September 2011 - Archieve

Under the hood articles from the past.

Selasa, 27 September 2011

Bang Foke dan Umpatan Pendemo dari Kacamata Ekonom Gila

Oleh: Putut Purwandono
  
A.      Latar Belakang Masalah
Beberapa waktu yang lalu, Gubernur DKI Jakarta yang akrab disapa FOKE – atau kalau orang Sunda memanggilnya POKE, orang Jepang bisa jadi memanggilnya POKEMON – melontarkan sebuah statement atas maraknya tindak pemerkosaan di Jakarta akhir-akhir ini. Beliau memberikan saran agar wanita lebih mampu menjaga dirinya dengan tidak memakai rok mini yang mampu mengundang hasrat kaum lelaki bejat untuk memperkosanya. Kontan saja, para short-skirt user panas nih.

Mereka demo di bundaran HI dengan menggunakan rok mini – yang harganya mungkin bisa sama dengan Galaxy Mini untuk beberapa merk terkenal – yang pada intinya menyebut bahwa FOKE terlalu diskriminatif dengan hanya menyalahkan faktor rok mini sebagai biang terjadinya kekerasan seksual (sexual assault). Para pendemo yang tentunya akan sangat mengundang para pria normal mendatanginya – terbukti dari foto-foto dari angle yang menarik terpampang di media – ingin agar pemerintah tegas menindak para pemerkosa & memberikan perlindungan yang lebih kepada para wanita malam dan wanita yang pulangnya malam, alih-alih hanya mendikriditkan fashion style yang bernama rokmini (saya sambung biar mirip nama orang).

Tindak perkosaan pada umumnya melibatkan pria dan wanita dewasa. Pada kasus lainnya, pria dengan pria (sodomi misalnya). Pada kasus lainnya adalah pria/wanita dewasa kepada pria/wanita di bawah umur (pedofilia). Bahkan dalam kasus gila lainnya, pria terhadap wanita yang sudah tidak hidup lagi (mayat). Jadi, ada banyak motif & orientasi seksual dalam kasus perkosaan. Ahli kejiwaan dapat menjelaskannya secara lebih gamblang. Saya ingin membahas kasus normal saja, pria memperkosa wanita.

Manusia diciptakan oleh Tuhan dalam ujud pria & wanita. Itu sunatullah-nya. Pria normal tertarik dengan wanita, dan sebaliknya. Sifat alami keduanya sebagai manusia adalah bisa munculnya hawa nafsu seksual ketika melihat lawan jenis. Ada yang melihat paha mulus bisa langsung terangsang, ada yang melihat pantat bergoyang langsung terangsang, ada yang melihat bibir sexy jadi ingin mencicipi, dst. Itulah nature of human (men). Ada pihak yang dilarang melakukan hubungan sex, biksu Buddha misalnya. Tapi itu adalah paksaan/pengekangan terhadap hawa nafsu. Islam dan agama lain saya kira memperbolehkan dengan syarat harus bisa dikendalikan, bukan dikekang. Jadi, penganut Buddha non-biksu (sepengetahuan saya) boleh berhubungan sexual. Inilah sifat alamiah makhluk yang memiliki nafsu.

Pernikahan yang dilanjutkan hubungan suami istri adalah bentuk transaksi seksual antara dua belah pihak yang secara sukarela dan sah secara agama dan hukum melakukan perbuatan itu. Kumpul kebo adalah transaksi seksual sukarela tapi tidak sah secara agama dan hukum. Perkosaan adalah transaksi seksual secara paksa dan tentu saja tidak sah secara hukum. Ketiga kasus tersebut sama-sama memiliki kejadian transaksi, ada yang sukarela ada yang tidak, ada yang sah, ada yang tidak. Transaksi sukarela berarti keduanya berperan ganda sebagai supplier & demander. Transaksi paksa adalah si pria sebagai demander & wanita adalah supplier pasif. Mengapa supplier pasif? Pertama, secara natural wanita adalah apa yang diinginkan pria. Wanita berjilbab memiliki kemungkinan untuk diperkosa, wanita ber rok mini lebih mudah diperkosa, wanita berbikini sangat mudah diperkosa, wanita tanpa busana adalah yang paling mudah diperkosa.Maaf, ini bahasa yang to the point. Maafkan kelancangan saya para wanita. Tapi itulah nature seorang pria dan wanita. Ketika mereka secara tidak sengaja/tidak berniat memamerkan apa yang diinginkan pria, maka sejatinya mereka adalah supplier pasif. Kuat tidaknya hasrat si pemerkosa adalah fungsi dari nafsu mereka, kesempatan yang ada dan ketersediaan supply atau kualitas supply. Inilah nature. Jadi penting sekali di awal pembahasan ini untuk memahami diri kita sebagai manusia yang punya akal sekaligus nafsu. Keduanya bisa merusak ketika tidak dikendalikan, tapi juga bisa membangun ketika digunakan secara tepat.


B.      Rumusan & Batasan MasalahKita di sini sedang membicarakan topik maraknya pemerkosaan yang diikuti dengan statement bang Foke dan demo para pengguna rok mini atas pernyataan bang Foke tentang masukan atas terjadinya kasus pemerkosaan. Bicara pemerkosaan dan juga kejahatan lainnya memang bukan pembicaraan yang ringan. Saya sudah mengawali diskusi ini di wall FB saya, dan pro & cont banyak sekali. Ada banyak sudut pandang yang bisa dianalisis, mulai dari public policy, psikologi, budaya dan bahkan yang lebih sensitif lagi adalah dari sudut pandang agama. Saya ingin mencoba menganalisisnya dari skema supply & demand. Enam tahun bergaul dengan professor di bidang ekonomi anyar (new institutional economics) membuat saya berpikir bahwa analisis supply-demand bisa digunakan di banyak hal, karena sepanjang itu menyangkut kegiatan transaksi/interaksi dari 2 atau lebih pihak atau lebih, baik itu yang sukarela ataupun dipaksakan, maka hukum supply-demand bisa berlaku dengan pengkhususan dalam setiap kasusnya.

Apa yang ingin saya bahas dalam kerangka supply-demand (selanjutnya saya singkat saja SDA, atau supply-demand analysis) adalah tentang kebijakan publik Bang Foke, reaksi demonstran & tindakan pemerkosaan yang terjadi.

Sebelum saya melangkah, apa yang saya tuliskan adalah usaha terbaik saya untuk objektif. Adapun kesan diskriminatif atau tidak, tergantung dari sudut pandang pembaca. Saya bukan ahli agama, ahli moral, ahli budaya, pengamat mode, ahli psikologi apalagi ahli kriminologi. Saya pure menulis sebagai seorang pengamat ekonomi dan sekaligus sebagai seorang birokrat muda yang masih lugu.



C.      Alat AnalisisSupply dalam kasus ini adalah supply dari seorang wanita yang secara tidak sadar dilakukannya dengan mempertontonkan sebagian tubuhnya yang menarik nafsu seksual lawan jenisnya. Demand di sini adalah motif ingin melakukan hubungan seksual secara paksa kepada lawan jenisnya. Dalam analisis SDA normal, variabel yang berinteraksi adalah kuantitas dan harga yang menentukan berapa jumlah & harga keseimbangan setelah melalui proses transaksi demand & supply. Ada pasar yang mempertemukan keduanya.

Namun dalam demikian, dalam kasus perkosaan, tentu saja kita tidak bicara harga. Tapi lebih tepat apabila kita menggantinya dengan nilai dari apa yang nantinya ditransaksikan secara paksa. Dari sisi supply, yaitu bagian tubuh wanita yang dipamerkan (sengaja atau tidak sengaja), kurvanya berbentuk flat. Kurva demand for raping berbentuk seperti kurva demand biasa. Untuk nilai supply berapapun, demand selalu ada dengan kuantitas tak terhingga. Ketika kurva supply diturunkan, berarti “nilai” bagian tubuh yang dipamerkan sejatinya semakin rendah, ceteris paribus, potensi angka perkosaan akan semakin tinggi. Makin terbuka aurat seorang wanita, makin rendah nilainya di mata para pemerkosa. Well, ini dalil-dalilan yang saya buat tanpa pikir panjang, kalau ada saran dan kritik silahkan disempurnakan teori baru saya ini.

  D.      Analisis Masalah
D.1. Incomplete Public Policy
Bang Foke, sebagai seorang policy maker berpendapat bahwa tindak perkosaan disebabkan oleh wanita yang memakai pakaian minim seperti rok mini. Titik. Itu saja yang sempat beliau ucapkan di depan media yang kita tahu sendiri, bad news is a good news. Beliau belum menjelaskan dan menjawab tentang kebijakan publik apa saja yang sedang dan akan dilakukan pemerintah bersama aparat lain untuk menekan kejadian perkosaan di ibukota.
Pendemo mengatakan, don’t tell us how to dress, (but) tell them not to rape. Dalam konteks incomplete public policy, apa yang diutarakan pendemo tidak salah. Mereka menilai pemerintah terkesan (bukan terbukti) menuduh wanita sebagai pihak yang salah karena menggunakan rok mini, sementara para pemerkosa yang notabane berjenis kelamin sama dengan Bang Foke tidak diberikan perhatian khusus (baca: ditindak) serta kualitas perlindungan terhadap perempuan yang minim. Namun dalam kerangka berpikir parsial dengan SDA, apa yang pendemo lakukan justru memperburuk keadaan mereka dan kaumnya sendiri. Mengapa?

