Oleh: Meikha Azzani
Menarik membaca tulisan dengan judul Rabun Jauh Ekonomi Kerakyatan dan Ekonomi Mimpi Ala Bang Toyip (Priyok Pamungkas). Yang dapat saya simpulkan dari keduanya adalah adanya angin baru yang bertiup untuk kemandirian perekonomian Indonesia. Berdasarkan Pembukaan UUD 1945, tujuan Negara Indonesia adalah menuju masyarakat adil dan makmur. Alat untuk mencapai masyarakat yang adil-makmur terdapat dalam batang tubuh UUD 1945 Pasal 30, bahwa Indonesia memiliki tiga kuda dalam perekonomian, yaitu perusahaan negara, swasta, dan koperasi.
Digambarkan, perusahaan milik negara akan focus melayani kepenting public. Dalam perkembangannya kini, perusahaan milik negara kemudian berkembang mencari untung. Sektor swasta sendiri terus bergeliat mencari peluang untuk meningkatkan profit. Dari banyak literatur yang saya baca tentang perekonomian Indonesia, sector swasta ini sering kali digambarkan sebagai buaya yang serakah merauk keuntungan dari masyarakat yang serba kekurangan. Efek kapitalisme, dengar-dengar yang menjadi bensin sector swasta. Dan koperasilah, yang dalam literature buku Ekonomi SMP-SMA digambarkan sebagai sector kerakyatan yang nasibnya kini mati enggan hidup sungkan. Walaupun begitu, banyak juga koperasi yang memiliki potensi financial yang luar biasa. Bahkan lembaga-lembaga microfinance yang targetnya berasal dari rakyat kecilpun ternyata mampu tumbuh menjadi lembaga keuangan yang maju.
Dari sinilah benang emas tulisan, Ekonomi Mimpi-Rabun Jauh Ekonomi Kerakyatan-Ekonomi Mimpi Ala Bang Toyip bersatu padu bak pengantin baru. Bahwa Ekonomi Kerakyatan haruslah bercita-cita menjadi besar. Percayakah Anda jika saya bercerita mengenai kesuksesan Honda, Hitachi, Google, maupun KFC? Pada awalnya, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan usaha rakyat. Home industries. Karyawannya tak seberapa. Tapi beriring waktu dan banyak factor pendukung lainnya, usaha-usaha gurem tersebut tumbuh menjadi perusahaan yang besar dan kuat. Percaya Indonesia bisa?
Negara besar pasti memiliki perusahaan-perusahaan dalam negeri yang besar. Logikanya menjadi mudah, jika Indonesia ingin menjadi negara besar maka diperlukan banyak perusahaan besar di Indonesia yang kompetitif dengan perusahaan asing. Inilah ideologiny: New-Kerakyatan. Dimana usaha-usaha rakyat mampu menjadi usaha yang besar yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan terakhir membantu negara mencapai rakyat adil-makmur. Tapi tunggu dulu, sebelum kita mengobarkan semangat tersebut lebih jauh, kita ingat-ingat dulu adakah di Indonesia usaha gurem yang kemudian menjadi besar? Ada! Contohnya yang paling mudah adalah Sampoerna. Dan selanjutnya kemudian, kita memang mendorong adanya perusahaan franchise Angkringan yang buka cabang di Singapura.
Dan karena setiap mazhab memiliki asumsi untuk mengembangkan suatu teori maka dalam Mazhab New-Kerakyatan ada asum-asumsi yang diperlukan, diantaranya adalah:
a. Pasar Bebas
Kita semua memahami apa saja asumsi yang adalam pasar bebas. Dan itulah yang harus dijamin keberlangsungannya
b. Institusi
Pasar bebas dapat dipastikan keberlangsungannya selama infrastrukturnya mendukung, dan sebaliknya. Kedua hal ini memiliki hubungan mutualisme yang saling menjaga keberlangsungannya.
c. Fanatisme produk
Dulu ketika SD, saya kira ada slogan “Aku Cinta Produk Dalam Negeri”. Pada masa kini fanatisme tersebut ternyata sangat diperlukan, seperti orang-orang Korea yang ramai-ramai menggunakan Hyundai. Saya kira, bagi bangsa yang mau menjadi bangsa yang besar, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menciptakan indentitas yang dicintai masyarakat umum. Pada poin ini, kesannya memang bertentangan dengan ‘pasar bebas’ karena preferensi dikendalikan, tapi saya kira itu fair selama Indonesia mampu membungkusnya dengan tepat.
