Senin, 09 Mei 2011

Dasar Cewek Matre(alitas)!! *

Oleh: Benjamin Ridwan Gunawan

Materialitas, mungkin sudah bisa anda lihat dari judulnya, yang pengucapan sebenarnya adalah materialitas. Materialitas yang dimaksud di sini bukanlah tentang cewek matre yang sering kita ketahui dalam tulisan tentang psikologi cinta atau dunia seputar wanita (saya tidak jago dalam hal itu). Saya buat judul seperti di atas sebenarnya biar menarik saja, jadi saya mohon maaf bila isi dalam tulisan ini murni bukan tentang wanita matre. Maaf bagi yang sudah tertipu keburu nafsu masuk ke tulisan ini). Tapi saya berharap isi dari tulisan ini akan memberikan manfaat dan pengetahuan baru bagi anda semua. Selamat menikmati.

Hmm.. Mungkin ada yang bertanya, mengapa tulisannya membahas tentang materialitas audit ya? Seperti tidak ada tema yang lain saja. Atau ada yang berfikir, “Ah.. Pasti isinya teori yang membosankan”. Di sini saya hanya ingin sekedar share ke anda semua tentang materialitas, karena kemarin beberapa waktu yang lalu saya baru saja mengikuti seminar audit yang keren banget. Seminar audit ini diselenggarakan oleh HMJ Akuntansi FE UII. Pembicaranya kemarin adalah bapak Alwi Syahri Ak. MM. dari KAP Ernst & Young, pokoknya spesial banget deh seminar ini tapi tidak pakai telor. Di dalam seminar itu topiknya adalah audit, dalam sub bagian topiknya yaitu materialitas audit. Penting kita ketahui (sebagai anak ekonomi tentunya) apa itu materialitas audit, karena bila anda semua nanti masuk dalam sebuah korporasi raksasa ataupun anda membuka usaha sendiri, anda akan menemukan istilah materialitas suatu ketika bisnis anda berkembang besar.

Bapak Alwi, beliau adalah Equity partner dari KAP Ernst & Young. Equity partner adalah posisi tertinggi di perusahaan KAP itu, ibaratnya posisi ini adalah CEO nya. Berhubung bapaknya sudah senior jadi materi yang dibawakannya juga berbobot, isi materinyapun juga tentang materialitas (cocok sudah, materinya berbobot nama materinya juga materialitas. Maaf tidak penting, lanjut).

Sebenarnya materi audit tentang materialitas ini adalah tema yang sering ditanyakan oleh teman-teman akuntansi. Berhubung kita kuliahnya di akuntansi yang notabene sudah dapat materi kuliah audit (bila anda mahasiswa semester empat ke atas tentunya), kadang kita suka gengsi kalau ditanya tentang “Apa itu materialitas?” Biasanya model percakapannya begini:

“Oi, apa sih materialitas itu?”
“Hmm.. materialitas itu adalah... bla bla bla” (ngomong ngalur ngidul)
“hah! Maksudnya??”
“Yaa pokoknya materialitas itu… bla bla bla” (makin ga solutif jawabannya)

Ya begitulah penyakitnya anak-anak akuntansi yang ilmunya masih setengah tapi gayanya sudah selangit. Kita suka menjawab sesuatu yang masih sedikit ilmunya, dengan gaya sok tahu seolah kitalah pakarnya. Nah di sini saya ingin sedikit berbagi sama teman-teman tentang apa itu materialitas. Di sini saya jujur juga masih sedikit ilmunya, dan saya juga tidak sedang berusaha jadi pakar yang sok tahu. Saya cuma mau menyampaikan ilmu yang saya dapat dari seminar kemarin.

Materialitas

Bagi teman-teman yang bukan dari akuntansi mungkin bingung ya dengan kata Materialitas ini. Materialitas, apaan tuh? Sejenis penyakit menular ya? Atau mungkin ada yang berfikir, materialitas itu orang yang suka duit, kayak istilah cewek matre. bukan, materialitas bukanlah tentang orang yang suka duit, juga bukan tentang sejenis bahan material bangunan.

Dalam bahasa audit, materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.

Nah lo, dari penjelasan seperti itu saja, teman-teman non-akuntansi dah bisa nangkap artinya apa belum? Jangankan anda, saya saja yang dari akuntansi juga bingung sendiri (Lho?).