Saya ingin bicara tentang  public policy-nya terlebih dahulu. Pembaca pasti tau ada kebijakan seperti pemisahan gerbong KRL wanita dengan non-wanita. Empat hari yang lalu ketika mengunjungi calon istri saya di Bekasi, saya naik KRL dari Kemayoran. Saya masuk ke gerbong wanita, dan langsung diinstruksikan untuk pindah ke gerbong non wanita oleh petugas. Ini adalah kebijakan publik yang nyata. Di gerbong non-wanita juga masih ada wanita-wanita dengan busana yang membuat mata saya melirik, dan mereka SENDIRIAN. Kebijakan di trans Jakarta dengan memisah penumpang pria dan wanita juga diberlakukan, bahkan petugas trans Jakarta lebih garang lagi soal ini, apalagi kalau petugasnya wanita. Ini adalah kebijakan publik. Namun, bagaimana dengan mereka pengguna moda transportasi bus kota, taksi, metromini dan sepupunya kopaja dan mikrolet? Kebijakan publik semacam KRL dan Trans Jakarta belum menyentuh di moda transportasi itu. KRL Ekonomi saja juga tidak ada kebijakan pemisahan gerbong berbasis gender.

Bagaimana dengan penindakan hukum para pemerkosa. Saya kira, para pemerkosa mendapat hukuman. Tentang berat/ringan hukumannya, saya bukan ahlinya untuk menjawab. Jadi, para pendemo tidak terlalu salah menghakimi Bang Foke atas pernyataanya, tapi para pendemo lupa bahwa aparat sudah berbuat sesuatu yang tidak bisa serta merta mereka abaikan. Pemerintah tidak sempurna. Aparat mereka terbatas jumlahnya. Sebagai contoh: Kalau Anda perhatikan di Jabodetabek yang luas itu, jumlah polisinya tidak sebanding dengan jumlah penduduknya. Hanya persimpangan jalan besar saja yang ada polisinya, itupun pada jam-jam tertentu saja. Di Yogyakarta, ketika saya berangkat kantor di ruas Jl. Glagahsari, ada 4 polisi di 1 perempatan kecil. Itu dua kondisi yang kontras.

Imbauan Bang Foke adalah sebagian kecil dari upaya mengurangi faktor resiko tindak perkosaan dari sisi supply. Apakah para wanita menawarkan bagian tubuh sensual dan vitalnya ketika menggunakan rok mini? Secara sadar tentu saja tidak (kecuali wanita jablay). Tapi secara tidak sadar mereka sedang melakukan itu, unintended supply.


D.2. Budaya
Rekan saya, seorang psikolog, berargumen bahwa di jaman purba dulu banyak kasus perkosaan karena banyak yang berpakaian mini. Apakah argument dia tepat atau tidak? Budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pikiran; akal budi; sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sulit diubah. Dalam kamus Merriam Webster, culture berarti 1) the act of developing the intellectual & moral faculties especially by education; 2) enlightenment & excellence of taste acquired by intellectual & aesthetic training. Jadi, kualitas, progresifitas dan perkembangan akal budilah yang menentukan kebudayaan dimana intelektualitas dan moralitas berkembang bersama. Jaman purba yang dihuni manusia purba dengan jaman modern yang dihuni manusia modern pasti memiliki standar moral dan intelektual yang berbeda. Jaman purba mungkin tidak ada lembaga pernikahan, karena mereka belum diberikan petunjuk untuk itu. Munculnya agama dan negara akhirnya memunculkan lembaga pernikahan. Hubungan sex jaman purba yang mungkin didasarkan atas suka sama suka menjadi tabu pada konteks dunia modern dan berperadaban. Jadi, dari sudut pandang dunia beradab, hubungan sex kumpul kebo dan perkosaan tentu saja mendominasi mutlak, terlepas dari pakaian yang mereka gunakan.

Ketika RUU Anti Pornografi akan disahkan, pihak yang kontra berargumen bahwa Indonesia itu multikultur. Definisi pornografi yang terlalu rigid dapat melanggar pengertian budaya yang berbeda. Ini pendapat yang saya kira bijaksana. Suku di Papua bisa terkena RUU ini, atau pelukis dan pematung aliran naturalis juga bisa terbatasi dengan RUU tersebut. Untuk itu, lebih baik, sebagai umat beragama dan beradab, kita harus merujuk pada para pemuka agama kita masing-masing. Islam tegas dalam Al Qur’an dan hadist tentang batas-batas aurat pria dan wanita. Para pemuka agama nasrani yang wanita (suster) memakai kerudung dan menggunakan rok yang panjang (varian tetap ada di berbagai negara). Bikhuni atau biksu wanita juga berpakaian besar menutup sebagian besar badannya kecuali kepala dan wajah. Biksu Hindu wanita di Bali saya kira juga berpakaian yang relatif tertutup. Agama, apapun itu, adalah rujukan moral tertinggi yang bagi mereka yang beriman tentu akan berusaha untuk mentaatinya atau paling tidak bisa memahami maksud ajarannya. Jadi, terbukti, agama apapun mengajarkan budi pekerti luhur yang menjadi trend setter bagi perilaku umatnya. Jadi, alasan para pendemo bahwa mereka tidak perlu diajari tentang cara berbusana itu sudah terlampau menyimpang dari agama yang mereka yakini dan pemuka agama yang seharusnya mereka jadikan panutan.

Lalu, bagaimana dengan fashion yang menjadi hak pribadi masing-masing orang, terutama wanita? Saya juga setuju dengan argument itu. Tapi, mereka seharusnya sadar, dalam kondisi pelayanan & perlindungan publik yang belum optimal, exposure mereka kepada tindak kejahatan tentu sangat tinggi. Bertindak menjaga diri adalah langkah paling bijaksana. Berbikini boleh, tapi lebih tepat digunakan di kolam renang atau tempat privat. Ber rok mini boleh, tapi lebih baik ketika Anda tidak sendiri dan tidak ada pria hidung belang serta di tempat publik. Karena pada dasarnya wanita adalah passive supplier untuk para pemerkosa, maka exposure mereka terhadap kemungkinan itu harus menjadi prioritas dan perhatian.

Budaya, menurut Baumol, Litan dan Schramm dalam bukunya Good Capitalism, Bad Capitalism, disebut sebagai faktor yang tidak fundamental dalam pembentukan budaya kewirausahaan. Mereka mengatakan bahwa institusi adalah faktor yang lebih fundamental dalam membentuk budaya. Dalam konteks kasus pemerkosaan, kualitas regulasi, kualitas institusi dan organisasi yang mengurusi masalah perlindungan publik akan lebih menentukan berhasil atau tidaknya entitas publik dalam melindungi masyarakatnya dari tindakan kriminal. Jadi, ini kritik juga buat Bang Foke untuk mengevaluasi kualitas institusionalnya agar tidak didemo para pemakai rok mini.

D.3. Statistik
Anda dapat membuka link ini  http://www.nationmaster.com/graph/cri_rap_percap-crime-rapes-per-capita sebagai rujukan statistik perkosaan di dunia. Terlepas dari validitas dan reliabilitas data tersebut, saya kira hasil itu cukup objektif. Misal, posisi pertama diduduki Afrika Selatan. Mantan penyelenggara Piala Dunia edisi terakhir itu memang terkenal dengan tindak kejahatannya yang sangat tinggi. Sebagian besar negara itu adalah negara sekuler, termasuk Indonesia. Arab Saudi yang notabene negara Islam, ada di rangking terakhir. Vatikan sebagai takhta suci umat Katholik tidak ada dalam daftar. Arab Saudi memang bukan negara sekuler murni, tapi sekuleritas tumbuh dan memiliki tempat di sana, dan di beberapa negara Timur Tengah lain bahkan lebih kental  walaupun Islam tetap menjadi budaya mayoritas. Nature orang Arab adalah kaum barbar yang keras dan biadab, hingga datangnya Islam ke sana sebagai rahmatan lil’alamiin. Beruntung, hukum syariah masih tegak di sana terbukti dari link berikut http://www.abc.net.au/news/2009-02-21/saudi-arabia-executes-two-policemen-for-rape-report/303636 dimana negara-negara sekuler tidak ada yang menerapkan hukuman seketat itu atas tindak perkosaan. Vatikan saya kira jauh dari sekulerisme, dan terbukti efektif dari angka perkosaan. Tetapi negara tempat bernaung Vatikan yaitu Italia berada di posisi 46.


E.       KesimpulanBudaya sekuler semakin melonggarkan batas-batas moral dan etika, termasuk dalam hal berpakaian. Para pendemo wanita keliatannya belum sadar hakikat mereka sebagai perempuan yang merupakan dambaan pria, bagaimanapun bentuknya. Mereka terlalu meninggikan azas kebebasan tanpa menyertakan azas moral dan etika. Kalau mereka berdalih ini Indonesia yang multikultur, saya kira itu pernyataan yang agak berlebihan. Masih mending bang Foke hanya menganjurkan negara-negara ini bahkan dengan tegas melarang http://www.bbc.co.uk/news/world-europe-11617091.

Bang Foke juga harus kejar target dong biar transportasi umum ga semrawut kaya gitu. Kopaja, Metromini, Mikrolet, Bajaj, taxi tolong ditertibkan itu. Sekian.

Senin, 26 September 2011

Karena Kau Telah Mensteam Hatiku


Oleh: Riza Rizky Pratama

A: Bapak kamu tukang cuci steam yah??
B: Iya, kok tau sich??
A: Karena kau telah mensteam hatiku #eaaa
Candaan di atas mungkin sudah lazim anda dengar, khususnya bagi OVJ mania (termasuk saya). Saya bukan sedang ingin berlebay ria atau berlagak ababil jaman sekarang, apalagi gantiin Andre Taulany di OVJ. Mukadimah di atas hanya sebuah pengantar cerita saya yang terjadi sore kemarin, di sebuah tempat cuci steam motor dekat komplek rumah saya. Apa istimewanya tempat cuci steam motor? Toh bukankah saat ini sudah banyak tempat cuci steam motor bertebaran? Cerita ini adalah sebentuk kesan menyebalkan dan menyenangkan dari seorang konsumen cuci steam motor. Selamat menikmati.

