungan. Imam
al-Ghazali mengingatkan dengan bahasa yang lugas dalam mukaddimah kitab “Bidayatul
Hidayah” bahwa Menjadikan pendidikan atau ilmu pengetahuan sebagai
komoditas, sama saja menghinakan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Faktor majunya suatu bangsa
adalah kemandirian serta tertanamnya karakter bangsa. Dengan berlepas tangannya
pemerintah dalam sistem pendidikan serta terbukanya modal asing dalam bidang
pendidikan tentu saja mengundang kekawatiran akan mudahnya ideologi-ideologi
serta budaya-budaya asing yang tidak sesuai dengan karakter bangsa disusupkan
dengan mudah melalui pendidikan.
Jika kita mempelajari sejarah dengan
baik dan objektif sebenarnya pendidikan yang diperuntukkan kepada semua kalangan tanpa
biaya mahal bahkan gratis pernah diterapkan di dunia ini. Yah, sejarah
membuktikan dan mencatat tentang kegemilangan Pendidikan islam
Berdasarkan
sirah Nabi SAW dan tarikh Daulah Khilafah – sebagaimana disarikan oleh
Al Baghdadi (1996) dalam buku Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam,
negara memberikan pelayanan pendidikan secara cuma-cuma (bebas biaya) dan
kesempatan seluas-luasnya bagi seluruh warga untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang lebih tinggi dengan fasilitas (sarana dan prasarana) sebaik mungkin.
Kesejahteraan dan gaji para pendidik sangat diperhatikan. Dana pendidikan
ditanggung negara yang diambil dari kas baitul maal. Sistem
pendidikan bebas biaya dilakukan oleh para shahabat (ijma), termasuk
pemberian gaji yang sangat memuaskan kepada para pengajar yang diambil
dari baitul maal. [2]
Contohnya, Madrasah Al Muntashiriah yang didirikan Khalifah Al
Muntashir di kota Baghdad. Di sekolah ini setiap siswa menerima beasiswa
sebesar satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka
dijamin sepenuhnya. Fasilitas seperti perpustakaan, bahkan rumah sakit dan
pemandian tersedia lengkap di sana. Begitu pula dengan
Madrasah An-Nuriah di Damaskus yang didirikan pada abad keenam Hijriah
oleh Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky. Di sekolah ini terdapat fasilitas
lain seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan
untuk siswa, staf pengajar dan para pelayan serta ruang besar untuk
ceramah. Khalifah Umar Ibnu Khattab jauh sebelum itu, memberikan gaji
kepada tiga orang guru yang mengajar anak-anak di kota Madinah masing-masing
sebesar 15 dinar setiap bulan.
Sejarah pun mencatat para ilmuan Islam yang telah menyumbangkan
pemikirannya sebagai warisan ilmu penetahuan. Beberapa diantaranya, Ibnu Sina atau
Avicenna (980-1037) dikenal sebagai seorang filsuf, ilmuwan, dan juga
dokter. Ibnu Khaldun, seorang sejarawan muslim dari Tunisia dan sering
disebut sebagai bapak pendiri ilmu historiografi, sosiologi dan ekonomi.
Karyanya yang terkenal adalah Muqaddimah (Pendahuluan). Banyak teori
ekonominya yang jauh mendahului Adam Smith dan Ricardo. Artinya, ia lebih dari
tiga abad mendahului para pemikir Barat modern tersebut.
Keunikan Sistem Ekonomi Islam
Yah, tentu gambaran pendidikan
Islam yang ditawarkan sangat ideal sehingga seakan-akan kita diajak bermipi,
tapi ternyata tidak. Sistem Islam bukanlah sistem utopis tanpa konsep. Untuk
mewujudkan sistem pendidikan yang ideal Konsep Islam yang menyeluruh juga
memberikan gambaran keunikan sistem Ekonomi Islam yang dapat menopang sistem
pendidikan.
Dalam sistem ekonomi Islam, berbeda
dengan kapitalis yang memberikan bahkan menjamin kebebasan Individu dalam
mengelola semua sektor dalam kehidupan, Sistem Ekonomi Islam telah membagi
kepemilikan menjadi tiga, yaitu yang pertama kepemilikan individu
(al-milkiyah al-fardiyah) seperti : hasil kerja bekerja, warisan, hibah,
hadiah. Kedua,
Kepemilikan umum (al-milkiyah al-'âmmah) seperti : fasilitas umum, bahan
tambang dan sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki
individu, dan yang ketiga
kepemilikan negara (al-milkiyah ad-dawlah) yaitu harta seluruh kaum muslimin,
sementara pengelolaannya menjadi wewenang dan amanah negara, sehingga negara
dapat memanfaatkannya untuk kepentingan rakyatnya. [3]
Seperti yang kita ketahui
Indonesia sangatlah kaya dengan sumber kekayaan alam. Di seluruh dunia, Indonesia
dikenal dengan zamrud khatulistiwa, salah satu penyair bahkan menggambarkan
bahwa Indonesia adalah sepotong tanah dari surga. Dalam sistem kepemilikan di
atas semua barang tambang dan kekayaan alam harus dimiliki dan dimandaatkan
oleh negara untuk kepentingan rakyat, dan haram untuk dikelola asing. Kekayaan
ini tentunya sangat menyokong proses pendidikan. Konon katanya, menguasai PT
Freeport saja, Indonesia sudah dapat membiyayai pendidikan secara gratis selama
tujuh turunan.
Mengenai teknologi dan Sumber
Daya Manusia yang selama ini selalu dijadikan kendala sebenarnya hanya sebatas
mitos yang membuat bangsa kita selalu pesimis. Bayangkan ratusan tenaga ahli
kita yang bekerja untuk asing. Ribuan lulusan perguruan tinggi yang seharusnya
sudah sanggup untuk mengelola kekayaan alam kita secara mandiri. Oleh
karenanya, satu-satunya solusi paling praktis untuk membebaskan negeri ini dari
segala keterpurukan yaitu dengan mengganti sistem kapitalisme yang usang dengan
sistem Islam yang merupakan rahmatan lil alamin.
[1] Sofyan Effendi, Menghadapi Liberalisasi Perguruan Tinggi, Harian Seputar Indonesia, 12-13 Maret 2007[2] Abdurrahman al Baghdadi, Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, Al- Izzah, Bangil, 1996[3] Taqiyuddin An-Nabhani, Peraturan Hidup dalam Islam,Hizbut Tahrir, Jakarta, 2011
*Penulis adalah Mahasiswi Sastra Inggris Universitas
Hasanuddin yang tertarik pada bidang ekonomi, politik.
seharusnya para pemimpin negeri ini membaca tulisan ini.
BalasHapuspemimpin seharusnya menyadari bahwa sistem ekonomi kapitalis akan membawa pada kesengsaraan. para pemimpin cenderung mengikuti gaya sistem ekonomi negara adidaya
dan kesalahan yang fatal yang dilakukan oleh para pemimpin tersebut adalah mengprivatisasi sumber daya alam yang seharusnya menjadi milik rakyat.
Kunjungan perdana di blog ini. Ditunggu tulisan berikutnya.