Source Pict: Here |
Oleh: Dyah Restyani
Di pembahasan mengenai ekonomi
sumber daya manusia, ada tiga point yang menjadi fokus, yaitu persoalan
fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Ketiga hal ini sama pentingnya dalam
mempengaruhi perekonomian suatu wilayah atau negara.
Di tulisan kali ini, akan membahas
tentang bagaimana migrasi dihubungkan dengan migrasi hati yang semu. Migrasi
hati yang semu yaitu migrasi yang dilakukan karena dominan tertarik atau bahkan
hanya tertarik pada hal-hal yang nampak bagus saja. Migrasi hati yang kerapkali
menghiasi hubungan-hubungan antarmanusia.
Terkait migrasi, ada 2 penyebab
utama seseorang melakukan migrasi, yakni:
1.
Daya tarik
Daya tarik sebuah kota
atau negara lain seringkali menjadi alasan utama seseorang melakukan migrasi.
Kota yang nampak lebih potensial, tampak lebih makmur dan penuh lapangan kerja
tentu menjadi daya tarik sendiri bagi para pencari kerja. Kota yang cepat tumbuh,
birokrasinya baik, masyarakatnya terbuka, juga menjadi magnet kuat bagi para
pengusaha untuk berbisnis di wilayah tersebut.
Seperti halnya daya
tarik sebuah kota, setiap orang juga punya daya tarik tersendiri bagi orang
lain. Seseorang (sebut saja si X) akan melakukan migrasi hati (baca: memutuskan
hubungan lama dengan si Y dan membina hubungan baru dengan si Z) ketika hatinya
tertarik pada individu Z. Daya tarik individu Z mungkin saja nampak begitu
cocok dengan apa yang diinginkan si X, sehingga si X berani untuk melepaskan /
meninggalkan Y begitu saja hanya untuk mengejar Z. Misalnya saja karena si Z
lebih kaya, sering memberi aneka macam hadiah kepada X, juga selalu mengajak X
jalan-jalan ke tempat-tempat mewah nan bergengsi.
2.
Daya dorong
Daya dorong mejadi
faktor kedua yang menjadi alasan mengapa seseorang bermigrasi. Ada beberapa hal
yang menjadi faktor pendorong, yakni: a). Faktor ekonomi (berupa upah,
kesempatan kerja, dan biaya hidup). Kurang mencukupinya upah, kurang
tersedianya kesempatan kerja, serta biaya hidup yang tinggi di wilayah tempat
tinggal seseorang seringkali menjadi faktor pendorong seseorang melakukan
migrasi ke wilayah lain, ke wilayah yang kesempatan kerjanya lebih luas,
upahnya lebih tinggi, dan biaya hidup yang terjangkau. Dikaitkan dengan migrasi
hati, seseorang (X) berpindah hati ke dari Y ke Z karena Y miskin, tak pernah
memberinya hadiah apa-apa, tak pernah mengajaknya jalan-jalan ke tempat-tempat
bergengsi.
Selain faktor ekonomi,
faktor kedua yang menjadi daya dorong seseorang bermigrasi adalah faktor
sosial. Ketika seseorang merasa tak berguna, tak punya status sosial yang baik
di tempat tinggalnya, maka besar kemungkinan ia akan bermigrasi ke tempat lain
yang lebih terbuka dan lebih menerimanya. Jika dihubungkan dengan migrasi hati
X, maka X berpindah hati ke Z karena di hubungannya yang sebelumnya (hubungan X
dengan Y) tidak direstui keluarga Y. Begitu pula keluarga X yang amat sulit
menerima Y karena alasan bibit bebet bobot yang tak jelas.
Faktor ketiga yang
menjadi daya dorong migrasi yaitu faktor politik atau keamanan. Para penduduk
yang berada di wilayah-wilayah perang, yang tak terjamin situasi keamanannya,
tentu saja mau tidak mau, suka tidak suka, mereka akan bermigrasi ke wilayah lain
yang lebih aman. Sama halnya ketika X menjalani hubungan dengan Y, ketika ia
kerapkali mendapatkan terror dari keluarga Y agar X menjauhi Y, maka mau tidak
mau, X terpaksa harus memutuskan hubungan /
meninggalkan Y.
Brand
Brain Migration = Selalu Ada Harga yang Harus Dibayar
Selalu ada harga yang harus
dibayar, baik oleh migran yang bermigrasi, maupun oleh wilayah yang menerima migran
tersebut, serta wilayah yang ditinggalkan.
Bila SDM yang bermigrasi itu
bermutu (berpendidikan tinggi dan punya high skill), maka wilayah baru yang
dimasukinya akan mendapatkan manfaat sebab SDM yang baru masuk tersebut berpotensi
menambah pundi-pundi Pendapatan Asli Daerah. Seperti halnya hubungan X, Y, dan
Z. Ketika X ternyata adalah pasangan yang dapat melengkapi Z, maka hubungan
keduanya akan menjadi simbiosis mutualisme.
Namun bila SDM yang bermigrasi itu
kurang bermutu, maka SDM tersebut hanya akan menjadi beban bagi wilayah baru
yang dimasukinya. Untuk contoh konkretnya, lihat saja Jakarta yang penuh
seabrek manusia yang ‘rebutan’ oksigen. Hehehe. Okay, begitu pula untuk
hubungan X dan Z. Jika ternyata X cuman bisa menguras kantong Z
sedalam-dalamnya, maka X hanya menjadi beban dan berpotensi ‘ditendang’ dari
kehidupan Z.
Migran yang bermigrasi hanya karena
daya tarik suatu kota tanpa menghitung cost dan benefit kesesuaian kebutuhan
kota itu dengan dirinya, biasanya setiba di kota tujuan hanya bingung tak tahu
hendak melakukan apa, hingga akhirnya hanya menjadi beban tanggungan sebuah
kota.
Namun jika migran bermigrasi karena
daya dorong, biasanya dia akan lebih struggle karena kondisi di wilayah asalnya
lebih buruk daripada kondisi wilayah yang baru didatanginya. Tapi hal ini juga
tidak bisa dipastikan sebab kondisi setiap migran tentu saja berbeda-beda.
Jadi, untuk yang galau tingkat dewa
dan ingin bermigrasi hati, silakan dihitung-hitung dulu cost dan benefitnya
sebelum mewujudkan migrasi hati. Kalau di migrasi nyata, seseorang bisa saja
datang dan pergi sesuka hati bolak balik ke kota A lalu ke kota B tanpa ada
yang dikecewakan mendalam. Sedangkan untuk migrasi hati, selalu ada potensi akan
ada yang’terluka’. :D
Semoga bermanfaat!...
---
Migrasi hati = Move on =))
BalasHapus