Mr. X, You Make Me Down!
Bagi anda yang memiliki kendaraan roda dua tipe paling in saat ini, berbahagialah karena anda pasti diterima dengan senyum manis dari para pekerja cuci steam motor. Sedikit curcol, dahulu saya pernah punya pengalaman tidak menyenangkan dengan salah satu tempat cuci steam motor. Di suatu pagi 3 tahun lalu sepulang menginap dari tempat teman, saya bersama partner kesayangan (scooter vespa thn 1996) berniat mendatangi sebuah tempat cuci steam motor. Pilihan itu saya ambil karena scooter saya sudah sangat dekil dan saya tidak ada waktu karena saking (sok) sibuk dan lelah setelah semalam beraktivitas cukup padat (hayo ngapain??).

Akhirnya, saya tiba di tempat tersebut. Meski pada waktu itu cukup banyak motor yang sedang dicuci bahkan ada pula beberapa motor yang antri menunggu giliran, saya putuskan untuk tetap mampir di tempat itu. Ketika saya masukan motor saya, entah kenapa tempat cuci steam motor yang tidak bisa disebutkan namanya itu (karena memang gak ada papan namanya) langsung menolak mencuci motor saya. Kalau memang karena antrian panjang, kenapa motor lain masih boleh berada di situ? Padahal saya siap membayar lebih jika dia mau mencuci motor saya (sok kaya).

Saking gondoknya, saya pun langsung pergi dari tempat tersebut untuk pulang ke rumah. Saya sempat berpikir apa alasan dia menolak kehadiran motor saya. Sekonyong-konyong, ingatan saya pun kembali ke tempat cuci steam motor yang tadi saya datangi. Suatu kali saya memang pernah menggunakan jasa cuci steam motor di tempat itu (biar gampang, saya sebut saja dengan Mr. X).

Ketika itu memang motor saya dicuci walau dengan ekspresi setengah hati. Suudzon? Nggak kok. Saya punya bukti kuat kalau si abang pencuci motor itu gak ikhlas cuci motor saya. Begitu saya sodorkan Si Gendut (panggilan sayang scooter saya), si abang kontan langsung garuk-garuk kepala meski dia tidak berketombe ditambah ketawa-ketiwi sambil lirik-lirik teman sekerjanya (curiga :P). Memang sich waktu itu Si Gendut terlihat kotor dan banyak noda-noda coklat laksana baru pulang dari perang Vietnam. Akan tetapi bagaimana pun kotor dan bututnya scooter saya, motor saya juga berhak mendapat perlakuan yang sama dengan motor konsumen lain (hidup HAM!). Begitulah hingga partner kesayangan saya pun akhirnya ‘dimandikan’ oleh si abang X (nama tidak diketahui :P).

Ternyata kejengkelan saya tidak berhenti sampai di situ. Setelah selesai ‘dimandikan’, saya tanya ke si abang X: “Berapa ongkosnya, bang?” Si abang X ini lalu menjawab: “Hmmm Rp 8000”. Saya pun kaget dengan ongkos yang di luar kebiasaan itu. Sekedar info, pada saat itu ongkos cuci motor masih Rp 5000,- , untuk motor bebek maupun motor batangan (motor yang tangkinya di luar). Saya tanya lagi:”Kok Rp 8000 bang, bukannya biasanya cuma Rp 5000?”. Si abang X menjawab dengan jawaban diskriminatif:”Karena motornya vespa bang, ribet nyucinya”. Saya heran apa ribetnya sich untuk men cuci motor saya. Tinggal disemprot dengan semburan kuenceng dari mesin steam, rontok deh daki-daki yang menempel di badan Si Gendut. Tak ingin berpanjang kata, saya bayarkan saja uang Rp 8000 tersebut ke si abang X. Di sepanjang jalan pulang, saya bersumpah tidak akan pernah menggunakan jasa cuci steam motor apapun. Lebih baik badan berkalang tanah bekas cucian motor sendiri daripada dihina tukang cuci steam motor, -loehh guweh end!?-.

Mr. Klin, I Louph You Pull! ^_^
Setelah sempat trauma karena dikecewakan oleh tempat cuci steam motor X, dengan terpaksa saya menarik sumpah saya untuk tidak menggunakan jasa cuci steam motor. Alasannya sederhana, motor saya sudah 3 bulan tidak dicuci dan saya sedang tidak berhasrat (baca:malas) memandikan Si Gendut. Setelah melihat-lihat, saya pun menjatuhkan pilihan pada sebuah tempat cuci steam motor bernama Mr. Klin (seingat saya namanya itu). Kebetulan tempat Mr. Klin ini jauh lebih dekat dengan rumah saya.
Well, awalnya saya sempat ragu untuk datang ke Mr. Klin. Saya khawatir partner kesayangan saya (kali ini vespa tahun 2000, yang dulu udah dijual) mengalami penolakan yang sama seperti scooter saya terdahulu. Finally, saya beranikan diri untuk mampir ke situ setelah pulang bekerja. Dan keraguan saya pun luntur setelah mendapat sambutan hangat dari salah satu crew pencuci motor Mr. Klin. Alhamdulillah yah, sesuatu banget buat saya :-).

Mr. Klin memiliki fasilitas yang lengkap untuk ukuran sebuah tempat cuci sepeda motor. Selain crew yang handal, mereka juga mempunyai pengangkat motor bertenaga hidrolik (yang biasa ada di tempat cuci steam mobil) yang dapat membuat proses pencucian motor menjadi lebih mudah. Fasilitas ini nampaknya sudah mulai lazim di beberapa tempat cuci motor sejenis. Kemudian di Mr. Klin, proses pencucian dilakukan sebanyak 2 kali, yang pertama dicuci dengan sabun biasa pada bagian yang sulit dibersihkan dan yang kedua menggunakan sabun cuci motor khusus yang penampakannya menyerupai es krim. Jika menelisik ke belakang, fasilitas dan pelayanan yang saya dapatkan dari Mr. Klin jauh berbeda dengan tempat yang dahulu saya kunjungi.

Pengalaman cuci motor di Mr. Klin begitu menyenangkan untuk saya. Maklum biasanya Si Gendut hanya dimandikan dengan sabun cuci piring yang ada di rumah saya. Singkat cerita, setelah scooter saya selesai dicuci dan dikeringkan oleh crew Mr. Klin, saya pun berniat membayar ongkos kerja mereka. Berdasarkan pengalaman terdahulu, saya sudah siapkan uang lebih jikalau mereka meminta. Ketika saya membayar uang di kasir, saya semakin takjub karena mereka menilai motor saya tergolong kecil sehingga saya hanya perlu membayar Rp 8.000,-. Saya baru ingat kalau di depan terdapat papan tarif yang dibedakan berdasarkan ukuran motor yang dicuci.

Karena penasaran, saya pun bertanya kepada si kasir:”Kok cuma Rp 8.000,-?, bukannya Rp 10.000,-? Motor saya kan besar bang hehe”. Si kasir menjawab: ” Bayarnya Rp 8.000,- aja bang, motor besar itu yang tangkinya di luar hehe”. Saya pun paham bahwa kami memiliki definisi yang berbeda tentang motor berukuran besar. Definisi motor berukuran besar menurut saya adalah yang berbody gendut seperti scooter saya sedangkan menurut si abang kasir adalah motor yang tangkinya di luar seperti Honda Tiger dan sebangsanya. Saya pun ikut saja dengan perkataan si abang kasir untuk membayar Rp 8.000,- meskipun hati ini masih ingin mengembalikan uang kembalian sebagai tanda terima kasih. Sore itu saya kembali menemukan arti sebuah pelayanan yang memuaskan, tanpa diskriminasi.

Mr. X vs Mr. Klin: Perspektif Service Quality
Dua pengalaman berbeda ketika menggunakan jasa cuci steam motor mengingatkan saya pada teori service quality (servqual) yang biasa dijadikan parameter kepuasan terhadap sebuah pelayanan. Tjiptono (1995) mengemukakan bahwa dimensi servqual meliputi bukti langsung atau ketampakan (tangibles), kehandalan (reliability), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan empati (emphaty). Untuk itu saya ingin membuat analisis perbandingan pelayanan Mr. X dengan Mr. Klin dengan 5 parameter tersebut, tentunya dengan perspektif subjektif dari diri saya sendiri.
  • Bukti langsung atau ketampakan (Tangibles)
Untuk Mr. X, tempatnya cukup strategis karena berada di pinggir jalan raya meski tidak ada papan nama (hanya ada papan kayu biasa bertuliskan CUCI STEAM MOTOR, itu pun tidak terlihat jelas). Perlengkapan yang dimiliki hanya berupa mesin steam , bak air dan sabun cuci sekedarnya, minus pengangkat motor bertenaga hidrolik. Seragam karyawan? Tidak ada. Baju kerja karyawan adalah pakaian kotor yang biasa mereka gunakan ketika mencuci motor pelanggan. Oh ya kalau anda haus, tinggal pergi ke warung seberang untuk beli teh botol atau air mineral dalam kemasan.

