Karena sedang pusing dengan tema apa yang harus saya tulis buat ekonom gila, akhirnya saya mencoba men-trace back beberapa
pertanyaan lucu nan aneh yang pernah menyeruak dan muncul di jaman
saya kuliah. Salah satunya adalah cerita soal penjualan BUMN.
Pada suatu hari, masyarakat mendemo pemerintah yang suka
melakukan privatisasi BUMN. “Gimana sih ini, pemerintah kok sukanya
jual-jual BUMN”. Jawabannya gampang sekali, “Ya karena BUMN nya tidak
bisa kami kelola, merugi terus, kalau rugi pemerintah yang nalangin
lewat APBN kan? Duit APBN kan dari kalian wahai rakyat? Kalau gitu apa
kalian mau nalangin mereka terus dari bayar pajak?”. Nah, rakyat pasti
diam seribu bahasa. “Bener juga kata pemerintah…”
Namun Anehnya suatu hari ada sebuah berita besar. BUMN XXX
DIJUAL PEMERINTAH KE PENGUSAHA NEGARA YYY. Uniknya, BUMN itu terkenal
sehat, membawa untung dan tidak merugi. Loh ada apa ini? Lalu rakyat
kembali bertanya-tanya sama pemerintah.” Tah-tah..itu perusahaan yang
XXX kinerja bagus kok kamu jual juga?”. Ternyata pemerintah tidak
kehabisan akal dijawabnya dengan mudah “Kalau perusahaan sakit nan mau
bangkrut, siapa swasta yang mau beli…???”. Rakyat kebingungan…
Ini adalah kisah nyata, dan kisah ini memang benar-benar
terjadi di Negara Indonesia. Isu ini memang tidak seksi lagi (sekarang
isu politik ekonomi di Indonesia lebih banyak beritain siBeye siih..),
tapi setidaknya ini bisa menjadi pelajaran kita kelak di masa depan,
kalau-kalau ada dari kalian yang menjadi Menteri BUMN, atau paling nggak
salah satu Dirutnya.
Ambiguitas-ambiguitas di atas sebenarnya bersumber dari
satu pertanyaan dasar: Apakah Pemerintah, yang sudah punya kekuasaan di
bidang Politik dan Hukum, boleh dan bisa bermain sebagai pelaku ekonomi?
Logika dasar orang-orang yang menolak adanya peran pemerintah di dunia
usaha seperti ini: Jika pemerintah sebagai wasit, dan pemain adalah
pengusaha-pengusaha, masyak wasit juga ikut bermain bola? Kan bisa jadi
gak adil?
Tapi di sisi lain ada juga yang pro. Yaitu dengan
berargumen “Terus bagaimana janji pemerintah yang katanya ingin
mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pendidikan? Membangun tidak hanya
jiwa tapi juga raga melalui kesejahteraan dan kesehatan? Itu janji! Dan
kita telah sepakat, kontrak politik. Saya rakyatmu mengakui kamu sebagai
pemerintah, kamu pemerintah harusnya mengayomi saya doooong!”
Ada juga yang akhirnya mengambil jalan tengah. Pemerintah
akhirnya boleh bermain di dunia usaha. Untung boleh, tapi dikit-dikit
aja. Yang penting sektornya bertujuan untuk memberikan janji-janji itu,
terutama di bidang kesehatan dan pendidikan (maka muncullah
sekolah-sekolah negeri dan rumah sakit negeri).
Dari argumen dasar tadi itu saja (apakah pemerintah layak
ikut terjun dalam dunia usaha atau tidak) kita sudah bisa menemukan
argumen-argumen yang terlihat sama benarnya dan sama shahihnya. Nah,
maka kembali kasus BUMN dijual-jual tadi, sebenarnya mana sih yang benar
dengan kasus penjualan BUMN itu?? Dijual karena bangkrut? Atau Dijual
karena sehat?
Setelah saya pikir-pikir ya…harusnya kita memulai dulu untuk
mengelompokkan pendirian BUMN itu tujuan apa? Pelayan sosial atas
pemenuhan janji-janji Indonesia, ataukah sebagai pundi-pundi pemasukan
untuk BUMN Negara? Jadi kalau gitu kita bagi dua nih:
1) BUMN yang dibentuk untuk tujuan kebutuhan masyarakat yang merupakan janji-janji negara terhadap rakyat.
2) BUMN yang dibentuk untuk tujuan menjadi pundi-pundi pemasukan bagi pemerintah.
Kalau saya melihat yang no.1 itu adalah kewajiban,
sedangkan yang no.2 adalah sunah. No 2 sunah kenapa? Karena sebenarnya,
idealnya pemasukan yang dominan kepada negara adalah dari sektor
penerimaan pajak.
Nah, lalu kapan BUMN dijual kapan ditahan. Kalau
pemerintah ingin menjual BUMN yang merugi dan bangkrut terus, harus
dilihat dia BUMN dalam kategori apa? Kalau dia BUMN yang bertujuan
sebagai pemenuhan kebutuhan masyarakat, maka ya memang sudah sewajarnya
dia “merugi” karena BUMN semacam itu tujuan profitnya hanya sebagai
pelengkap saja, yang paling penting adalah masyarakat bahagia dan
sejahtera. Kalau untung yang syukur alhamdulillah, kalau nggak untung
ya gak apa-apa.
Tapi kalau di BUMN yang dari awal
digadang-gadang sebagai salah satu sumber pemasukan kas negara, tapi
pada kenyataan tidak berhasil, kemungkinan ada yang salah di manajemen
yang dikelola pemerintah. Maka jual saja! Berikan pengelolaannya pada
swasta. Tapi kalau dia menguntungkan kenapa harus dijual? Perhatikan
Matriks BUMN ala Aulia (2011) ini dia…
Lalu
kenapa ada BUMN yang bukan bertujuan sosial alias bertujuan profit
murni, dan untung besar, lalu dijual sama pemerintah? Ada dua
kemungkinan 1) Kemungkinan dia tidak lebih pintar dari Aulia Rachman
(setidaknya sama bodohnya laaaah..) atau 2) Dia ada “main mata sama
pembeli”, BUMN harga pasarnya 5 triliun, dijual sama konconya 4 triliun
saja. Sama pembelinya yang konconya itu, dia kasih fee sebesar
Rp500miliar. Si broker untung Rp500miliar, si pembeli untung Rp500miliar
(karena hanya mengeluarkan Rp4,5 triliun, harga pembelian + biaya fee,
yang dari seharusnya Rp5 triliun). Itu sebabnya ada yang masih kekeh,
kalau pemerintah jalanin BUMN, maka bisa abuse of power, dan tidak diberi penalti, wong dia wasitnya..!!
Nah…kalian mendukung yang mana?
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...