Seorang
yang sedang mengalami kesulitan keuangan mendatangai Imam Syafi’i dan
mengadukan krisis finansial yang dialaminya. Ia bekerja sebagai buruh
dengan gaji lima dirham. Dan gaji itu tidak mencukupi kebutuhannya.
Harga sembako terus merangkak naik. Upahnya habis untuk “basa-basi”.
Bayar sana, bayar sini.
Setelah
mendengar keluh-kesah orang itu, sang imam memberikan saran yang aneh.
Imam Syafi’i justru menyuruhnya untuk menemui bos-nya dan meminta
pengurangan gaji menjadi empat dirham!.
Koq
aneh sih? Wong lagi krisis ekonomi koq malah disuruh nyunat gaji
sendiri? Harusnya nyuruh demo naik gaji donk! Tapi karena ini nasihat
dari orang sholeh, orang itu pun pergi melaksanakan perintah Imam
Syafi’i meskipun dia tidak paham apa maksud dari perintah itu.
Setelah
beberapa lama kemudian orang itu kembali datang menemui Imam Syafi’i
dan mengadukan kehidupannya yang tidak kunjung mendapat kemajuan. Lalu
Imam Syafi’i memerintahkannya kembali untuk mendatangi orang yang telah
mengupahnya dan meminta majikannya untuk mengurangi gajinya (lagi),
menjadi tiga dirham!
Lelaki
ini Cuma bisa geleng-geleng kepala. Hidup sudah susah, ini diminta
untuk hidup semakin susah. Mengencangkan pinggang Jennifer Lopez yang
bahenol sih enak, lha ini mengencangkan pinggang sendiri yang sudah
kurus kering! Tapi lagi-lagi orang itu pun pergi melaksanakan anjuran
Imam Syafi’i dengan membawa perasaan keheranan bercampur rasa pasrah.
Beberapa
hari kemudian orang itu kembali datang menemui Imam Syafi’i dan
mengucapkan terima kasih atas nasihatnya yang tidak biasa. Dia
bercerita, bahwa tiga dirham yang dia dapatkan justru bisa menutupi
seluruh kebutuhan hidupnya, bahkan sekarang hidupnya menjadi lapang.
Dia bertanya, “Ada rahasia apakah di balik semua itu?”
Imam
Syafi’i menjelaskan bahwa pekerjaan yang dijalaninya itu tidak berhak
mendapatkan upah lebih dari tiga dirham. Dan kelebihan dua dirham itu
telah “mencabut” keberkahan harta yang dimilikinya ketika tercampur
dengan harta yang lainnya. Sang Imam lantas mengutip sebuah sya’ir:
“Dia kumpulkan yang haram dengan yang halal supaya harta itu mejadi banyak. Yang haram pun masuk ke dalam yang halal lalu harta itu merusaknya”.
Gaji dan Kepuasan Kerja
Cerita diatas saya ambil dari Talking in The Heaven
karya Agus Setiawan dan Faisal Kunhi. Pesan moralnya sederhana: gaji
bukanlah tolak ukur "keberkahan" sebuah pekerjaan. Ada orang gajinya
puluhan juta yang kerjaannya cuma datang rapat, duduk, diam, bergaya
interupsi sana-sini, pake "nyambi" jadi tersangka korupsi, eh masih
beralasan gajinya kurang.
Tapi
ada juga pahlawan yang mengabdi di pelosok negeri. Statusnya bukan
pegawai negeri. Tunjangannya minim sekali. Tanpa fasilitas disana-sini.
Dan mereka melakukannya sepenuh hati tanpa mengharap balasan suatu hari
nanti. Mereka mengerti: rezeki Tuhan tak mesti berbentuk materi.
Dalam
studi manajemen, gaji memang berkorelasi dengan kepuasan kerja. Tapi
tidak selamanya linear. Penelitian yang dilakukan oleh Daniel Kahneman
(2010), salah satu peraih Nobel ekonomi menunjukkan angka USD 75,000
adalah batasnya (untuk kasus Amerika). Jika pendapatan Anda dibawah 75rb
dollar setahun, maka gaji adalah segalanya. Tapi jika Anda memiliki
pendapatan diatas 75rb setahun (US dollar ya cuk, bukan IDR), maka
“there’s something that money can’t buy”, dan Anda akan melakukan
sesuatu bukan hanya semata-mata karena uang.
Berapa “angka pendapatan sehingga otak kita ga cuma mikir duit” di Indonesia?
Karena
nilai 75rb USD sekitar 2x pendapatan perkapita, dan rata-rata
pendapatan perkapita Jakarta adalah 135 juta, maka angka 270 juta adalah
masuk akal. Artinya jika pendapatan kita selama setahun kurang dari 270
juta (22,5 juta per bulan), maka sangat wajar jika kita menjadi manusia
mata duitan dan rela panas-panasan untuk berdemo dari pagi sampai sore
hari demi kenaikan gaji.
Tapi
daripada berorasi dan menutup jalan yang ujungnya malah bikin hidup
orang lain susah, yang wajib kita lakukan adalah "memantaskan diri"
untuk dibayar mahal. Dengan menciptakan nilai tambah yang bisa membantu
dan mempermudah hidup orang lain.
Dan
jika gaji Anda sudah puluhan juta dan kerjaan-nya cuma datang rapat,
duduk, diam, sok interupsi sana-sini, jalan-jalan keluar negeri bawa
family, sambil teriak-teriak minta kenaikan gaji, maka saran Imam
Syafi’i diatas, patut untuk dicoba.
apa itu uang...??
BalasHapusmampir saja ke http://goo.gl/z2xOiK dan ketik "uang" di search form.