Untuk Mr. Klin, tempatnya tidak kalah strategis bahkan lebih dekat dengan rumah saya. Perlengkapan? Mereka punya mesin steam, bak air, kompresor untuk pengering motor, pengangkat motor bertenaga hidrolik dan sabun cuci khusus motor (bahasa jaman sekarangnya snow wash). Para karyawan menggunakan seragam khusus sebagai penanda identitas tempat mereka bekerja. Di sini kita juga bisa melihat gambar proses pencucian yang dilakukan oleh para karyawan. Kalau haus? Tenang, ada refrigator berisi teh botol dan teman-temannya yang dapat menyegarkan tenggorokan anda. Adapun poin plus berikutnya yang tampak oleh penglihatan saya yaitu adanya pemisahan antara bagian pencucian, pengeringan dan pembayaran.

  • Kehandalan (Reliability)
Untuk Mr. X, kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan rasanya hanya diperuntukkan bagi motor tertentu, tidak termasuk scooter saya. Pelayanannya terasa diskriminatif termasuk harga yang dibebankan kepada motor saya. Ketidakjelasan tarif juga menjadi poin minus bagi Mr. X.
Untuk Mr. Klin, pelayanan yang diberikan sesuai dengan yang dijanjikan. Satu hal yang penting, tidak ada diskriminasi pelayanan di sini. Tarif yang ditawarkan memiliki diferensiasi yang jelas sesuai dengan ukuran motor. Para karyawan bekerja dengan sigap membersihkan setiap motor konsumen yang datang ke tempat mereka tanpa terkecuali.

  • Daya Tanggap (Responsiveness)
Ketika akan mencuci scooter saya, karyawan Mr. X terlihat tidak tanggap bahkan cenderung tidak peduli dengan scooter saya. Buktinya pada kesempatan kedua ketika saya datang ke situ, saya langsung “diusir” oleh karyawannya. Kalau ada bang Rhoma Irama di situ, dia pasti akan bilang: ”TER..LA..LU”.
Berdasarkan apa yang saya lihat dan rasakan, para karyawan Mr. Klin mampu memberikan pelayanan dengan tanggap dan paham dengan jenis motor yang akan mereka tangani. Hal itu terbukti ketika scooter saya dinaikkan ke atas pengangkat motor, mereka langsung menambahkan papan di bawah penyangga agar scooter saya bisa berdiri lebih tinggi.

  • Jaminan (Assurance)
Untuk parameter yang satu ini, Mr. X jelas-jelas telah gagal memberikan jaminan berupa keramahan kepada customer seperti saya. Selain tidak ramah, informasi tarif cuci motor yang tidak jelas dan absennya proses pencucian menjadi faktor pengurang kenyamanan pelayanan berikutnya.
Mr. Klin telah berhasil memberikan jaminan berupa keramahan yang akhirnya membuat saya kembali yakin untuk memakai jasa cuci steam motor. Long Live Mr. Klin!!

  • Empati (Emphaty)
Secara head to head, Mr. X jelas kalah dengan Mr. Klin. Ketiadaan papan informasi mengenai tarif dan gambar proses pencucian motor menunjukkan bahwa Mr. X tidak terlalu serius dalam menangani konsumennya. (Sampe poin terakhir ini kenapa gak ada kelebihan sama sekali yak??)
Teng...teng..teng, Mr. Klin, you are the winner!! Selain kejelasan informasi tentang tarif dan proses pencucian, saya pasti mendapatkan bonus satu kali cuci motor gratis setelah 7 kali cuci motor di Mr. Klin.

Kesimpulan:
Dalam bahasa bisnis, Mr. X menjalankan bisnisnya dengan standar yang biasa saja. Bahasa kerennya business as usual. Terima motor, cuci sampai bersih, keringkan motor terus terima duit deh. Beres perkara. Lain halnya dengan Mr. Klin, mereka sudah mulai menerapkan prinsip-prinsip service quality meski dalam tataran sederhana. Melihat tingkat pertumbuhan kendaraan roda dua yang semakin meningkat ditambah sempitnya waktu bagi pengendara motor untuk mencuci sendiri motor mereka, bisnis cuci steam motor dengan pola pelayanan Mr. Klin nampaknya akan semakin berkembang dan menjanjikan. Tamat.

nb: tulisan berdasarkan pengalaman pribadi dengan bumbu lebay sedikit. Kalau ada yang salah di teori servqual-nya, tolong diperbaiki ya #maksa.

Jumat, 23 September 2011

Gratis


Beberapa waktu lalu saat sedang hot-spotan di perpustakaan, saya didatangi seorang bocah anak SMP. Bukan mau minta sumbangan, ngajak tawuran, atau meminta pertanggungjawaban karena telah menghamili dia (the bocah is a boy >.<). Tapi dia sedang berusaha menjual anti virus!.

Setelah introduksi basa-basi, ia menginterupsi dan membuat saya terpaksa menutup situs yang enggak-enggak. Dia memaksa saya menyeluncur ke blognya. Nama bocah laknat ini Novan. Dan dia menawarkan sebuah anti virus premium. Sambil berpromosi, bahwa untuk mendapatkannya tidak murah. Tapi buat saya dia kasih harga khusus.

Berapa emang bos?

“Terserah masnya mau ngasih berapa”.

Walah, rupanya ni bocah belum tau siapa saya. Masa pembajak sawah ditawari software bajakan. Saya sudah tahu bahwa untuk mendapatkan account premium itu cukup mudah. Sudah ada crack-nya dan bisa diunduh secara gratis di forum-forum. Maklum, sekitar 100 Gigabyte software, games, music, dan film di laptop saya 100% hasil jadi kebo di sawah dunia maya. Belum mampu beli yang asli kakak...

Tapi saya salut dengan bocah ini. Baru kelas 2 SMP tapi sudah berani melakukan personal selling. Saya aja baru berani jual diri pas SMA, itu aja ga laku-laku. Novan berani menjual barang bajakan yang sebenarnya gratisan lagi!!! Bagi orang yang ga ngerti, mungkin tawaran Novan terdengar menggiurkan. Murah, harganya bisa suka-suka. Tapi justru itu, harga murah tidak menjamin barang itu laku.

Loh koq bisa? Bukannya murah itu meriah? Belum tentu.

Perceived Value

Harga akan membentuk persepsi yang ada. Karena ternyata keputusan pembelian kita cenderung tidak rasional. Lebih hebatnya lagi, pikiran bawah sadar kita mempersepsikan harga sebanding dengan nilai dan kualitas barang tersebut. Kita cenderung meremehkan barang dengan harga murah dan memiliki ekspektasi tinggi untuk barang dengan harga tinggi.

Penelitian yang dilakukan Universitas Stanford dan California institute of technology mampu membuktikan hal itu. Mereka mengumpulkan 20 sukarelawan, 10 orang pria dan 10 orang wanita. Lalu grub ini diberikan 2 botol anggur. Anggurnya sama, tapi yang satu diberi harga mahal, sedangkan yang satunya berharga murah. Mereka disuruh memilih.

Peneliti yang kurang kerjaan ini lalu merekam aktivitas otak sukarelawan selama proses pemilihan anggur tadi. Ternyata ada aliran darah yang membesar di medial orbitofrontal cortices, bagian untuk rasa senang didalam otak, ketika responden memilih anggur mahal.

Hal ini menunjukkan kesimpulan sederhana: semakin mahal harga sebuah produk, semakin besar pengorbanan untuk mendapatkannya, dan ketika kita berhasil membelinya, otak akan merespon dengan timbulnya hormon yang menimbulkan rasa senang dan puas.

Itulah mengapa Luis Vuitton, Armani, Gucci, Prada, Yves Saint Laurent, dan merek-merek terkenal sengaja memasang harga tinggi. Harga menunjukkan status social. Semakin mahal, semakin puas pemakainya.

Seorang teman yang memiliki usaha dompet kulit bercerita. Ia pernah menjual dompet dengan harga 25rb susahnya minta ampun. Ga laku-laku. Padahal itu kulit asli. Sedangkan adiknya menjual dengan harga 75rb dan justru laris bak kacang goreng!. Ternyata pembeli merasa ragu dengan harga kulit hanya 25rb karena dibenak mereka, harga barang-barang kulit sekitar 50rb-100rb.

Cheating Lesson: Keep your price reasonable!!!

Dalam teori-teori pricing model sederhana ada dua pendekatan yang umum digunakan. Cost basis dan skimming price strategy. Cost basis yang dasarnya biaya. Berapa biaya total ditambah margin keuntungan yang diharapkan, jadilah harga produk. Tapi jika menggunakan skimming price, maka tetapkanlah harga setinggi-tingginya. Biasanya untuk barang2 inovasi dan baru. Ketika baru memasuki fase introduction di pasar.

Ilmu marketing sebenarnya ilmu yang berusaha memainkan perceived value konsumen. Nilai yang dipersepsikan dibenak pembeli. Karena peperangan marketing yang sesungguhnya ada di benak konsumen kata Al Rise.

Sayangnya banyak penipu tidak sadar hal ini. Berjualan ayam tiren koq didiskon. Jangan! Juallah dengan harga pasar. Jangan menurunkan harga. Karena hanya menimbulkan kecurigaan. Jualan black market juga jangan nafsu banting harga. Semakin murah, semakin rendah perceived value, dan semakin besar keraguan terhadap kualitas barang.

Salesman Kecil

Kembali ke Novan, salesman antivirus tadi. Saat berpisah saya bertanya,

“Nanti mau buat perusahaan apa?”

Dia mengaku belum tahu. Juga ketika saya tanya mau kuliah di mana. Mengapa saya bertanya demikian? Karena saya merasa anak ini memiliki something. Sesuatu banget gitu. Baru kelas 2 SMP, dia mampu melihat peluang, mengubah barang bajakan menjadi komoditas, dan yang paling utama: mengeksekusi peluang itu. Action!.