Fanatisme produk di Indonesia sejauh ini baru dilahirkan oleh pariwisata dengan slogan “Visit Indonesia”. Kemudian, banyak pemerintah daerah, pihak swasta, backpackers, wisatawan dalam negeri yang juga menyerukan slogan tersebut setelah mengunjungi tempat-tempat luar biasa di Indonesia. Pada akhirnya, hal itulah yang akan menghidupkan pariwisata dan daerah-daerah terpencil nan eksotis di Indonesia.
Saya kemudian membayangkan, disinilah produk-produk asli Indonesia memerlukan sentuhannya. Terkait Fanatisme Produk, rasanya seru ya kalau dibahas di jurnal tersendiri. Tungulah! :D
d. Uang dan Pemerintah
Intinya, negara punya uang dan haruslah cerdas menggunakan uang tersebut (bangun gd.DPR aja bisa). Di Jepang, ada lembaga penjaminan kredit, namanya Small and Medium Enterprise Agency (SMEA) yang didirikan pada tahun 1948. Di Indonesia namanya Askrindo. Fungsi SMEA sangat terasa pada saat perekonomian Jepang mengalami resesi atau stagnasi pada tahun 1970-an, 1980-an. Setiap tahunnya, pemerintah Jepang menanggung kerugian antara 0.2-0.6 triliun yen. Kerugian itu untuk membayarkan UKM yang tidak mampu membayar hutangnya. Semangat yang ditangkap di sini adalah semangat dukungan dari pemerintah untuk membesarkan rakyatnya. Indonesia dengan KUR, sudah mampukah menciptakan perusahaan sekelas Honda?
Sejauh ini, yang ada dalam pikiran saya tentang mazhab New-Kerakyatan adalah memberikan kebebasan sebesar-besarnya bagi rakyat untuk berusaha kaya dengan cara-cara yang halal dan toyib. Lebih jauh, bentuknya mungkin bisa dipikirkan bersama lebih dalam lagi untuk ngomporin Presiden SBY agar mempercepat perekonomian Indonesia, salah satunya dengan mendorong sector swasta rakyat yang kecil mungil potensial :D. -me
sumber gambar
Menarik membaca tulisan dengan judul Rabun Jauh Ekonomi Kerakyatan dan Ekonomi Mimpi Ala Bang Toyip (Priyok Pamungkas). Yang dapat saya simpulkan dari keduanya adalah adanya angin baru yang bertiup untuk kemandirian perekonomian Indonesia. Berdasarkan Pembukaan UUD 1945, tujuan Negara Indonesia adalah menuju masyarakat adil dan makmur. Alat untuk mencapai masyarakat yang adil-makmur terdapat dalam batang tubuh UUD 1945 Pasal 30, bahwa Indonesia memiliki tiga kuda dalam perekonomian, yaitu perusahaan negara, swasta, dan koperasi.
Digambarkan, perusahaan milik negara akan focus melayani kepenting public. Dalam perkembangannya kini, perusahaan milik negara kemudian berkembang mencari untung. Sektor swasta sendiri terus bergeliat mencari peluang untuk meningkatkan profit. Dari banyak literatur yang saya baca tentang perekonomian Indonesia, sector swasta ini sering kali digambarkan sebagai buaya yang serakah merauk keuntungan dari masyarakat yang serba kekurangan. Efek kapitalisme, dengar-dengar yang menjadi bensin sector swasta. Dan koperasilah, yang dalam literature buku Ekonomi SMP-SMA digambarkan sebagai sector kerakyatan yang nasibnya kini mati enggan hidup sungkan. Walaupun begitu, banyak juga koperasi yang memiliki potensi financial yang luar biasa. Bahkan lembaga-lembaga microfinance yang targetnya berasal dari rakyat kecilpun ternyata mampu tumbuh menjadi lembaga keuangan yang maju.
Dari sinilah benang emas tulisan, Ekonomi Mimpi-Rabun Jauh Ekonomi Kerakyatan-Ekonomi Mimpi Ala Bang Toyip bersatu padu bak pengantin baru. Bahwa Ekonomi Kerakyatan haruslah bercita-cita menjadi besar. Percayakah Anda jika saya bercerita mengenai kesuksesan Honda, Hitachi, Google, maupun KFC? Pada awalnya, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan usaha rakyat. Home industries. Karyawannya tak seberapa. Tapi beriring waktu dan banyak factor pendukung lainnya, usaha-usaha gurem tersebut tumbuh menjadi perusahaan yang besar dan kuat. Percaya Indonesia bisa?
