Oleh: Dyah Restyani
Bertemu dengan orang baru,
seringkali menjadi pengalaman menyenangkan tersendiri. Karena selain bertatap
muka dengan wajah baru, kita juga bisa mendapatkan pengetahuan-pengetahuan
baru. Di acara Belajar Metodologi Penelitian Bareng DR_Consulting dan MIB yang
diadakan Ahad 3 Maret 2013 lalu, saya berkesempatan mendapatkan pengetahuan
baru dari salah seorang peserta kegiatan. Pengetahuan baru tersebut tidak ada
tertulis di buku-buku, sebab hanya diperoleh melalui pendekatan kultural.
Namanya B, seorang alumni jurusan
Akuntansi dari salah satu universitas di Makassar. Dia orang Maluku asli.
Asalnya dari Maluku Tenggara, tidak jauh dari Kota Tual katanya. Dia cukup
banyak bercerita tentang Maluku, sebuah wilayah yang saya sendiri belum pernah
menginjakkan kaki di sana, tahunya cuman dari peta di atlas saja. Hehhee.
Dia bercerita tentang bagaimana
keadaan transportasi di sana. Di Maluku, orang-orang dominan menggunakan sarana
transportasi laut, dibandingkan dengan transportasi umum darat semacam angkot.
Hal itu wajar karena memang wilayahnya terdiri dari pulau-pulau kecil.
Satu hal menarik yaitu ketika dia
sedang asik bercerita, berkali-kali hp nya berbunyi karena rentetan sms-sms
yang masuk.
“Heran saya ini, selalu saja ada
sms-sms togel yang masuk di inbox.” Katanya sambil tersenyum lebar nyaris
tertawa.
Saya hanya tertawa kecil dan
berkata
“Kamu pakai nomor tel***sel ya?
Kalau nomor-nomor provider itu memang sering penggunanya dapat sms togel-togel
itu. Adik saya juga sering, sampai kesal dia dan mau ganti nomor. Hehhehee”
“Iya, aneh sekali ini. Togel ini di
daerah saya lagi marak-maraknya.”
“Oh ya? Togel itu seperti apa si?
Saya malah nggak tahu togel itu kayak gimana.”
“Togel itu semacam taruhan. Jadi
tiap orang yang ikut, pasang minimal 1 nomor. Satu nomor itu harganya seribu,
biasanya mereka pasang minimal 1000 nomor, jadi ya minimal 1 juta.”
“Terus? Nomor-nomor itu
dikemanain?”
“Nomor-nomor itu dikumpulin ke
Bandar, lalu diteruskan ke pusat, katanya pusatnya di Singapura. Tapi saya nda
tau juga apa itu benar atau tidak, dan kalau benar, jauh juga di Singapura. Nah
nanti tiap ada nomor yang menang, dapat kabar lewat sms dari Bandar.”
“O..terus itu sistemnya gimana?
Maksudnya ngundinya gimana? Pakai mesin random kali’ ya? Hehee”
“Iya, dengar-dengar begitu. Jadi
pusat input nomor-nomor mereka, lalu pencet tombol randomnya, yang keluar
nomornya itu yang menang. Sepertinya kayak gitu, saya juga belum pernah lihat
langsung”
“Wah, menggantungkan nasib dari
hasil pencet tombol doang donk ya?
Hihihiii..lagipula, apa iya bener nomor-nomor mereka diinput? Mungkin
aja di servernya itu sudah ada database nomor urut dari angka 1 sampai 1juta,
jadi mo mereka pasang nomor 999.991 juga dah ada di database. Kalau mereka
input nomor kan pastinya ribet. Beda kalau databasenya dah ada, lalu si ‘pusat’
tinggal tekan klik tombol random.”
“Iya, itu dia saya heran juga di
kampung saya lagi marak-maraknya menggantungkan nasib pada undian begitu.
Bahkan sampai ada yang bisa bangun rumah baru, dan bayar sekolah anak-anaknya
hanya dari togel. Makanya yang lain jadi pada tergiur dan ikut-ikutan.”
“Wuiihh….gila juga ya.. Lalu mereka
biasanya pilih nomornya gimana?”
“Nah, di kampung saya itu ada yang
namanya Buku Bodo. Itu semacam buku petunjuk nomor togel. Hahaa.. tapi para
pemain togel itu biasanya lebih percaya mimpi daripada Buku Bodo.”
“Buku Bodo? B-o-d-o?”