Kalau dijelasin dengan teori-teori mau sampai besok minggu depan mungkin tidak bakalan kelar juga. Kalau dicontoh kenyataannya adalah seperti ini, sebuah perusahaan penjualan kredit motor lagi di audit. Piutang yang sebenarnya (setelah dihitung langsung) adalah 100 juta. sedangkan, di laporannya tertulis piutang sebesar 125 juta. Nah, kan ada selisih 25 juta tuh. Banyak apa sedikit 25 juta itu?

Contoh perusahaan kedua (sama-sama perusahaan penjualan kredit motor) yang lagi diaudit. Jumlah piutang yang sebenarnya adalah 100 juta, sedangkan di laporannya tertulis 102 juta. Ada selisih sebesar dua juta. Banyak tidak selisihnya?

Antara 25 juta sama dua juta banyakan yang mana? (sebenernya ini pertanyaan bodoh, anak TK juga tahu jawabannya). Maksudnya, bagi perusahaan yang punya kapasitas piutang hingga 100 juta, selisih 25 juta sama selisih dua juta lebih bisa ditolerir yang mana? Atau bahasa halusnya lebih bisa diampuni yang mana kesalahannya?

Kalo seumpama saya masih SD, saya pasti menjawab ya yang kesalahan pencatatan dua juta-lah. saya kan pinter. Sampai sini sudah nangkap maksudnya. Terus hubungannya sama materialitas itu apa? Oke, kembali lagi ke teori yang tadi tentang definisi materialitas (baca pelan-pelan ya), “besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah saji itu.”

Antara 25 juta dan dua juta, yang lebih bisa ditolerir adalah yang dua juta. Ya walaupun buat kita anak mahasiswa dua juta itu besar (lumayan buat beli indomie telur plus es teh 400 kali). Tapi bagi perusahaan yang punya kapasitas piutang hingga 100 juta, angka dua juta itu adalah angka yang masih bisa diampuni, dan angka dua juta ini sudah bisa disebut sebagai bukan-materialitas. Sedangkan merunut definisinya, angka 25 juta-lah yang disebut sebagai materialitas, karena angka 25 juta ini menjadi jumlah minimal dalam perubahan pengambilan keputusan.

Ibarat kita anak kost nih, yang umumnya uang saku sebulan misal adalah satu juta. Suatu ketika kiriman kita tidak genap satu juta, misal cuma dikirim 990.000 rupiah. Kurang 10.000 nih, kalau anda adalah orang yang berbudi luhur dan punya kesabaran yang wajar, selisih angka 10.000 itu mungkin tidak jadi masalah buat anda. Anda kehilangan 10.000 tapi anda masih punya 990.000 rupiah. Angka 10.000 ini masih bisa ditolerir bagi keuangan pribadi anda. Kecuali kurangnya sebesar 100.000 rupiah, ini baru masuk kategori materialitas. Karena berkurangnya uang saku anda sebesar 100.000 mempengaruhi rencana belanja anda dalam satu bulan kedepan. Sudah paham.

Rumus yang dikasih bapak Alwi dalam menghitung materialitas adalah, 5% buat perusahaan publik, dan buat perusahaan non-publik bisa sampai 10%. Jadi kalau piutangnya ada 100 juta, jadi batas materialitasnya adalah 5% dari 100 juta, yaitu lima juta. Kesalahan pencatatan masih di bawah lima juta ini masih bisa diampuni.

Bagaimana dengan kesalahan pencatatan hingga 25 juta tadi? Sebagai perusahaan publik, hal tersebut berarti sudah memasuki materialitas, karena angka 25 juta ini dapat mempengaruhi pengambilan keputusan secara signifikan. Angka 25 juta ini dapat mengindikasikan terjadinya kecurangan di dalam perusahaan, yang dalam bahasa keren auditnya yaitu fraud (Materi fraud ini tidak bakal saya jelaskan di tulisan ini karena bakal jauh keluar dari topik). Kalau ada indikasi kecurangan, maka audit akan melakukan prosedur untuk menemukan penyebab kecurangan tersebut, dan seterusnya. Saya tidak akan menjelaskan lebih jauh, soalnya kalau saya lanjutkan bisa jadi satu buku. Panjang. Terima kasih sudah menyimak, semoga ilmu ini bermanfaat :D

*Ridwan Gunawan, seorang mahasiswa Akuntansi 2007 yang bercita-cita menjadi seorang CEO terbaik di dunia

Benjamin Ridwan Gunawan

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

1 Komentar:

Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...