Meski saya menolak tawarannya, sambil menepuk pundaknya saya lalu bercerita tentang penemu vs pemasar. Anda tahu, orang yang kaya terkadang bukan orang yang menemukan, tapi orang yang memasarkan. Kasus McDonald, Coca-cola, sampai permainan freesbee dapat menjadi bukti.

Penemu hanya menambah daftar paten di perpustakaan. Sedangkan pemasar mampu menjembatani kebutuhan pasar yang sesungguhnya dan menambah pundi-pundi kekayaan yang ia punya. Karena ia mampu membuat orang lain membayar untuk solusi yang ia tawarkan. Tidak gratis.

Bukankah tidak ada free lunch? Tapi koq masih ada free sex...

Zzzzzzzzzz…


Senin, 19 September 2011

Apakah Atasan yang Baik Harus Galak?



Oleh: Dipta Dharmesti

Sekian tahun yang lalu saya "dicekoki" ilmu manajemen oleh dosen-dosen saya. Salah satunya ilmu untuk men-treatment karyawan, siapa tau di kemudian hari saya jadi bos :D Teori yang satu ini saya pegang sampai sekarang dan selama saya bekerja, teori ini sering nggak diaplikasikan oleh para atasan di tempat kerja saya. Malahan dulu sewaktu saya cerita kalau saya diajari teori ini, saya ditertawakan. Teman-teman saya enggan mengaplikasikannya.

Teori motivasi X dan Y pertama kali dikemukakan oleh Douglas McGregor tahun 1960-an. McGregor mengelompokkan karyawan menjadi 2 tipe, yaitu:

Tipe X
Tipe ini diasumsikan sebagai karyawan yang malas, tidak suka bekerja, dan (cenderung) berpendidikan rendah. Kalau di Indonesia ya SMA ke-bawah. Posisi atau jabatan karyawan ini biasanya level pelaksana atau blue collar. Untuk membuat karyawan tipe ini bekerja adalah dengan supervisi (pengawasan) dan aturan yang ketat. Petunjuk cara bekerja harus diberikan sejelas mungkin dan rinci (ini yang banyak dilanggar juga, si bos sering nggak sabar ngajari bawahannya). Atasan yang galak, rese, dan aturan yang ketat cocok untuk bawahan tipe X ini, supaya tidak menyimpang dari pekerjaannya.

Tipe Y
Tipe Y ini diasumsikan sebagai karyawan yang suka bekerja dan (cenderung) berpendidikan tinggi. Sarjana ke-atas, lah. Posisi dengan tingkat pendidikan seperti ini biasanya level staf ke atas, atau pengambil keputusan (yang banyak "pakai otak" :p). Oleh karenanya, supaya lebih termotivasi dalam bekerja, karyawan tipe ini lebih suka diberi kebebasan menggunakan otaknya. Kalau salah ya cukup ditegur dengan halus atau disindir. Bila karyawan tipe Y ini diperlakukan seperti karyawan tipe X, maka yang terjadi bukannya kerja produktif, malah jadi sebel dan berantem sama atasannya (lho malah curhat :p).

Contoh yang mudah dipahami untuk mengaplikasikan teori ini adalah dengan melihat bagaimana seorang supervisor lini produksi mendidik para operator mesin, dengan bagaimana seorang manajer mendidik supervisornya. Seharusnya sih berbeda :p

Hal yang mungkin membuat sulit untuk menerapkan teori ini adalah sesuatu yang disebut "seni membaca orang". Seharusnya seorang atasan memiliki rasa "seni" ini setelah bekerja beberapa saat dengan bawahannya, sehingga dapat mengidentifikasi "tipe" bawahan tersebut, apakah tipe X atau tipe Y.

Hal lainnya yang biasa bermasalah adalah "berkaca sebelum berbuat". Banyak orang tidak melakukan ini. Padahal hal ini penting lho. Sekedar berbagi informasi, dalam dunia profesi Apoteker, terdapat beberapa kode etik, salah satunya memperlakukan sejawat sebagaimana diri sendiri ingin diperlakukan. Jadi, harus "berkaca" dulu sebelum melakukan sesuatu. Kalau memiliki bawahan yang sudah "terbaca" perilakunya, maka sang atasan hendaknya berpikir dahulu seandainya dia menerapkan suatu kebijakan kepada bawahannya.


Hal sulit yang ketiga adalah tidak mencampur urusan pribadi dengan pekerjaan, terutama yang berhubungan dengan emosi. Bukan mengesampingkan persaan, karena manusia bukan robot, tetapi bila hal yang membuat bad mood itu ada di luar lingkungan kerja, sebaiknya jangan ditunjukkan saat bekerja, otherwise rekan-rekan kerja Anda yang jadi korban. Contohlah seorang teller atau resepsionis hotel yang tetap tersenyum kepada konsumen, walaupun mungkin sedang jengkel dengan rekan kerja atau keluarganya. So bagi teman-teman yang sudah jadi bos, jadilah bos yang baik bagi bawahan Anda. Bos yang baik nggak harus galak kok :)



Memperkuat Nasionalisme Ekonomi

Oleh: A.P. Edi Atmaja*

BERLAKUNYA Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN dan China (ASEAN-China Free Trade Agreement/ACFTA) terhitung sejak 1 Januari 2010 rupanya memberi dampak kerugian bagi produk dalam negeri. Pengusaha domestik kalang-kabut lantaran belum siap menghadapi terpaan produk-produk dari China.

Secara umum, pengusaha-pengusaha kita, baik di sektor kecil, menengah, maupun besar, mengeluhkan kekurangsigapan pemerintah dalam menyediakan instrumen yang mendukung persaingan setara di antara kedua negara. Produk-produk China acapkali lebih berhasil merebut pasar dalam negeri lewat produk-produk yang lebih ramah kantong, variatif, dan mendominasi nyaris di setiap lini, mulai dari barang elektronik, tekstil, makanan, permebelan, mainan anak-anak, dan sebagainya.

Kita tidak bisa dengan begitu saja mengatakan bahwa pemerintah sematalah yang mesti bertanggung jawab atas “kekalahan” produk kita di negeri sendiri. Kendati kita tidak menafikan peran pemerintah yang seharusnya dominan dalam memberikan proteksi terhadap produk domestik.

Sebagai contoh, pemerintah, dalam upaya melakukan pengamanan pasar dalam negeri, antara lain telah mengoptimalkan Standar Nasional Indonesia (SNI), melakukan labelisasi bahasa Indonesia, mengoptimalkan proses antidumping/safeguard/countervailing duty, dan meningkatkan pengawasan di pelabuhan impor dan penyelundupan barang impor.

Namun demikian, kita sebagai konsumen pun mestinya turut memberi andil, dengan memperbesar kecintaan pada produk bikinan negeri sendiri. Itu yang sejatinya kurang tampak pada bangsa kita. Kita, dibandingkan bangsa lain, dikatakan sebagai bangsa konsumtif. Kita memiliki kadar konsumerisme yang sangat tinggi, yang membuat beberapa perusahaan asing—pabrikan telepon genggam Nokia, misalnya—memilih melakukan uji-coba produk penjualan perdananya di sini. Setidak-tidaknya, itu menandakan bahwa negara ini merupakan pangsa pasar menggiurkan buat pengusaha dan perusahaan manapun.
Namun, mengapa yang kini terjadi justru pengusaha domestik kalah bersaing dengan asing di kandangnya sendiri? Mengapa masyarakat lebih tertarik produk asing ketimbang produk sendiri?

Inilah saatnya program “Aku Cinta Produk Indonesia” digalakkan kembali. Kunci kemakmuran bangsa dan kemaksimalan pasar dalam negeri ada di tangan kita sendiri. Kita mesti memperkuat nasionalisme ekonomi dengan lebih mengutamakan produk-produk dalam negeri.

*) Penulis adalah Bekas Pimpinan Redaksi LPM Gema Keadilan,Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Sabtu, 17 September 2011

Kisah Kasih Bajaj (Seri Sumbangsih untuk Jakartaku)

Oleh: Priyok

Jarang ada tulisan yang membahas bajaj secara ekonomik dan akademik. Ketika saya coba cari di google pun, pembahasan bajaj sudah kalah seru dibandingkan cucu-cucunya, Bajaj Pulsar dll. Tak pernah kendaraan lucu beroda tiga ini masuk dalam diskusi ilmiah. Ya, bajaj memang sudah terpinggirkan. Kalau di jalanan pun mereka biasanya nyelip di pinggir. Jadi pantas kan disebut kendaraan pinggiran. Bajaj terkenal sebagai saingan Tuhan. Karena hanya sopir dan Tuhan saja yang tahu kapan dia akan belok dan melakukan manuver.

Di Jakarta ini tercatat sekitar 15.000 ekor bajaj yang berkelana di hutan Jakarta. Bajaj dikenal sebagai kendaraan dengan output yang komplit. Knalpot yang mengeluarkan asap hitam, bunyi yang memekakan telinga, badan yang gemetaran, bensin yang boros, juga supirnya yang sering kencing sembarangan di pinggir jalan. Masalah ini yang membuat ahli pikir di Jakarta mewacanakan untuk membuang bajaj dari bumi Betawi yang kita cintai ini. Tapi sebenarnya apakah betul bajaj harus benar-benar dirumponkan atau kah kita harus memberikan stimulus agar denyut nadi bajaj kembali mengalir (baca:revitalisasi).