“Iya.. bodoh.. Tapi kalau di Maluku
bilangnya ya cuma ‘bodo’.”
“Itu kenapa disebut buku bodo? Isi
bukunya apa? Ukurannya kayak gimana?”
“Ukurannya kayak buku besar
akuntansi. Isinya itu nomor-nomor yang pernah menang, terus ada
hitung-hitungannya yang saya juga tidak paham, soalnya hanya pernah lihat
langsung 1 kali. Buku itu disebut buku bodo karena kalau yang main togel
ngambil nomor dari situ lalu dia gagal, maka nasib buruknya itu disebabkan
karena buku bodo, maksudnya itu karena kebodohan si buku. Makanya disebut buku
bodo.”
“O..begitu. Menarik juga ya. Itu
maksudnya hitung-hitung apa mereka di buku itu?”
“Semacam hitung probabilitas-probabilitas
gitu.. Nomor yang menang dikali apa gitu, bingung juga saya, yang jelas isinya
angka-angka.”
“Yang pertama kali bikin buku itu
siapa? Terus itu buku kuno atau sejak kapan adanya?”
“Tidak tau siapa yang pertama kali
bikin buku itu. Hahaa..itu bukan buku kuno, dulu tidak ada buku semacam itu.
Buku itu sepertinya baru mulai ada sekitar tahun 2009 atau 2010. Karena sewaktu
2008 saya di kampung, belum ada fenomena buku bodo itu.”
“O..begitu. Lalu yang soal mimpi
tadi itu gimana ceritanya?”
“Jadi kalau ada orang mimpi melihat
angka, nah, keesokan harinya angka itu dipakainya untuk pasang nomor togel.”
“Hanya dari mimpi?”
“Iya. Mereka lebih percaya mimpi
daripada buku bodo. Mungkin karena buku bodo itu pakai dihitung-hitung dulu,
jadi agak ribet, sedangkan kalau dari mimpi kan berbeda.”
---
Belajar
Probabilitas tanpa Melalui Bangku Kuliah
Dalam cerita buku bodo di atas,
kita dapat mengetahui bahwa masyarakat di wilayah tersebut sudah menggunakan
konsep probabilitas. Mereka menggunakan konsep ‘learning by doing’ yang mereka
tidak sadari.
Sekedar untuk mengingat kembali, di
statistika, ada 2 macam probabilitas berdasarkan pengamatannya yakni:
- Probabilitas
objektif
Yaitu
kemungkinan-kemungkinan yang dihasilkan dari sesuatu yang dapat dihitung.
Misalnya: menghitung probabilitas munculnya angka 3 dari 1 kali pelemparan
dadu. Probabilitas munculnya angka 3 dari 1x pelemparan dadu yakni 1/6. Contoh
lainnya yaitu penggunaan buku bodo dalam menentukan pilihan nomor kemungkinan juga
termasuk dalam probabilitas objektif ini (penulis masih menyebut “mungkin”,
sebab penulis sendiri belum tahu bagaimana konsep hitung-hitungan yang
dipergunakan dalam buku bodo tersebut).
- Probabilitas
subjektif
Yaitu
kemungkinan-kemungkinan yang disimpulkan dari hal-hal yang bersifat intuitif.
Probabilitas ini didasarkan atas penilaian seseorang dalam menentukan tingkat
kepercayaan, tanpa melibatkan pengalaman sebagai dasar perhitungan
probabilitas. Contohnya ya menentukan nomor togel berdasarkan mimpi.
Nah, pada akhirnya kita jadi tahu
bahwa ternyata beberapa orang dari masyarakat Maluku Tenggara bisa belajar
probabilitas tanpa harus masuk kelas statistika. Pelajaran probabilitas yang
mereka peroleh dari wilayah-wilayah kultural, pada kenyataannya membuat mereka
lebih tertarik untuk mendalaminya, hal ini lebih cenderung karena mereka
melihat adanya sisi manfaat dari pelajaran probabilitas sederhana tersebut.
Seperti itu pula lah sebenarnya
ilmu. Makin kita mengetahui manfaatnya apa, makin kita menyadari ilmu tersebut
nantinya untuk apa, maka makin bersemangat pula kita ingin terus mempelajarinya
dan menggalinya lebih dalam.
Yuk, terus belajar dan berbagi!...
;)
Happy Monday!... ^_^
*tulisan ini juga diposting di blogpribadi Dyah.
** illustration pict modified from freedigitalphotos.net
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...