Sabtu, 18 Juni 2011

Kok Saya Diaudit?

Saya nggak pernah sih jadi auditee, kalau berandai-andai saya adalah seorang auditee mungkin ketika kabar audit akan masuk berhembus, yang terlintas di benak saya pertanyaan yang sebagian besar orang juga memendamnya, yakni sebagai berikut:
"Kok saya diaudit, memang saya salah apa yah?"
Bener ga, betul ga, setuju ga? *Hahaha... maksa Tante... Xixixixi... *


Untuk urusan audit eksternal sih, pertanyaan tersebut sudah ada jawabannya: memang dari parent company yang di luar negeri mintanya kita yang di Indonesia diaudit sih. Atau... mungkin karena listing ya wajib dong diaudit. Kalau untuk urusan audit internal?

Tanyakan Tujuan Audit

Seperti yang pernah diulas sekilas di Audit Nggak Beda Jauh dari Hape! (boleh terus baca coy tanpa ngintip artikel, tapi sih serunya intip aja... hahaha... promosi always ea >.<) ehm... secara umum, fokusnya ada 3 hal, yakni: bisa untuk meninjau secara finansial, secara kepatuhan, dan secara efektifitas.

Yang manapun tujuannya, sebagai auditee BERHAK untuk tau, dan tanyakanlah (nggak usah defense nada bertanyanya, kamu nanti malah dicurigai... xixixi...) tentang "audit apa yang akan dilakukan". Ngapain nanya-nanya? Pentingnya auditee untuk mendapat informasi yang jelas tentang audit apa yang akan dilakukan sangat membantu ke depannya dalam hal mengasup data yang dibutuhkan oleh auditor.

Bahkan ya, sebelum auditee bertanya, sebagai auditor internal yang baik dan benar, wajib memberikan informasi yang tepat tentang audit yang akan dilakukan: hingga mana batasannya, data apa yang kira-kira dibutuhkan, bahkan time schedule boleh diinformasikan agar dapat saling membantu (dalam konteks regular audit dan bukan fraud audit).

Kembali ke jalur utama pembahasan tentang tujuan audit, sekilas dapat saya gambarkan bahwa:
  • audit finansial akan "mengintip" data yang ada tersaji di dalam laporan keuangan dan dokumen pendukungnya,
  • audit kepatuhan akan "menelusuri" kesesuaian prosedur yang dijalankan dengan standar yang telah ditetapkan,
  • sementara audit efektifitas akan "menganalisis" hal-hal yang berhubungan dengan uang ataupun cara.
Bekerjasama dan Bertukar Ide

Pergeseran persepsi mengenai keberadaan auditor internal seperti yang pernah diulas dalam Evolusi Anjing Penjaga menjadi Katalisator (sama, boleh baca terus karena akan saya ulang sedikit ide yang berkaitan), yang dulunya anjing penjaga, lalu polisi, lalu konsultan dan partner, dan yang terbaru adalah katalisator. Katalis adalah zat yang mempercepat laju reaksi, misalnya: enzim. Auditor internal seperti enzim dalam perusahaan/institusi yang toel sana toel sini mempercepat perusahaan/institusi meraih tujuan, lalu misi, lalu visinya.

Apapun peran kamu dalam perusahaan, pasti dong searah untuk mencapai tujuan, visi, dan misi perusahaan. Nggak ada salahnya kan bekerjasama, dengan memberikan data dan informasi yang si "enzim" (bukan encim-encim ya... kwkwkwkw...) butuhkan. Dengan data dan informasi yang ada, dan segenap tacit (pengetahuan yang ada dalam diri seseorang) yang ia miliki, biarkanlah ia berkarya mengaduk-aduk semuanya agar dapat memberi rekomendasi yang oke.

Nggak tertutup kemungkinan juga, solusi yang selama ini sudah terpikirkan namun belum tersalurkan disampaikan kepada auditor. Mereka hanya auditor, bukan dewa. Dan tacit tiap orang berbeda, got it? Logikanya, day-to-day person (auditee) dan just-few-day-person (auditor), mana sih yang lebih menguasai permasalahan? Jadi, pede aja mengemukakan hal-hal yang berguna untuk mempercepat tercapainya tujuan organisasi.

Jadi, bekerjasama dan bertukar ide adalah boleh dilakukan antara auditee dan auditor selama proses audit. Tentunya dengan cara yang layak, etis, dan profesional.

Ngomong Kenyataan Aja Deh

Memangnya ada gitu bisa kayak gitu sama auditor? Hehehe... tergantung dari masing-masing orang memang. Auditornya sendiri, bagaimana mempersepsikan dirinya, bersahabat nggak atau selalu penuh selidik? Tentunya tau dong, hari gini pasti butuh "sepik-sepik" (derived from speak-speak) yang bagus buat relationship, apapun profesi kita.

Sebaliknya, auditee sudah memiliki pola pikir untuk bertanya, bekerjasama, dan bertukar ide belum? Para auditor, bantulah menciptakan suasana tersebut. Tak ada yang mustahil, batu karang pun akan luluh terkikis ombak pantai *neh quote romantis kayaknya om Aul demen.... xixixi...* Ehm... boleh direnung-renungkan.

Oke, kenyataannya adalah persahabatan antara auditor dan auditee itu mungkin! Audit yang nggak menegangkan itu juga mungkin! Ada batas dalam mempunyai hubungan informal memang, jadi berhati-hatilah wahai auditor dan auditee agar nggak keceplosan bicara yang nggak perlu...

*a tribute to my learnings as Internal Audit Officer of Bina Nusantara (Jun 10 - May 11)*

Olivia Kamal

Author & Editor

Has laoreet percipitur ad. Vide interesset in mei, no his legimus verterem. Et nostrum imperdiet appellantur usu, mnesarchum referrentur id vim.

4 Komentar:

  1. hehehe jadi inget ama dosen audit saya, uadit itu gampang, yg penting => yg ada tercatat, yg tercatat ada <= that's all

    BalasHapus
  2. nggak ada yg fiktif gt ea... kapan nih mau nulis buat EG?

    BalasHapus
  3. oleh karena itu seorang auditor harus memiliki integritas :)

    BalasHapus
  4. betul! integritas secara sederhana dapat diartikan sebagai tetap jujur walaupun tidak ada ayng mengamati, berpegang teguh kepada kebenaran!

    BalasHapus

Silahkan memberikan komentar yang lebih gila...