Bicara sistem transportasi, kita bisa membaginya kedalam beberapa bagian berdasarkan jalur yang dilewati. Masing-masing sistem memiliki pasarnya sendiri-sendiri sehingga sesuai namanya, sistem, pola tranportasi yang akan saya sebutkan kemudian ini  :

1. Sistem Transportasi Jalan Utama
Transportasi ini melewati jalur utama kota. Jalur ini biasanya dilayani oleh angkutan bermuatan besar seperti bus, kereta, dsb. Ciri-cirinya adalah melewati tengah kota (yaiyalah, orang jalur utama), ngangkut banyak orang, dan juga ongkosnya relatif murah. Contohnya di Jakarta tentu saja KRL, bis yang melewati Gatsu, Thamrin, By Pass, Senen, Lebak Bulus, dll.

2. Sistem Transportasi Jalan Non-Utama
Transportasi ini merambah daerah-daerah sudut kota. Jalurnya lebih variatif, ribet, dan belok-belok. Moda angkutannya pun juga lebih kecil, bis ¾ (mang celana), ataupun minibus. Contoh konkretnya adalah mikrolet.

3. Sistem Transportasi to the point
Sistem ini adalah transportasi yang directly langsung ke tujuan kita. Mau dari pasar, kantor, ataupun dari kuburan bisa dianter kemanapun kita mau. Karena pelayanannya yang premium, transportasi ini relatif lebih mahal dari angkutan masal lainnya. Betapapun moda transportasi ini tp diperlukan. Nah, bajaj termasuk dalam kategori ini. 

Bagi anda yang punya uang, mungkin naek bajaj agak-agak sedikit geli. Disamping memang tongkrongannya yang menggelikan, bajaj juga dipandang tidak elit dibanding taksi. Bajaj memang milik orang menengah ke bawah. Mencarinya harus di pasar atau daerah yang ramai orang kere. Hal ini yang menyebabkan bajaj memegang peranan luar biasa dalam ekonomi kelas bawah. Rakyat butuh kendaraan model begini untuk menunjang hidup mereka. Lantas haruskah kita membuang bajaj kalau begini?

Kalau saya jadi gubernur DKI jakarta, saya akan membuang seluruh bajaj yang ada di jakarta. (wah gubernur tidak pro rakyat!!!)

Tenang dulu...karena saya akan menggantinya dengan bajaj gas. Kenapa bajaj gas menjadi alternatif solusi dari saya?

Saya pernah naik motor di daerah senen dan sebagai pengendara motor yang baik dan benar maka saya pun mengeluarkan keahlian saya untuk selip-menyelip. Akhirnya saya pun berada di antara kendaraan pinter Phanter generasi terbaru dan kendaraan kecil berwarna biru yang ternyata bajaj gas. Dan ternyata, suara bising yang menjadi cap bajaj dikalahkan oleh suara panther. What?ya betul, kendaraan yang nyaris tak terdengar itu masih kalah halus suara mesinnya daripada Bajaj gas. Begitu pula getarannya. Ah, dua masalah selesai. Tak ada lagi suara bising. Selain itu bahan bakar gas juga membuat kendaraan tersebut rendah kadar polusinya. Benar-benar luar biasa kendaraan ini. Kakak-beradik yang benar-benar berbeda.

Oleh sebab itulah kendaraan ini bisa menjadi solusi transportasi murah yang sehat. Murah dan sehat bukan hanya untuk konsumen tapi juga untuk pemerintah. Kok bisa?ya bisa, karena kita bisa menghemat anggaran subsidi BBM. Hitung saja 15000 unit bajaj yang menghabiskan kira2 5 liter bensin sehari. Selama setahun bajaj akan mengkonsumsi 27.375.000 liter bensin. Nah, apabila kita sepakat mengganti bajaj yang ada sekarang dengan bajaj gas, maka kita akan menghemat anggaran sebesar 931 Milyar rupiah setahun!!!(asumsi subsidi BBM Rp 4000 – selisih dr harga bbm non subsidi).

Jumlah yang kecil memang dibanding APBN kita yang berbobot 1.200 Trilyun. Namun penghematan tersebut dapat kita gunakan sebagai modal untuk revitalisasi bajaj tanpa harus membuat sang pemilik bajaj menanggung beban lagi. Harga bajaj gas berkisar 60juta, artinya dengan penghematan setahun kita bisa membeli 15516 ekor, eh unit bajaj untuk dibagikan gratis ke rakyat (walau saya tak akan melakukan itu, saya lebih suka memberi kredit lunak pada mereka). lebih banyak dari jumlah bajaj yang ada sekarang dan bisa melakukan lebih banyak hal lagi dengan penghematan di tahun2 berikutnya. Memang ada efek lain yang perlu kita pikirkan juga. Tapi sepertinya ini kabar baik untuk semuanya.

Lantas apa lagi yang dinanti pemegang kebijakan di daerah. Apakah hendak membunuh bajaj pelan-pelan sehingga para pedagang pasar, pendatang yang baru datang dari desa, dan masyarakat kecil lainnya kebingungan mencari angkutan yang murah dan langsung ke tempat tujuan. Ataukah masalah bajaj adalah masalah yang terlalu kecil dibandingkan bendungan di teluk jakarta, patung MH Thamrin, atau pembangunan mall.

Atau menunggu saya jadi Gubernur DKI Jakarta?

 *ngarep jadi Gubernur DKI 2032

Kamis, 08 September 2011

Jika Sesama Ekonom Menikah


Oleh: Aulia Rachman Alfahmy

Oke, karena berkali-kali saya melihat teman saya yang satu kuliah di jurusan Ilmu Ekonomi menikah dengan sesama jenisnya (maksudnya sesama jurusan Ilmu Ekonomi, hehehe), saya jadi tertarik membuat sebuah tulisan non-ilmiah (emangnya selama ini Ilmiah ya?) yang bertajuk “Jika Sesama Ekonom Menikah”.

Awal Mula Bertemu
Saya pesimis jika sesama ekonom kali pertama bertemu pasangan yang telah dinikahinya adalah cinta pertamanya. Maksudnya, seperti halnya teori prilaku konsumen, seorang ekonom biasanya memulai dengan kegiatan memilah dan memilih “kombinasi-kombinasi” terbaik. Kombinasi-kombinasi terbaik mana yang terbaik atau bahasa teknisnya “memberikan utilitas yang optimal”. Tentu saja dengan melihat kondisi internal yang dimiliki dalam diri ekonom tersebut.

Mana yang dipilih, si A cantik dengan nilai 90, tapi pintarnya Cuma 65. Di sisi lain si B, cantiknya 70 tapi pintarnya 90. Nah, ekonom tentunya milih-milih nih, mana yang paling ‘click’ di hatinya. Jadi jangan percaya sama ekonom gombal yang bilang “You’re the first and the only one”. Gombal! (kecuali saya, bolehlah kalian percaya :P). Otak rasional ekonom selalu lebih menonjol.

Masalahnya adalah bagaimana kasusnya jika sesama ekonom saling menikah? Mungkin anekdot yang paling dekat dengan kasus ini adalah anekdot yang ada dalam kuliah Game Theory, di mana di teori tersebut disebutkan bahwa “si A berasumsi bahwa si B berasumsi si A berasumsi si B itu bersikap rasional”. Jadi, mereka sesama ekonom ketika akhirnya memilih pasangan ekonomnya, sudah benar-benar sadar bahwa mereka telah melalui proses “teori-teori ekonomi yang kompleks”.

Resepsi Menikah
Idealnya, ketika memutuskan menikah dan melakukan resepsi, sesama ekonom akan mengkonstrusikan bahwa acara resepsi perenikahan adalah bagian dari investasi jangka panjang keluarganya. Biasanya akan dihitung-hitung berapa nih biaya yang keluar dan pendapatan yang masuk dari acara resepsi pernikahan baik berupa uang tunai atau barang. Mereka akan menghitung, jika biaya resepsi Rp50 juta, maka at least pemasukan dari acara baik berupa amplop (uang) atau hadiah barang nilai sama dengan lebih dari Rp50juta. Hehehehehe…

Tapi jika sesama ekonom yang menikah sudah memiliki budget yang besar, maka mereka akan kembali memfokuskan pada “optimalisasi utilitas” terutama dari sisi yang tidak terlihat (intangible). Seperti kepuasan batin, membahagiakan orang tua, dan membahagiakan segenap keluarga dan teman-temannya dalam semua momentum yang tidak terlupakan: pernikahan (terus gue kapan dong nikah! :P).


Memulai Rumah Tangga
Biasanya hal paling krusial yang mereka akan bahas adalah apakah mereka berdua sama-sama masuk ke dalam pasar tenaga kerja, ataukah mereka melakukan pembagian tugas, sang Ayah bekerja dan sang Ibu di rumah sebagai Ibu rumah tangga, atau mungkin sebaliknya.

Sebagai seorang ekonom, idealnya mereka tidak akan merasa “hina” jika dikatakan bekerja di rumah. Ini yang mungkin dikenal dengan underground economic. Menyapu, mengepel, membersihkan rumah, memasak dan menyediakan makanan di rumah juga memiliki nilai ekonomi. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang tidak tercatat di dalam GDP, begitu kata dosen-dosen di ruang kuliah. Jadi pasti ada kos yang keluar dalam setiap kegiatan di rumah. Mungkin proxy-nya adalah dengan melihat besarnya upah pembantu rumah tangga (PRT). Jika biaya kegiatan di rumah Rp1juta sedangkan bekerja di pasar tenaga kerja bisa mendapatkan Rp5jt, jadi surplusnya adalah Rp4jt.