Negara besar pasti memiliki perusahaan-perusahaan dalam negeri yang besar. Logikanya menjadi mudah, jika Indonesia ingin menjadi negara besar maka diperlukan banyak perusahaan besar di Indonesia yang kompetitif dengan perusahaan asing. Inilah ideologiny: New-Kerakyatan. Dimana usaha-usaha rakyat mampu menjadi usaha yang besar yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan terakhir membantu negara mencapai rakyat adil-makmur. Tapi tunggu dulu, sebelum kita mengobarkan semangat tersebut lebih jauh, kita ingat-ingat dulu adakah di Indonesia usaha gurem yang kemudian menjadi besar? Ada! Contohnya yang paling mudah adalah Sampoerna. Dan selanjutnya kemudian, kita memang mendorong adanya perusahaan franchise Angkringan yang buka cabang di Singapura.
Dan karena setiap mazhab memiliki asumsi untuk mengembangkan suatu teori maka dalam Mazhab New-Kerakyatan ada asum-asumsi yang diperlukan, diantaranya adalah:
a. Pasar Bebas
Kita semua memahami apa saja asumsi yang adalam pasar bebas. Dan itulah yang harus dijamin keberlangsungannya
b. Institusi
Pasar bebas dapat dipastikan keberlangsungannya selama infrastrukturnya mendukung, dan sebaliknya. Kedua hal ini memiliki hubungan mutualisme yang saling menjaga keberlangsungannya.
c. Fanatisme produk
Dulu ketika SD, saya kira ada slogan “Aku Cinta Produk Dalam Negeri”. Pada masa kini fanatisme tersebut ternyata sangat diperlukan, seperti orang-orang Korea yang ramai-ramai menggunakan Hyundai. Saya kira, bagi bangsa yang mau menjadi bangsa yang besar, hal pertama yang perlu dilakukan adalah menciptakan indentitas yang dicintai masyarakat umum. Pada poin ini, kesannya memang bertentangan dengan ‘pasar bebas’ karena preferensi dikendalikan, tapi saya kira itu fair selama Indonesia mampu membungkusnya dengan tepat.
Fanatisme produk di Indonesia sejauh ini baru dilahirkan oleh pariwisata dengan slogan “Visit Indonesia”. Kemudian, banyak pemerintah daerah, pihak swasta, backpackers, wisatawan dalam negeri yang juga menyerukan slogan tersebut setelah mengunjungi tempat-tempat luar biasa di Indonesia. Pada akhirnya, hal itulah yang akan menghidupkan pariwisata dan daerah-daerah terpencil nan eksotis di Indonesia.
Saya kemudian membayangkan, disinilah produk-produk asli Indonesia memerlukan sentuhannya. Terkait Fanatisme Produk, rasanya seru ya kalau dibahas di jurnal tersendiri. Tungulah! :D
d. Uang dan Pemerintah
Intinya, negara punya uang dan haruslah cerdas menggunakan uang tersebut (bangun gd.DPR aja bisa). Di Jepang, ada lembaga penjaminan kredit, namanya Small and Medium Enterprise Agency (SMEA) yang didirikan pada tahun 1948. Di Indonesia namanya Askrindo. Fungsi SMEA sangat terasa pada saat perekonomian Jepang mengalami resesi atau stagnasi pada tahun 1970-an, 1980-an. Setiap tahunnya, pemerintah Jepang menanggung kerugian antara 0.2-0.6 triliun yen. Kerugian itu untuk membayarkan UKM yang tidak mampu membayar hutangnya. Semangat yang ditangkap di sini adalah semangat dukungan dari pemerintah untuk membesarkan rakyatnya. Indonesia dengan KUR, sudah mampukah menciptakan perusahaan sekelas Honda?
Sejauh ini, yang ada dalam pikiran saya tentang mazhab New-Kerakyatan adalah memberikan kebebasan sebesar-besarnya bagi rakyat untuk berusaha kaya dengan cara-cara yang halal dan toyib. Lebih jauh, bentuknya mungkin bisa dipikirkan bersama lebih dalam lagi untuk ngomporin Presiden SBY agar mempercepat perekonomian Indonesia, salah satunya dengan mendorong sector swasta rakyat yang kecil mungil potensial :D. -me
sumber gambar
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...