Masalahnya sekarang apakah nilai Rp4jt ini adalah lebih memuaskan ketimbang nilai kepuasan jika salah satu istri atau suaminya ada di rumah. Menjaga rumah, menyambut ketika pulang, melayani kepuasan lahir dan batin di waktu malam (jangan mikir jorok ya! :P) bisa jadi lebih bernilai dari Rp4jt. Nah, di sinilah seninya, jika sesama ekonom yang menikah, mereka akan benar-benar menghitung mana tingkat kepuasan yang paling optimal buat mereka berdua. Keputusan akan berkembang sampai mereka memiliki anak. Apakah anak mereka dirawat oleh Ibu atau Ayah? Atau mereka mempercayakan pada baby sister? Atau di rawat oleh kakek-nenek mereka? Sesama ekonom akan tetap menghitung-hitung mana yang paling optimal bagi kehidupan mereka.

Pembicaraan dalam Rumah Tangga
Mungkin saja terjadi dalam satu rumah tangga sesama ekonom mereka memiliki “kepercayaan” atas mahzab yang berbeda-beda. Misalnya yang satu klasik, yang satunya lagi Keynesian atau bahkan marxis. Hehehehe. Ini akan berpengaruh pada filosofi-filosofi pengambilan kebijakan rumah tangga. Misalkan, apakah pilihan anak harus diarahkan? Ataukah membebaskan anak memilih jalan hidupnya? Seorang Keynesian yang percaya pentingnya intervensi pemerintah, mungkin lebih suka jika anaknya di arahkan. Yang gawat jika pasangannya adalah seorang neo-klasik sejati, yang percaya bahwa peran pemerintah itu terbatas bagi sebuah negara, apalagi perekonomiannya. Maka, alih-alih membicarakan masa depan anaknya, mungkin mereka akan berdebat teoretis, empiris dan filosofis mana mahzab yang paling mendekati kebenaran dan kasus keluarganya. Terus si anak akan bengong jadi obat nyamuk dong?

Ini juga berpengaruh pada gaya mereka dalam mengatur keuangan rumah tangga. Seberapa besar defisit rumah tangga? Seorang Keynesian atau fiskalis mungkin lebih mencintai defisit anggaran yang tinggi agar perekonomian rumah tangga bisa berjalan dengan kencang. Seorang mahzab klasik atau monetaris lebih suka defisit anggaran yang rendah atau kalau bisa tidak ada sama sekali. Mereka lebih suka saving yang dipercaya sebagai faktor kunci pertumbuhan perekonomian rumah tangga dalam jangka panjang. Bisa dibayangkan di malam hari sebelum tidur, mereka akan berdiskusi masalah rumah tangga layaknya membicarakan perekonomian sebuah negara. “Mah kita harus banyak nabung..karena menurut teori pertumbuhan jangka panjang dari Sollow.. bla bla bla”. Kata si Pria. “Nggak Pah, menurut Keynes dalam kondisi perekonomian seperti ini kita harus memperbanyak konsumsi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi…”. Capek deh.. terus kapan dong senang-senanganya :P

Jika Mereka Akhirnya Menjadi Pejabat Ekonomi
Ini yang paling gawat. Bayangkan jika si Ayah adalah Gubernur BI dan si Ibu adalah Menteri Keuangan. Si Ayah di kantor berpikir keras bagaimana caranya agar harga stabil, kurs stabil dan inflasi stabil dengan kebijakan-kebijakan yang kontraksi, seperti menjaga jumlah uang beredar dan lain sebagainya. Si Ibu di kantor sedang merancang bagaimana anggaran dialirkan sempurna sehingga meningkatkan pendapatan masyarakat dan secara keseluruhan meningkatkan pertumbuhan sebuah negara. Pokoknya segala kebijakan yang ekspansif.

Nah, sang ayah ingin kebijakan kontraktif, sedangkan si Ibu menginginkan kebijakan ekspansif. Maka pertengkaran di rumah adalah pertengkaran negara. Pertengkaran antara bank sentral dan pemerintah juga harus terjadi di atas ranjang. Mungkinkah itu akan terjadi?

Nothing Personal, It’s Just a Good Business  
Setiap rumah tangga, pasti akan mengalami prahara. Baik bersumber dari masalah ekonomi rumah tangga maupun pertengkaran kecil yang tidak penting. Dari sekian banyak penjelasan di atas yang seolah-olah “menyudutkan” pasangan sesama ekonom, mungkin bright side-nya adalah kebanyakan pertengkaran mereka mungkin saja pertengkaran “profesional”. Nothing Personal, It’s Just a Good Business. Hehehehe.

Setelah mereka bertengkar, mereka akan lebih cepat saling sayang-menyayangi kembali. Jadi kemungkinan pertengkaran sesama ekonom akan lebih cepat mereda karena mereka terbiasa berbeda pendapat sejak mereka sama-sama masih kuliah. Jadi, kemungkinan lagi, hubungan sesama ekonom akan lebih langgeng dan memiliki nilai kepuasan pernikahan yang lebih bertahan lama. Seperti yang sudah saya tulis sebelumnya, “mereka sesama ekonom ketika akhirnya memilih pasangan ekonomnya, sudah benar-benar sadar bahwa mereka telah melalui proses ‘teori-teori ekonomi yang kompleks’, maka mereka akan sangat yakin dengan pilihan hidup mereka adalah pilihan hidup yang baik dan paling optimal dalam hidup mereka.

Nah, sudah tahu kan kalau menikah dengan ekonom itu banyak untungnya? Wkwkwkkwkw

8 September 2011
Tulisan spesial untuk Syarif dan Kiki. Bagaimanapun tulisan ini sedikit dilebay-lebaykan :P.

Cintanya Saya pada Pisang, Ketela, dan Jamur

Oleh: Olivia Kamal

Jaman masih SD, saya suka makan pisang batu rebus (yang makanan burung itu...xixixi...) Atau ketela rebus yang dicocol gula pasir... Tapi di rumah aja loh, hehehehehe... Gitu dehhhh, gengsi amat kalo bawa-bawa bekal yang begituan (lagunyaaaaa). Bekal yang bersedia saya bawa adalah roti tawar yang diisi sesuatu yang manis atau indomie rebus yang ditiriskan kuahnya dan dicampur bumbu di piring (disebut indomie goreng).

Jaman saya kuliah dan sampai sekarang, tentu saja nggak bawa bekal. Tapi tetaplah yang namanya lidah minta dimanjakan dengan makanan yang enak-enak. Jajanan yang bertebaran di pinggir jalan (yang dilarang keras sering-sering beli oleh papa karena zat aditifnya), teriak-teriak ke mata saya buat dibeli. Apalagi kalau ada rasa balado atau ada taburan keju... Wakakakaka...

Eh, ngomong-ngomong kok jadi ngidam rujak es krim ya???

Kontradiksi 
Kontradiksinya, pisang batu rebus ataupun pisang biasa yang saya sukai itu - yang dulunya dimakan diam-diam di rumah, sekarang dibeli oleh saya dan dimakan (oleh saya juga dong... Xixixi...) di tempat umum tanpa rasa malu: pisang keriting, pisang penyet, pisang bakar, pisang molen, banana split, pisang coklat keju, keripik pisang rasa melon, banana cake... Yummy...

Demikian juga dengan ketela: tela kres atau tela-tela dengan rasa balado, tela keju, keripik singkong bakar yang merah banget itu, keripik balado, Kusuka (rasa lada hitam). Kalo jamur sih so pasti ga nolakkkk banget: jamuur kriuk atau rumah jamur, maupun jamur yang disulap jadi ayam goreng tepung atau menu lain di rumah makan vegetarian.

Kreativitas 
Sebenarnya selain pisang, ketela, dan jamur; saya juga demen jajan kentang, cimol, batagor, cendol, teh, rujak, hahaha... Semua aja deh tant!!! (With "t" means tante, kalo nggak dikira setan pulak! Xixixi...) Paling enak dimakan sambil jalan itu yang ada tusukannya, seperti otak-otak (makan sambil naik jembatan busway), bakso (yang katanya dari daging tikus), tempura (masih ada ga ya di sepanjang boulevard?), batagor atau somay. Slurpppp... Ngilerrrr...

Yang bikin nggak malu lagi dengan jajanan itu adalah: udah dibikin keren image-nya melalui kemasan, cara pemasaran, mindset kita sekarang yang mengarah ke cinta Indonesia, selain memang enak dan murah (dari dulu kaliiii kalah enak dan murah). Apalagi jajanan jamur yang mencantumkan sehat, bagus untuk kulit, padahal buat saya sih karena rasanya seperti ayam dan tepung bumbunya... Xixixi... Makasih buat yang kreatif menciptakan makanan-makanan ini...


Siapa dan mengapa? 
Siapa sih yang menggagas ide menjadikan makanan yang duluuu bikin kita (saya dehhh) malu ini, menjadi modifikasi yang sesuai dengan image masa kini? Bisa dari ide murni, bisa juga dari mengikuti jejak kesuksesan orang lain, contoh nih: Q-tela yang muncul setelah kesuksesan Kusuka, dengan varian rasa balado dan potonhan keripik yang lebih tipis. Keduanya tetap eksis dan punya peminat sendiri-sendiri.

Motivasi yang paling mulia menurut saya adalah: meningkatkan nilai jual hasil pertanian lokal. Dengan pengolahan dan pengemasan yang menarik, pisang di ladang petani menjadi lebih bernilai di mata kita (bayangkan 1 buah pisang kita beli 5000 rupiah!). Kalo beli di ladang sih mungkin dapat setandan ya?

Konsep franchise dan permodalan yang relatif kecil mendukung pertumbuhan bisnis makanan ringan yang murah dan keren dengan konsep gerai seperti ini. Gerai teh poci pernah ditawarkan ke mama saya, dan ditolak dengan pikiran: "emang ada yang mau beli teh 3000 sampe 5000? Emang sih modalnya cuma air, teh, gula, es, lemon dan susu kental manis, dan cup tentunya", pesimis mode on gitu deh. Buktinya banyak yang sukses loh karena nggak semua orang pengen minuman air mineral atau softdrink dengan kisaran harga yang sama. "Kalo sekarang mau beli lagi, udah pada banyak saingan." Ya gitu deee maaa...

Minggu, 04 September 2011

Saham-Saham [Cinta]


Terkadang kau memulainya sebagai seorang investor dengan puluhan milyar cinta di tanganmu hingga serasa tak akan pernah habis ketika kau menginvestasikannya.

Terkadang bahkan kau tak menginvestasikannya segera, menunggu dan terus menunggu untuk menempatkannya di sebuah perusahaan impian yang tak kunjung tiba, padahal begitu banyak perusahaan yang baik bagimu namun kau tak menyadarinya.

Terkadang kau tak kunjung-kunjung menginvestasikan cintamu karena takut akan resiko yang akan kau tanggung. Padahal kau sendiri sadar bahwa tak ada cinta tanpa resiko.

Terkadang kau dengan mudah menanamkan sahammu pada sebuah perusahaan, namun setelah kau telah merasa mendapat capital gain yang cukup kau dengan mudah mencari perusahaan potensial yang lain.

Namun terkadang kau memulainya dengan menjadi seorang investor yang benar-benar pengaplikasikan teorimu, portofolio. Kau menginvestasikan saham-sahammu pada beberapa perusahaan berbeda.

Beberapa saat setelah kau menanamkan sahammu. Saham-saham itu mulai berkembang, memberikan deviden bagimu. Seberapa bijakkah kau tergantung pilihanmu, menanamkannya kembali sebagai retain earning untuk menumbuhkan perusahaan[cinta]mu lebih besar, atau berpangku tangan menikmati deviden atas saham yang kau tanamkan. Padahal terkadang perusahaanmu sangat berharap akan retain earning[cinta] namun tetap setia memberikanmu deviden meskipun kau tak menambah saham-sahammu di perusahaanmu itu. Perusahaanmu tetap setia mendengarkan pendapatmu, padahal tak jarang membawa mereka kepada kehancuran.

Terkadang kau memulainya sebagai sebuah perusahaan, yang selalu merasa miskin, yang selalu merasa bahwa perusahaanyalah yang paling menyedihkan di dunia ini, yang selalu berharap akan datangnya seorang investor.

Namun terkadang kau memulainya sebagai sebuah perusahaan yang tangguh, yang walaupun tak memiliki tangible asset, namun kau memiliki intangible asset yang hebat. Harga dirimu. Kau tak pernah berharap akan adanya investor yang membantumu. Kau cukup tangguh untuk berjuang sendirian.

Pemilihan permodalan menjadi sebuah dilema. Memilih untuk utang atau menjual saham. Yang menjadi persoalan adalah terkadang mereka yang memberikan modal [cinta] padamu salah mengartikannya sebagai utang, mereka menuntutmu untuk mengembalikannya beserta bunga.

Namun jangan patah arang. Untungnya selalu ada investor berbasis syariah. Yang menanamkan modal kepadamu tanpa mengharap riba, yang terkadang ikut menanggung kerugianmu, setia disaat suka maupun duka.


oleh : Thontowi A. Suhada
*kalau ada analogi yang kurang tepat atau pemakaian kata yang salah mohon dikoreksi yah =)

Jumat, 02 September 2011

Saham Masa Kini Dan Masa Lalu

By: Benjamin Ridwan Gunawan (Akhirnya... setelah 3 bulan absen hiks)

Warren Buffet, orang terkaya di dunia kedua! Actually at 2009. orang super kaya ini terlahir dengan kemampuan bermain saham yang begitu apik. Murid didikan sang legenda saham, Benjammin Graham ini membuktikan ajaran gurunya pada dunia masa kini dengan menjadi salah satu orang terkaya di jagat bumi ini!

Sudah banyak teman-teman yang sekarang bermain saham, dari orang tua, hingga yang muda. Sepupu saya saja yang masih SMA sudah jadi broker saham, WAW! (Sok dramatis).
Namun banyak juga kisah kelam dari jenis investasi yang mampu mengangkat Warren Buffet ini menjadi jajaran orang terkaya di permukaan bumi ini. Banyak yang jatuh berguguran, alias bangkrut dari bisnis ini. WHY?

Investasi saham mengklasifikasikan pemainnya menjadi dua jenis, yeah saya ulangi lagi, menjadi dua jenis (Mau diulang lagi yang ketiga kalinya? Saya kira tidak perlu).

JENIS PEMAIN SAHAM

1. Spekulan, atau bahasa Las vegasnya penjudi, atau bahasa jawanya Gambler.
2. Investor.
Apa bedanya antara spekulan dengan Investor dalam hal investasi saham ini? Benjammin Graham pernah berkata, "Investasi saham merupakan kumpulan informasi yang didapat dari berbagai analisis dan perhitungan yang matang sehingga dapat diambil sebuah keputusan yang tepat, pemain saham yang tidak melakukan hal tersebut disebut sebagai spekulan".

Apakah anda tahu, ajaran Benjammin Graham ini sudah banyak dilupakan oleh para pemain saham masa kini. Mereka bermain saham demi keuntungan jangka pendek semata, Laba, Gain atau uang segar. Apapun itu, pemain saham sekarang ini banyak yang melupakan ajaran-ajaran utama benjammin Graham, yang kini masih terus dilestarikan oleh muridnya, Warren buffet.

Investasi saham itu bukanlah sekedar berinvestasi dan besok anda menjadi kaya, tapi bermain saham harus dibayangkan sebagai anda adalah sang pemilik bisnis dari saham yang anda beli.

Bermain saham tidak hanya sekedar menganalisis laporan keuangan perusahaan, perusahaan itu merupakan jenis bluechip atau bukan. Tidak seenteng itu, Benjammin Graham mengajarkan agar kita menganalisisnya secara matang, dan ambil keputusan secara bijaksana.

Teknik Investasi Warren Buffet (yang kini terus dilestarikan oleh Warren Buffet)

Ada tiga analisis yang harus dilakukan sebagai pemain saham, dua analisis dasar yang diajarkan di kurikulum kita dan satu analisis yang muai ditinggalkan para pemain saham masa kini.

1. Analisis Teknis, Pelajari laporan keuangan dan lapoiran tahunan perusahaan yang akan di investasikan, pelajari laporan tersebut 5 sampai 8 tahun kebelakang. Menurut Benjammin Graham, pelajari semua laporan tahunan dari semua perusahaan yang listing yang sejenis. Misal, anda mau berinvestasi di bisnis manufaktur, dan terdapat 200 perusahaan yang listing, maka pelajari 200 laporan perusahaan manufaktur tersebut masing-masing 5-8 tahun kebelakang. Makanya Warren Buffet pernah bergumam investasi saham jaman sekarang makin rumit dengan bertambahnya perusahaan yang listing.

Berat? Yeah inilah yang dilakukan Benjammin Graham dan Warren buffet, kalau anda ingin sesukses mereka cobalah hal ini.

2. Analisis Fundamental, Laju perekonomian perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh sektor ekonomi saja, kondisi sosial, kondisi militer dan politik negara juga dapat mempengaruhi laju perusahaan. Bacalah koran setiap hari, bacalah lingkungan bisnis perusahaan yang anda investasikan settiap waktunya.

INGAT: Investai saham bukan sekedar investasi, tapi bayangkan anda sebagai pemilik bisnis dari perusahaan yang anda beli sahamnya.

3. Analisis Kualitas Manajemen, sebenarnya analisis yang ketiga ini bukan original temuan Benjammin Graham. Namun dari guru kedua Warren Buffet, Philip Fisher. Analisis ini menerangkan bahwa membaca kondisi perusahaan tidak bisa hanya secara kuantitas saja. Dan juga tidak cukup dengan membaca kondisi lingkungan di mana perusahaan itu berdiri. Baca juga kualitas manajemen dari perusahaan yang anda investasikan. Pelajari kehandalan manajemen perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Apakah tim manajemen merupakan tipe monoton atau tipe inovatif.

Menurut Philip Fisher, perusahaan dengan kualitas manajemen yang handal, mampu melewati masa krisis. Dalam kondisi sosial-politik-ekonomi negara sekacau apapun, perusahan akan terus bertahan dan mampu melampauinya.

Sekali lagi Saya INGATKAN: Investai saham bukan sekedar investasi, tapi bayangkan anda sebagai pemilik bisnis dari perusahaan yang anda beli sahamnya.

Satu hal lagi, Warren Buffet bukanlah tipe pemain saham short-term. Beliau menginvestasikan sahamnya pada perusahaan-perusahaan pilihan (yang telah dianalisis habis-habisan tentunya) dengan saham kepemilikan mayoritas, beliau mengimajinasikan dirinya sebagai pemilik bisnis tersebut dan mempercayai sahamnya untuk jangka yang sangat panjang.

Bagaimana Warren Buffet bisa kaya?

Beliau kaya dari dividen yang diperolehnya, karena saham yang dimilikinya adalah saham mayoritas (ingat, kepemilikan saham di atas 20% maka anda memperoleh hak dividen dari perusahaan).
Beliau juga memiliki perusahaan jasa keuangan Berkshire Hathaway, membantu orang-orang kaya lainnya untuk berinvestasi, dan memperoleh bagian persentase laba dari perusahaan tersebut.
Melalui Berkshire Hathaway, Warren Buffet juga membeli perusahaan-perusahaan yang hampir bangkrut dan menjayakannya kembali, tapi bagaimana caranya? Sama persis dengan tiga analisis yang saya paparkan di atas.

Terima kasih sudah membaca, semoga bermanfaat! :)